Awalnya saya
 agak merasa aneh, untuk mengurus Jakarta harus mengimport beberapa 
calon dari daerah. Saya termasuk orang yang percaya, yang bisa mengurus 
Jakarta harusnya orang yang tahu latar belakang budaya dan situasi 
kondisi Jakarta sekarang dan prediksi yang akan datang. Namun setelah 
saya pikir-pikir, Latar belakang dan budaya dapat dipelajari dari 
sejarah dan berbagai catatan. Situasi dan kondisis sekarangpun dapat 
dipelajari dari analisa berbagai macam ahli dan pengamat. Jadi setelah 
saya pikir-pikir, untuk mengurus Jakarta, siapa saja bisa dan boleh, 
termasuk mengimport dari luar kota. Yang penting punya kemampuaan dan kemauan membangun DKI Jakarta.
Dari ke-6 
calon yang ada, masing-masing punya kelebihan dan kekurangan, tinggal 
bagaimana tiap calon meningkatkan kelebihan dan memperbaiki kekurangan.
 Inilah ke enam pasangan calon gubernur DKI Jakarta.
Faisal Basri-Biem Benyamin, (jalur Independen)
Hendardji Supandji-Achmad Riza Patria (jalur independen),
Alex Noerdin-Nono Sampono (koalisi Partai Golkar),
Joko Widodo-Basuki Tjahja Purnama (koalisi PDIP),
Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli (koalisi Partai Demokrat)
Hidayat Nurwahid-Didik J Rachbini (PKS).
Kalau di 
lihat dari besaranya, ini pertarungan tiga partai besar (Golkar, PDIP 
dan Demokrat) Pasangan yang di dukung 3 partai besar inipun memiliki 
harta yang “besar” juga. Catatan harta para kandidat berdasarkan Laporan
 Harta Kekayaan Penyelenggara Negara Komisi Pemberantasan Korupsi. Di 
susun berdasarkan yang memiliki harta terbanyak alias terkaya.
Fauzi Bowo  Rp 46,9 miliar dan US$ 200 ribu
Joko Widodo sebesar Rp 18,4 miliar dan US$ 9,483
Biem Triani Benyamin Rp 16,4 miliar
Alex Noerdin Rp 10,5 miliar,
Hidayat Nur Wahid Rp 6,3 miliar dan US$ 10.706,
Hendardji Soepandji Rp 5,03 miliar dan US$ 114,250.
Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok,  Rp 7,1 miliar dan US$ 4,173.
Nono Sampono Rp 3,8 miliar dan US$ 270 ribu.
Harta Didik J. Rachbini Rp 2,3 miliar dan US$ 7.000.
Nachrowi  Ramli Rp 683 juta.
Faisal Basri, dan  Ahmad
 Riza Patria, belum dapat di informasikan .Harta Faisal telah 
dilaporkan, tapi masih diteliti oleh KPK, sedangkan Riza Patria belum 
melaporkan hartanya.
Faisal Basri-Biem Benyamin, dan Hendardji Supandji-Achmad Riza Patria dari jalur independen. 
Bagi masyarakat yang sudah bosan dengan permainan politikus, pasangan 
dari jalur independen mempunyai nilai plus dimata mereka. Persoalannya 
pasangan ini belum terbukti memimpin sebuah wilayah. Institusi atau 
lembaga berbeda dengan wilayah. Faisal Basri dari kalangan akdemisi, 
Biem pengusaha. Hendardji purnawirawan TNI AD yang sukses memimpin 
olahraga khususnya Karate. Tapi ia juga dianggap sukses membawa 
Kemayoran sebagai kawasan bisnis yang diperhitungkan.  Sedangkan
 pasangannya Riza Patria juga pengusaha muda namun kiprahnya di 
masyarakat umum belum terasah. Walau dalam catatan profile pribadinya 
organisasi yang diikuti panjang sekali.
Pasangan Alex Noerdin-Nono Sampono (koalisi Partai Golkar),  Alex Nordin masih menjabat  Gubernur
 Sumatera Selatan. Karirnya memang dibangun di Palembang. Jadi kalau ia 
menjadi orang no 1 di Sumatera Selatan, memang pantas. Persoalannya 
pantaskah jika ia menjadi orang no 1 di DKI Jakarta? Dari track recordnya
 Alex punya kemampuan yang juga patut diperhitungkan. Sedangkan 
pasangannya Nono Sampurno, kelihatannya ini barter antara Golkar dan 
Gerindra. Nono Sampurno  berlatar belakang militer, sama 
dengan Hendardji Supandji.sebetulnya tercatat sebagai anggota partai 
Gerindra, jika Nono dipinang Golkar untuk pasangan Alex, Maka Ahok dari 
Golkar di pinang Gerindra untuk menemani Joko Wi. Tapi pertukaran 
semacam ini biasa. Karena umumnya partai politik memang  hanya
 “kendaraan”. Saya tidak tahu, Nono Sampurno dipasangkan dengan Alex 
menjadi nilai plus atau malah beban. Sama seperti Hendardji Supandji, 
sebetulnya latar belakang militer memberi kemampuan memimpin yang 
structural. Karena militer menganut garis komando. Tapi masyarakat 
sekarang ini kelihatan mulai alergi dengan yang berbau-bau militer. Dan 
Alex Noerdinpun masih diperiksa KPK terkait dugaan menerima komisi 10 % 
dari Biaya pembangunan Wisma Atlet.Inipun bisa jadi catatan hitam dimata
 calon pemilih.
Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli (koalisi Partai Demokrat) . Punya harta banyak, “imcumbent” , di dukung partai berkuasa (Demokrat) kalau hitung-hitungan di atas kertas punya peluang  lebih besar dibanding calon lain. Pasangan cawagubnyapun orang Betawi, jadi menambah nilai plus (Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli).  Tapi
 bertolak belakang dengan latar belakang militernya. Artinya latar 
belakang militer dalam situasi seperti sekarang bukanlah nilai lebih. 
Selain itu banyak masyarakat menilai Foke gagal membenahi Jakarta selama
 masa jabtannya. Bahkan mantan wakilnya, Priyono mengundurkan diri dan 
melaporkan dugaan korupsi Foke ke KPK. Dua hal ini bisa jadi batu 
sandungan. Tapi masyarakat kita adalah masyarakat pelupa dan pemaaf, 
kalau Tim Pemenangan Foke-Nachrowi memanfaat kan jalur media untuk 
kampanye, jadi gambar dan janji-janji surganya terpampang dimana-mana, 
kemungkinan nama ini akan kuat dibenak masyarakat. Walau masyarakat 
tidak tahu persis apakah nantinya kepentingan pemilih terwakili atau 
difasilitasi.
Joko Widodo-Basuki Tjahja Purnama (koalisi PDIP),
 Menurut prediksi saya pasangan ini juga berpeluang besar. Joko Wi, 
orang yang awalnya jauh dari dunia politik tapi memenuhi harapan 
masyarakat yang menjadikannya Walikota Solo, mempunyai banyak nilai 
plus. Ia seorang pengusaha dan kemampuannya walau dalam cakupan hanya 
Solo sudah menunjukan keberhasilannya. Kemampuannya memindahkan pedagang
 pasar yang amat banyak melalui jalur non kekerasan, menjadi prestasi 
luar biasa.Walau sebagian menyangsikan kemampuan Joko Wi. Mereka 
berpendapat belum tentu berhasil seandainya pedagang yang 
dipindahkan pedagang Jakarta. Karena karakter Wong Solo sangat berbeda 
dengan karakter orang Jakarta.  
Sedangkan  pasangannya
 Ahok dari etnis keturunan Tiong Hoa harusnya menjadi nilai plus. Karena
 warga Jakarta tidak sedikit yang juga keturunan Tiong Hoa. Namun 
sejarah mencatat kegagalan Ahok dalam pemilihan Gubernur Bangka Belitung. Tapi  sejarah Belitung Timur, mencatat  Ahok sebagai  pemimpin yang  paling
 berhasil dalam di Belitung Timur. Bagi rakyat kecil dimanapun yang 
mengenal dia, Ahok adalah harapan untuk masa depan yang lebih baik. Bisa
 di bilang  Joko Wi dan Ahok mempunyai perjalanan karir dan
 pola pemimpin yang sama. Sama-sama berlatar belakang pengusaha, diminta
 masyarakat untuk menjadi pemimpin karena itu pola kepemimpinannya 
adalah melayani.
Hidayat Nurwahid-Didik J Rachbini (PKS).  Ini pasangan yang unik. Karena yang satu mantan ketua MPR dan yang satu ekonom yang juga dari kalangan akademisi.  Hidayat
 sebagai mantan presiden Partai Keadilan (Belum ditambah Sejahtera) Saya
 termasuk yang kagum dengan PK, karena terobosannya sebagai partai baru 
yang langsung menunjukan tindakan nyata dalam pengabdian masyarakat. 
Tapi saya tidak melihat prestasi beliau baik sebagai pribadi maupun 
ketika menjabat sebagai ketua MPR. Saya mengenal Didik J Rachbini ketika
 masih bekerja di sebuah radio. Saya biasa menghubungi beliau sebagai 
narasumber. Harus saya akui pandangannya tentang situasi perekonomian 
dan analisa-analisa memang patut diacungkan jempol.  Kalau untuk pasangan ini, menurut analisa saya  belum
 memiliki senjata yang ampuh. Harta tidak seberapa, dinanding calon 
lainnya, prestasi belum tercatat tinta emas. Jadi perlu kerja keras dan 
strategi yang jitu untuk memenangkan pertarungan.
Apa yang 
sampaikan dalam tulisan ini hanya sebagai pengantar pengenalan pada 
sosok-sosok calon Gubernur dan wakil Gubernur DKI Jakarta. Karena 
pengetahuan akan siapa calon pemimpin kita akan menghindari dari 
penyesalan di akhir. Pilihlah hati-hati menggunakan  mata hati. Semoga pemimpin DKI Jakarta nanti bisa mengatasi  persoalan
 yang ada, memperhatikan kesejahteraan warga dan menjadikan DKI Jakarta 
sebagai Ibukota Negara yang memang dapat dibanggakan. 21 Maret 2012.
No comments:
Post a Comment