Saya membaca di salah satu email yang di rilis milis yang saya ikuti, berupa undangan untuk menghadiri acara persidangan ke IX, gugatan Serikat Rakyat Miskin Indonesia (SRMI), melalui kuasa hukum Serikat Pengacara Rakyat (SPR), telah mengajukan Gugatan Perbuatan Melawan Hukum dengan metode pengajuan Gugatan Citizien Law Suit atas kesalahan penentuan kriteria keluarga miskin yang di lakukan oleh Negara Republik Indonesia Cq Presiden Republik Indonesia Cq Kepala Badan Pusat Statistik, Rusman Heriawan yang beralamat di Jl. Dr Soetomo 6-8 Jakarta Pusat.
Tujuannya agar pemerintah menarik kembali pernyataan yang mengatakan bahwa pada Maret 2008 angka kemiskinan menurun. Juga meminta agar kriteria untuk menetapkan keluarga miskin diubah menjadi lima hal, yaitu; tidak bisa memenuhi kebutuhan makanan yang sehat, pakaian yang layak, tempat tinggal yang sehat, pelayanan kesehatan dan pelayanan pendidikan hingga setidak-tidaknya sampai jenjang SMA.
Buat saya yang menarik dari tujuan gugatan tersebut adalah tujuan akhirnya. Jujur sayapun terkejut ketika pemerintah menginformasikan pada Maret 2008 bahwa angka kemiskinan turun. Dan tepat memang, jika SRMI menggugat BPS. Karena memang BPS lah yang membuat kriteria keluarga miskin. Dan angka kemiskinanpun di dapat pastinya dari survey yang dilakukan BPS karena BPS lah lembaga resmi pemerintah yang mengukur semua aspek kehidupan masyarakat Indonesia.
Kalau tuntutan SRMI dipenuhi, saya tidak bisa membayangkan besarnya angka kemiskinan di Indonesia. Saya tidak tahu apa motivas SRMI melakukan gugatan dan tuntutan tersebut. Karena jika misalnya gugatan dan tuntutan tersebut menang. Lalu mau apa? Keluarga atau orang-orang miskin ini mau di apakan? Wong yang katanya angka kemiskinan jumlahnya menurun, pemerintah masih belum berhasil (Bahasa halus dari gagal) memperbaiki atau meningkatkan kesejahteraannya. Bagaimana jika angka tersebut meningkat?
Tapi memutuskan gugatan/tuntutan tersebut memang tidak mudah. Harus dikaji lebih jauh bagaimana pemerataan pendidikan/kesehatan/perkembangan ekonomi dikaitkan dengan kemampuan pemerintah dan anggaran yang ada. Semua kan bukan sim sala bim. Ujung-ujungnya kita akan menjumpai sebuah informasi, factor-faktor di atas dipengarui oleh tingginya korupsi. Dan ketidak seimbangan pembangunan dalam segala sektor di seluruh lapisan masyarakat. Dan ini tidak bisa ditimpakan kesalahan pada pemerintahan yang ada. Karena kelangsungan Negara Indonesia sudah 63 tahun.
Yang bisa kita kritisi atau pertanyakan, seberapa serius pemerintah mengatasi hal ini (Masalah kemiskinan) Dan menjelang pemilu, seberapa banyak masyarakat kita percaya pada janji-janji surga partai politik dan calon legeslativ. Pada akhirnya, sudahkan MUI memikirkan tanggung jawab moral dengan mengeluarkan fatwa golput itu haram? Salahkah jika banyak warga negara yang tidak mau memilih karena tidak ada dampak berarti bagi perbaikan kehidupan mereka?Kamis 29 Januari 2009.
janji pemerintah hanya palsu. SRMI saya harap bisa menggugaat
ReplyDelete