SETAPAK dan Penegakan Hukum Di Sektor Sumber Daya Alam



Indonesia, adalah salah satu dari 10 Negara yang memiliki hutan terluas di dunia. Indonesia memilik 46,46 % daratan. Memiliki hutan dengan luas 884.950 ha hutan. Tak salah kalau hutan Indonesia berkontribusi sebagai paru-paru dunia, penyedia oksigen. Karena  itu Indonesia juga merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam dan sangat berkontribusi dalam mendorong perekonomian dan meningkatan devisa negara, khususnya di sektor kehutanan, perkebunan dan pertambangan. Sayang kenyataannya gak sebaik itu. Indonesia memiliki persoalan kehutanan yang kompleks.

Maka tahun 2011, The Asia Foundation membuat program SETAPAK- Selamatkan Hutan dan Lahan melalui Perbaikan Tata Kelola. Karena itu penting, melibatkan semua pihak untuk meyusun perencanaan dengan target goals yang sama. Program SETAPAK  baru saja menginisiasi Forestival 4, yaitu forum pertemuan masyarakat sipil yang aktif, untuk mendorong tata kelola hutan dan lahan, melalui keterbukaan informasi publik, penegakan hukum, pendekatan berbasis gender, kebijakan sumber daya alam, serta anggaran dan keuangan berkelanjutan untuk mendiskuskan berbagai inisiatif dan tatangan dalam memastikan pengalolaan sumber daya alam yang adil dan berkelanjutan.

Sukma Violetta, S.H., LL.M, selaku Wakil Ketua Komisi Yudisial Republik Indonesia dan Indro Sugianto, S.H., M.H., selaku Komisioner Komisi Kejaksaan Republik Indonesia bersama moderator


Saya hadir pada Forestival 4, di hari kedua dengan narasumber: Sukma Violetta, S.H., LL.M, selaku Wakil Ketua Komisi Yudisial Republik Indonesia dan Indro Sugianto, S.H., M.H., selaku Komisioner Komisi Kejaksaan Republik Indonesia untuk berdiskusi bersama CSO dari 14 provinsi di Indonesia di Hotel Harris Vertu, Hayam Wuruk, Jakarta.

Tema hukum adalah tema yang serius dan berat. Tapi karena ini terkait banyak hal, sayapun menyimak walau dengan kening berkerut. Soalnya hutan Indonesia sudah dalam kondisi bahaya yang mengancam sumber-sumber kehidupan. Banyak masyarakat kehilangan matapencarian. Bahkan menjadi pemicu konflik. Persoalan lain, hilangnya matapencarian akan menimbulkan problem baru. Meningkatnya angka pengangguran/ masyarakat tak produktif bisa menjadi pemicu kejahatan. Belum persoalan konflik antara masyarakat dan pebisnis pemegang hak usaha atas tanah di hutan. Maka Penegakan Hukum untuk Penyelamatan Sumber Daya Alam menjadi sesuatu yang serius dan penting untuk didiskusikan.

Penyimpangan pengelolaan sumber daya alam, lemahnya regulasi & penegakan hukum oleh aparat penegak hukum di tingkat daerah maupun nasional menambah persoalan dalam mewujudkan tata keloa hutan dan lahan yang berkeadilan dan berkelanjutan. Sehingga dibutuhkan upaya-upaya konkret dari pemerintah untuk mengatasi konflik dengan menerapkan kebijakan yang mengatur tata guna lahan dan peruntukan kawasan hutan, serta menindak tegas para pelaku kerusakan hutan dan lahan.


Blogger dari Komunitas ISB


Lalu di mana peran kita sebagai masyarakat sipil? Menurut  Indro Sugianto, S.H., M.H., selaku Komisioner Komisi Kejaksaan Republik Indonesia, sejak reformasi masyarakat sipil bisa berkontribusi. Kita bisa turus mengawasi dan melaporkan. Suara kita bisa didengar. Ke mana kita menyampaikan aspirasi? Sekarang sudah dibentuk Komisi-komisi yang berangggotkan masyarakat sipil untuk mengawasi lembagai atau instutusi pemerintah.

PoliceWach untuk Kepolisian, Komisi yudisial untuk mengawasi para hakim, Komisi Kejaksaan untuk mengawasi para Jaksa, komisi perlindungan anak untuk mengawasi Kementrian Perempuan dan perlindungan anak. Terus apa yang diawasi. Yang bisa kita awasi adalah kinerjanya dan prilaku personalnya.

Menurut Sukma Violetta, S.H., LL.M, selaku Wakil Ketua Komisi Yudisial Republik Indonesia, selalau peraturan sebagai acuan juga ada yang namanya Etika. Jadi kinerja dan sikap prilaku dalam sebuah jabatan nggak bisa dipisahkan. Misalnya pertemuan antara hakim dan terduga terdakwa, walau pertemuan tidak resmi, bahkan seandainyapun mereka kawan/kerabat. Secara undang-undang tidak melanggar tapi secara etika tidak dibenarkan. Makanya untuk hal-hal tertentu, kode etik lebih tinggi kedudukannya dari aturan hukum.
Selaku masyarakat sipil, kita bisa mengawasi. Semua informasi yang kita ketahui dari media massa dan media social, jika terasa janggal, kita bisa menyampaikan ke komisi yang bertugas mengawasi institusi tersebut, seperti yang sudah saya tuliskan di atas.


Kaitan dengan Program SETAPAK- Selamatkan Hutan dan Lahan melalui Perbaikan Tata Kelola. Sesungguhnya hutan itu seperti ibu bumi. Terlalu banyak mahluk hidup yang kehidupannya bergantung pada hutan. Maka perbaikan hutan dan lahan melalui perbaikan tata kelola, diharapkan bisa meminimlakan persoalan seputar kehutanan. Dengan meminimalkan permasalah did an dalam hutan, hutan kita bisa lebih produktif.

Tata kelola hutan dan lahan yang baik adalah kunci bagi pembangunan sektor hutan yang berkelanjutan yang bertujuan untuk pemerataan kesejahteraan bagi masyarakat desa sekitar hutan serta  pelestarian lingkungan.


No comments:

Post a Comment