SEPOTONG CERITA TENTANG MAMA




Hari ini, saya kebagian tugas menjemput si Bungsu. Sesudah menjemput si Bungsu saya singgah di rumah Mama. Adik saya mengabari, salah satu kawan Mama, meninggal. Karena adik saya ada tugas, maka saya kebagian mengantar Mama melayat.

Singkat cerita, saya menemani Mama, melayat. Jenasah disemayamkan di gereja. Kawan Mama, seorang perempuan, meninggal karena tua dan sakit. Di usianya yang sudah sepuh, terjatuh, mengakibatkan patah tulang di beberapa bagian. Karena usianya yang sudah sepuh, tidak memungkinkan dilakukan penyambungan. Hanya bisa dirawat dan diberikan obat untuk mengurangi rasa sakitnya dan akhirnya meninggal, tadi pagi (Rabu 28 Juli 2015)

Mama saya, bulan September 2015 tepatnya pada tanggal 24 akan berusia 86 tahun. Sejauh ini kondisi fisik dan mentalnya baik. Memang sudah ada penurunan kemampuan melihat, mendengar dan mengingat. Buat kami (anak-mantu dan cucu- kondisi Mama/Oma sudah sangat dipahami.

Sehabis mendengar kabar, kawannya meninggal, Mama bercerita. Bercerita mengenai kawannya yang meninggal tadi pagi. Dalam waktu sekitar 15 menit, Mama menceritakan hal yang sama lebih dari lima kali. Saya menanggapi dengan antusias, sesekali menyela dengan pertanyaan. Mama bercerita dengan wajah berseri-seri.

Dada saya terasa bengkak, airmata nyaris berlompatan dari ujung-ujung mata. Ada perasaan senang, mendengar dan melihat ekpresi wajah Mama saat bercerita. Tapi ada perasaan sedih karena cerita yang sama diceritakan terus menerus dan berulang-ulang. Terbayang, ketika Mama yang mendengar saya bercerita puluhan tahun lalu mengenai hewan peliharaan saya yang terluka.

Puluah tahun kemudian situasi dan kondisi berubah. Ada rasa syukur pada Tuhan, karena saya boleh mendengar, berbincang dan mengasihi Mama diusianya yang sudah sepuh. Banyak kawan-kawan saya yang sudah tidak memiliki orangtua, maka saya merasa beruntung. Apakah melelahkan? Apakah saya merasa jengkel? Semua perasaan itu sudah tidak ada. Perasaan yang ada adalah perasaan ingin terus melayani dan memberikan yang terbaik buat Mama.

Jika anak, mantu dan cucu berkunjung, Mama/Oma akan minta dipijat. Tapi Mama sudah tidak tahu siapa yang memijat. Setiap selesai dipijat, Mama/Oma akan berjalan ke lemari, mengambil dompet dan uang Rp. 100.000 lalu disodorkan ke orang yang sudah memijatnya. Mama mengira dipijat tukang urut yang biasanya rutin datang mengurut/memijat. Padahal Simbok tukang urut sudah lama meninggal.

Banyak hal sepele yang terkesan lucu namun selalu memancing airmata. Jika saya pamit pulang, Mama pasti memanggil dan mendekatkan mulutnya ke telinga saya dan bertanya: “Mau beli es krim? Nanti saya kasih uang ya”. Lalu sehabis berkata demikian Mama lagi-lagi ke lemari, buka dompet dan ambil uang lalu mengulurkannya pada Saya.


Seperti tadi ketika sehabis melayat dan mengantar Mama pulang. Setelah Mama berganti pakaian, ganti saya yang pamit pulang. Kembali Mama memberikan uang. Saya tidak tahu alasannya tapi selalu saya tolak. Kali ini Mama tidak bertanya hanya memeluk saya dan membaringkan kepalanya di dada saya sambil mengucapkan terima kasih. Untung lampu teras tak terlalu terang, kakak dan suami saya tidak melihat mata saya sudah berembun. Semoga saya masih bisa dipercaya menyayangi dan merawat Mama. 

6 comments: