Ketika ke-dua ibuku Sakit



Aku sedang membersihkan rumah ketika pesan singkat masuk di hape. Dari salah satu kakak yang memberitahu Mama kurang sehat. Aku langsung menelepon dan bertanya Mama berada dimana? Bagaimana keadaannya? Usai menelepon, aku terduduk dan menatap lantai ruangan yang baru setengah disapu.

Jam dinding menunjukan jam 07.05, aku mempercepat membersihkan rumah lalu mandi. Aku mengirim pesan singkat ke suami memberitahu kalau aku pergi ke rumah Mama. Aku berjanji sebelum anak-anak pulang sekolah  sudah akan berada di rumah lagi.

Usia Mamaku lebih tua 4 tahun dari Emak, ibu mertuaku. Kedua perempuan sepuh ini sudah lama ditinggal pergi suami masing-masing menghadap sang ilahi. Kini keduanya dalam kondisi kurang sehat. Sebenarnya aku mengerti dan maklum mengingat usia mereka yang memang sudah tua, otomatis semua organ tubuhnya pun menua. Mama tahun ini akan berusia 84 tahun dan Emak berusia 80 tahun. 

Aku sadar keduanya tinggal menunggu waktu. Dan sewajarnya jika kami, anak-anak juga menyiapkan diri agar kuat dan ikhlas bila waktunya tiba. Hal yang tidak aku inginkan adalah jika keduanya harus menderita terlebih dulu, karena sakit misalnya.

Selama perjalanan ke rumah Mama, ingatanku melayang ke akhir Mei yang lalu. Aku sempat berlibur sepuluh hari bersama Mama, dan kedua anakku. Sebuah kesempatan yang sangat aku syukuri karena tahu dan sadar belum tentu kesempatan semacam itu terjadi lagi. 

Aku membuka pagar perlahan lalu kututup kembali. Pintu ruang depan tertutup tapi tak terkunci. Aku masuk dan langsung menuju kamar mama. Perempuan tua ini sedang tidur. Kusentuh perlahan kakinya, terasa hangat. Ia terbangun dan menatapku lama. Aku diam untuk menguji, apakah ia mengenaliku.

“Icha?’

“Ya betul. Sudah bangun? Katanya sakit. Sakit apa sih?” Aku bertanya dengan nada riang seolah tidak ada apa-apa. Hal itu kulakukan untuk mengalihkan rasa cemasku. Ia memukul lenganku lalu mencoba duduk.

‘Siapa yang bilang saya sakit?” tanya mama 

“Tidak ada yang bilang, Icha kan bisa lihat di kuku jempol. Sudah seminggu Mama tidak mau makan, makanya Icha ke sini. Sekarang Mama mau makan apa?” tanyaku. Perempuan itu tersenyum, aku merasa senang.

“Kalau kamu ke sini, bagaimana dengan anak-anak?” tanya Mama lagi.
“Oh santai saja ma, tadi Icha sudah kirim sms minta presiden kirim helikopter untuk jemput anak-anak” Jawabku

“Icha, saya serius!” Seru Mama lalu tertawa

“Ya ampun mama, jangan galak-galak ah. Kalau anaknya datang harusnya disayang” Ujarku  sambil membaringkan diri di dekat kakinya. Ada perasaan senang bercampur cemas. Senang bisa bercanda dengan Mama tapi cemas karena ia terlihat kurus dan pucat.

“Saya itu tidak sakit, saya cuma merasa lemas” Ujar Mama.

Saya tidak bisa berkata apa-apa. Kondisi Mama memang apa adanya di usianya yang hamir 84 tahun. Ia tidak sakit tapi kondisi fisiknya memang menua karena usia. Tapi tetap saja ada perasaan cemas yang tidak enak mengganjal di hati ini, ketika mengetahui Mama dan Emak sakit. Ketika kedua ibu sakit, tak ada rasa tenang di hati. Aku berharap bisa melakukan sesuatu tapi aku tak tahu. Semoga Tuhan memberi waktu sedikit lagi agar aku bisa sedikit lebih lama menyayangi keduanya.

No comments:

Post a Comment