Tegar, Kisah Seorang Teman.


TEGAR
Aku tengah mengantri di kasir Giant supermarket ketika mataku menangkap sosok seorang wanita paruh baya. Berkali-kali aku berpapasan dengan wanita tersebut. Di lorong-lorong supermarket. Aku tidak terlalu memperhatikan. Tapi kini ia berdiri tak jauh dariku, hanya berjarak dua kasir. Sesekali pandangan mata kami bertemu, lalu ia mengalihkan pandangannya.

Ketika ia tidak melihat ke arahku, aku mencoba memandanganya lebih seksama. Tiba-tiba ingatanku berputar ke masa lalu. Masa-masa SMA. Kata orang-orang, masa SMA adalah masa terindah. Aku harus mengakui hal tersebut benar. Aku sangat menikmati masa SMA ku. Mulai dari team basket , team volley, pramuka sampai lpengurus OSIS, aku selalu terlibat di dalamnya.

Tentu juga tak tertinggal cinta monyet.. Heran juga sih, kenapa cinta remaja di sebut cinta monyet? Aku tidak tahu siapa yang mensosialisasikan itu. Padahal waktu aku pacaran, rasanya sudah dewasa banget. Tiap malam minggu sudah ada yang datang apel.

Alm papiku jadi satpamnya. Teng jam 10, papi mulai batuk-batuk atau mulai jalan-jalan di depan rumah. Itu sinyal, pacaraku harus pulang. Dulu suka juga nawar, aku ke dalam lalu protes ke mami, minta si mami panggil papi agar masuk. 10 menit lagi baru pacarku akan pulang. Mengenang masa itu aku jadi tersenyum sendiri dan wanita yang berjarak dua kasir dariku, aku yakin adalah salah satu teman SMA ku.

Dan aku tidak butuh lama, untuk mengingat siapa dia. Sebut saja Diah namanya. Tepat sebulan sebelum Ebtanas, ia ingin bertemu kakakku yang aktivis Remaja Kependudukan. Dulu kakakku adalah salah satu pelopor kampanye Pancawarga, yaitu satu keluarga cukup lima. Ayah ibu dan 3 anak. Walau akhirnya diciutkan lagi dalam program KB, 2 anak cukup, laki perempuan sama saja. Kakakku salah satu konsultan remaja untuk masalah seks dan reproduksi.

Ku tahu dari kakakku, Diah temanku itu berkonsultasi karena sudah dua bulan terlambat datang bulannya. Dengan polos, aku bertanya kok bisa? Mungkin waktu itu kakakku juga tidak tau mau menjelaskan apa, kakakku hanya mengatakan “ Temanmu itu sedang hamil!”

Lamunanku buyar, ketika seorang ibu menyenggolku karena kasir kini giliranku. Bergegas aku mengeluarkan belanjaan dan membiarkan kasir menghitung lalu aku membayar dan memasukan kembali belanjaan ke kereta belanja. Saat aku mendorong kereta belanja, wanita yang kuingat sebagai temanku, menepuk pundakku.

“Masih ingat aku?” tanyanya sambil tersenyum
“Kamu ingat aku juga?” Aku balik bertanya
“Icha kan? Bagaimana kabar Kak Sandra?” kali ini senyumnya penuh
“Betul, saya Icha. Sandara baik-baik, anaknya 3, dua sudah kuliah, Kamu sendiri?
“Aku sudah bercucu! Tuh, lagi jalan sama anakku. Anak yang menyebabkan aku tidak lulus SMA.” bisiknya pelan ditelingaku. Sesaat aku tidak tahu harus berkata apa.
“Tapi aku sangat mencintai anakku, kesalahan waktu remaja, kutebus dengan memeliharanya. Sekarang ia, Insinyur pertanian dari Gajah Mada” Ujarnya lugas. Seorang lelaki muda menggendong balita datang menghampiri kami.
“Tegar, ini teman ibu waktu SMA!” Temanku memperkenalkan putranya padaku. Ku terima uluran tangannya dan kamipun berjabat tangan. Genggamannya terasa kuat dan mantap.
“Malam tante, Tegar. Petani!” Ujarnya memperkenalkan diri.
“Dia selalu begitu kalau memperkenalkan diri” Ujar ibunya
“Loh, memang aku petanikan bu?” Ujar pemuda itu sambil menatap ibunya jenaka. Lalu balik menatapku. Balita dalam gendongannya terkulai tertidur dipundak Tegar.
“ Icha teman SMA, ibumu” Balasku.
“ Tante sama siapa?” tanyanya, sambil memperbaiki posisi anaknya setelah melepaskan tanganku.
“Sendiri.” Jawabku. ”Eh kalian tinggal dimana?” tanyaku lagi
“Bu, aku bawa Permata ke mobil yah” Ujar Tegar pada ibunya lalu pamit padaku.
“Kami tinggal di Gunung Kidul. Di Jakarta, Tegar sedang ada workshop. Yah aku ikut sekalian jalan-jalan”. Ujar Diah sambil menjajarkan langkah kami. Minggu lalu aku ke Gunung Kidul tak bertemu mereka Ujarku daam hati.
Aku dan ibunya memandang sosok laki-laki gagah tadi yang berjalan beberapa langkah di muka kami..
“Ia sangat tegar sesuai namanya!” Ujar temanku
“Kamu pasti bangga memiliki dia” ujarku
“Oh jelas, sangat bangga. Seluruh jiwa raga kupertaruhkan untuk menghadirkan Tegar ke dunia. Dengan tegar aku menerima caci maki keluarga dan masyarakat sekitarku. Karenanya kunamakan dia Tegar. Aku menjadi ibu merangkap ayah untuk membesarkannya. Sebagaimana harapan dan doaku agar ia senatiasa Tegar menjalani hidup. Dan itu dibuktikan dengan mejadi ayah dan ibu sekaligus.Sama seperti aku. Menantuku meninggal saat melahirkan cucuku! Ujar Diah tenang.

Perasaanku bercampur aduk medengar kisah hidupnya. Ketegaran sang ibu menurun pada sang anak. Aku salut dan kagum pada Diah. Kesalahan yang dilakukannya dimasa lalu tidak menghilangkan masa depannya. Tekadnya yang kuat memperbaiki kesalahan yang telah dilakukannya. Dan kini ketabahan dan ketekunannya telah membuahkan buah yang bagus dan berkualitas. Oh Sungguh besar kuasa Tuhan. Kami berpisah di pintu gerbang. Semoga Tuhan memelihara mereka, doaku dalam hati. (Aku yang mencoba mencari arti hidup. 30 Agustus 2006.Pk. 00.15)

No comments:

Post a Comment