AKU dan MEMASAK


Sebagai perempuan yang bekerja di luar rumah, memasak bagiku menjadi pekerjaan yang macam-macam fungsinya. Kadang sebagai selingan mempraktekkan resep dari mertua, dari teman atau tabloid. Kadangkala memasak juga menjadi bagian atau cara aku menunjukan rasa kasihku pada suami dan anak-anakku.

Kalau rasa bersalah akibat tak bisa bersama-sama dengan suami dan anak-anak, aku suka melakukan penebusan dosa atau meminta maaf lewat masakkan. Aku akan mengajak Frisch dan Bas bersama-sama di dapur dan mengizinkan mereka membantu (Walau dalam pemahamanku sebetulnya mengganggu)

Ku ajari Bas dan Van memegang pisau untuk memotong buncis, wortel dan kentang. Mereka berdua sangat bergembira. Di seolah Bas di ajar untuk membantu pekerjaan ibu, kenyatannya aku melarang keras Bas membantuku di dapur. Soal aku tahu dengan pasti Bas hanya tertarik dengan pisau dan kegiatan potong memotong. Begitu pula dengan Vanessa, kuajarkan ia mengupas bawang putih.

Dan Frisch bertugas mengawasi keduanya agar jangan terjadi kecelakaan. Sementara mereka asyik mengupas dan memotong, aku menyiapkan masakan untuk mereka. Stup sayur-sayuran, macaroni schotel dan ayam goreng. Kalau Frisch berbaik hati, ia akan menyiapkan es kelapa muda dan sirup Frambozen.

Kalau sudah begitu, wah nikmati benar melewati hari itu. Makan enak, bergembira di dapur dan saling menyayangi. Soalnya Bas dan Van, akan ikut apa yang dilakukan papanya. Jika suamiku tiba-tiba mencium, maka dua anak ini juga akan minta kesempatan yang sama untuk mencium. Senang? So pasti.

Aku bukan orang yang pandai memasak. Kadang kala masakanku yang menurut suami dan anak-anakku enak, aku tak mau memakannya. Kelewatan yah? Masalahnya aku sudah menjadi kenyang dengan aromanya ketika memasak masakan tersebut. Alhasil, masakannya matang akupun menjadi kenyang. Tapi tidak untuk spaghety dan macaroni schootel, kedua jenis masakan ini, aku, Frisch dan Van sangat menyukainya. Jadi biar lelah memasaknya, tetap nikmat waktu menyantapnya.

Masakan yang paling sering kuolah terbuat dari bahan dasarnya ayam. Bukan mau mengkhususkan pada ayam, tapi bahan dasar ayam paling mudah di dapat. Walaupun sesungguhnya aku lebih menyukai makanan terbuat dengan bahan dasar ikan. Cuma untuk mendapatkan ikan segar tidaklah mudah.

Bahan dasar daging, agak jarang kuolah selain menjadi rawon, rendang atau soto madura. Soalnya sifat daging yang menurutku kurang fleksible menyebabkan malas ku gunakan. Dan memasaknya selalu membutuhkan waktu yang lebih lama. Tapi aku suka makan steik.

Jika aku makan seporsi steik temani soft drink maka suamiku lebih suka di temani secangkir kopi. Seporsi steik lengkap dengan kentang bakar, tumis wortel dan jagung. Hm yummi. Menikmati makanan ini, ditemani kekasih hati, di sebuah kafe di kawasan kemang, serasa waktu pacaran. Sesaat dilupakan dulu, Bas dan Van yang aku titipkan pada adikku.

Berduaan dengan suamiku adalah waktu kemewahan yang sangat kunikmati. Kami tak banyak cakap, sesekali bertukar pandang dan saling berpegang tangan, aku merasakan getaran-getaran yang hampir kulupakan seperti apa rasanya.

Begitu banyak aral melintang yang menjadi kendala kami dalam mengarungi kehidupan berumah tangga. Yang terbesar adalah sifat kami berdua yang sama-sama keras. Padahal dibalik semua itu, sebetulnya aku dan Frisch adalah orang-orang yang perasa dan mudah sekali jatuh kasihan. Namun waktu yang berjalan sudah menempa kehidupan rumah tangga kami. Silih berganti di tempa dalam proses penggodogkan kedewasaan menghasilkan kami yang sekarang.

Jika di awal tahun-tahun pertama pernikahan kami, hubungan kami ibarat sifat sebuah wortel, Sama-sama keras namun setelah di masak menjadi lunak. Pada berjalannya waktu sifat hubungan kami berubah menjadi seperti telor. Sangat rapuh dan mudah hancur ketika melewati proses di masak, menjadi keras. Dan tak mudah hancur. Artinya jika awalnya mudah tersinggung dan perasa berubah menjadi agak masa bodoh. Mau melanggar komitmen, silahkan asal resiko siap ditanggung.

Tapi kini, hubunganku dan suami, kurasakan seperti kopi yang dimasak di air mendidih. Jika wortel yang keras menjadi lunak dan telor yang lunak menjadi keras karena di masak di air mendidih, maka kopi akan menyatu jika dimasak dengan air.

Kami berdua, sudah memiliki link komunikasi yang sangat nyambung. Hubungan kami seperti kopi yang menyatu dengan air panas. Menjadi satu-kesatuan sehingga sulit untuk melihat diri kami sendiri dengan meniadakan atau menganggap pasangan kami tak ada. Kini kami satu sama lain, lebih banyak mengalah. Berusaha memberikan yang terbaik bagi pasangannya.

Jika di awal pernikahan kami sama-sama keras, adalah sebagai upaya mempertahankan diri tapi entah mempertahankan diri dari dan untuk apa. Namun berjalannya waktu, membuat kami menjadi sadar, sesungguhnya kami mempunyai tujuan yang sama. Seiring timbulnya kesadaran tersebut, kini kami lebih mengasihi satu dengan lain.

Jika diibaratkan kopi maka hubungan kami seperti secangkir kopi hitam yang pas komposisi air, gula dan kopi. Mulanya terasa pahit namun jika disesap lebih lama, kepahitan kopi berubah menjadi kenikmatan. (Tanya deh sama pencinta kopi)

Filsafat Wortel, telur dan kopi juga berlaku pada kehidupan orang perorang. Wortel, telur dan kopi, ketiganya melalui proses yang sama tapi mengakibatkan hasil akhir yang berbeda. Demikian juga setiap orang akan berbeda hasil akhirnya walau melewati ujian yang sama. Hal ini disebabkan sifat dari masing-masing orang tersebut.

Anda bisa memilih setelah melewati rintangan kehidupan akan menjadi lunak dan mudah hancur seperti wortel atau seperti telur yang tadinya rapuh berubah menjadi keras cenderung ekstrem atau lebur seperti kopi yang menyatu dengan air. (Icha Koraag, 18 Desember 2006)

No comments:

Post a Comment