KANGEN di tengah RAKER
Belum dua puluh empat jam aku berpisah dari suami dan anak-anakku. Tapi entah mengapa sisi hati ini merasa gelisah. Hari ini hingga besok aku mengikuti Rapat Kerja yang diadakan perusahaan tempatku bekerja untuk evaluasi dan menyusun rencana strategi menyongsong tahun 2007.
Ketika rencana ini kukemukakan pada suamiku, ia hanya mengatakan dengan datar “Kewajiban kamu untuk mengikuti rapat Kerja tersebut”. Dalam hati aku berkata, aku juga tahu! Cuma tahun-tahun yang lalu biasa di lakukan di kantor saja tanpa perlu bermalam. Entah karena target tercapai atau bahkan berlebihan, maka kali ini dipilih di sebuah hotel bintang empat di kawasan hiburan keluarga, di tepi laut Jakarta.
Kami berkumpul, di sebuah ruangan yang mirip ruang sidang soalnya taplak mejanya berwarna hijau walau ada hiasan kain batiknya. LCD dan laptop suda menyala. Aneka presentasi sudah digelar. Diantara deretan dokumen evaluasi dan pertanggung jawaban Bau tubuh kalian bertiga menyergap hidungku, nikmat tapi menyiksa.
Hari sudah larut malam. Jarum panjang mendekati angka sembilan, artinya, baru dua belas jam kita tak bersama. Malam memang menjelang tapi masih di kota yang sama. Hanya terpisah kewajiban dan aturan maka aku terikat di sini dan kalian di sana, di rumah cinta kita. Ya, aku selalu menyebut rumah kita adalah rumah cinta.
Karena aku selalu merasa bermandikan cinta di rumah itu. Canda tawa ataupun tangis dalam rumah itu adalah ekpresi dari cinta yang selalu kita hidupkan. Tiap cerita selalu mengundang tawa, apalagi mengingat ekpresi wajah masing-masing. Papa yang selalu menggoyang-goyangkan tangan dan kaki seperti sedang berjoget bila menggoda Bas dan Van. Begitupun Bas dan Van yang selalu melompat-lompat di atas spring bed kita.
Seratus kali, mama berkata Stop! Jangan lompat-lompat di tempat tidur. Sayang hanya berlaku dua menit, karena baru kalimat mama titik, Bas dan Van sudah berlompatan lagi. Suatu kali mama pun melompat-lompat di atas spring bed, kali ini papa yang berteriak: “Astaga…jebol deh!:” Papa terbelalak namun tak mama hiraukan, kalau Bas dan Van selalu melpompat, mama jadi ingin tahu, apa sih enaknya. Dan harus mama akui, asyik juga melompat di spring bed!
Pagi itu, kala mama katakan, hari ini mama kerja agak lama baru besok siang mama kembali. Sulungku Bas dengan kedewasaannya memelukku. “Akan ku jaga adik dan papa”. Ujarnya. Si kecil Van menjerit, “Mama jangan pergi!” Sebatang sembilu menusuk dan langsung menoreh luka dalam jiwaku, pedih dan menyiksa. Aku tahu kondisinya sedang tak bagus. Tapi apakah perusahaan bisa menerima alasanku kalau aku tak hadir karena Van sakit?
Dua hari sudah suhu badan Van agak hangat. Aku tahu tenggorokannya agak radang. Van susah menelan, Mulut dan bibirnya berwarna lebih merah dari biasanya dan memancarkan udara lebih panas. Aku tahu, karena dua malam sebelum tidur, aku yang memberinya obat dan membuainya dalam nina bobo. Kala anak-anak sehat, terkadang mereka tak ingin di peluk atai dicium. Tapi jika sedang sakit seperti ini, merintih dan merengek hanya mama yang mereka mau.
Saat Van menangis dan menjerit, kekasih hatiku, memeluk Van dan membuainya pesis seperti semalam, ketika aku menina bobokan. Ku buang wajahku dari permandangan yang memilukan. Karena harusnya aku yang melakukan.
Ku coba menarik nafas panjang sekedar berusaha melegakan dada yang tiba-tiba terasa menyesakkan. Seakan oksigen di kamarku habis. Ku tadahkah kepala memandang langit-langit kamar. Ada bintang dan bulan yang kan bersinar bila gelap.Ku coba tersenyum dan menghibur diri. Kuatkan tekad dan hatiku. Pintaku dalam doa. Ini kulakukan demi mereka yang ku cinta.
Ku minta Van dari pelukan papanya, Van membuang tubuhnya dan memelukku erat. Suhu badannya masih memancarkan rasa panas melebihi suhu normal. Van menyembunyikan wajahnya di leherku. Ku senandungkan lagu yang syairnya kuciptakan sendiri
“Vanessa, cintaku, cinta mama
peluk sayang, peluklah yang erat
mama kerja untuk Van dan Bas
papa kerja untuk Van dan Bas
Sayangku, Vanessa
Cintaku Bastiaan
Hapuslah duka dan air mata
Tak kan cantik wajah dan rupamu
Saat tetes bening membasahi
Wajah-wajah yang biasa bersinar
Berikan mama senyum
Agar mama tahu
Ada cinta kalian buat mama di sana.
Ketika, aku memainkan jemari di atas keyboard komputer saat break, air mata ini deras mengalir. Dalam hati aku kembali menyenandungkan syair itu berharap Bas dan Van mendengar. Kangen itu begitu menyiksa, entah mengapa, Semoga Van tidak apa-apa, harap dan doaku. Gelak tawa dan canda riang teman-teman, tak mampu hapus rasa itu. Maa milik kalian dan mama ingin kalian tahu. Mama selalu menyayangi kalian. Kelak suatu hari nanti, kalian akan paham akan sikap mama.
Aku memang orang tua kalian yang juga berarti istri papa. Aku bersyukur memiliki orang-orang yang memahami dan memberikan kesempatan untuk mengaktualisasikan diri. Sebagai bagian dari masyarakat yang lebih luas, aku juga punya kewajiban dan tanggung jawab. Besok Sabtu aku pulang, kita akan bersama merajut kasih karena aku yakin kalian dan papa tahu, kalau kita saling memiliki. (Radin Hotel, Karimata Room, 1.Des 2006)
Dear Icha,
ReplyDeleteWish your lovely Van will get well soon.
Today you are back among the people you love, have a good time.
regards,
a)udy.