Menyiapkan Generasi Emas, Bebas Stunting di Mulai dari Orangtua



 Menjadi istri dan ibu bukanlah cita-cita utama saya. Saya terlahir dalam keluarga besar. Saya anak ke 7 dari 11 bersaudara perempuan semua. Ibu saya guru dan almarhum ayah saya Purnawirawan TNI AD. Pada akhirnya menjadi istri dan ibu, saya banyak belajar dari Ibu dan saudara-saudara perempuan. Perjalanan karir saya, salah satunya di sebuah radio siaran swasta niaga dengan menjadi host/pembawa program bincang-bincang, memberi saya banyak pengetahuan.


Pesona Buah Hati, program psikhologi tumbuh kembang anak, bekerja sama dengan ikatan Sarjana Psikhology Jakarta dan Pesona Gizi Keluarga bersama Pakar gizi, almarhumah Ibu Toeti Soenardi, memperkaya wawasan dan mempengaruhi wacana berpikir saya.

Tapi ketika menikah, hamil dan melahirkan. Sumpah semua dimulai dari nol. Ada sesuatu yang tumbuh dalam Rahim, menjungkir balikan seluruh kehidupan saya. Cemas, senang, sedih dan takjub bermain-main dalam kolam pemikiran saya. Inikah yang disebut keajaiban? Ada kehidupan dalam tubuh saya. Sejak detik itu, saya mendadak lapar. Lapar akan pengetahuan. Tentang kehamilan, pertumbuhan janin, bagaimana merawat sesuatu yang nggak nampak dalam tubuh saya tapi harus dipelihara. Tidak mudah karena diikuti perubahan mood, nggak selera makan, mual, pusing dan sensitive.




Semua baru saya pahami, ketika merasakan sendiri. Selain diri sendiri (calon ibu) maka suami (Si calon bapak) mempunyai andil besar dalam memelihara kehamilan. Komitmen calon ibu dan Calon bapak, serta kesamaan tujuan dengan parameter yang sama, harus dibangun dan disepakati. Walau calon bapak tidak mengalami kehamilan, tapi kesadaran dan komitmen untuk menjadi orantua dituntut  sepenuh hati dan sepenuh cinta mendamping si calon ibu. Menyenangkan si calon ibu, besar dampaknya pada pertumbuhan si calon bayi. Karena ibu yang bahagia, dan selalu merasa nyaman akan memberikan rasa yang sama pada si anak. Ini bukancCuma pendapat saya tapi juga disampaikan  Ratu Anandita – Parenting Influencer. 

Salah satu nara sumber webinar dengan tema Webinar Bertemakan “Siap Menjadi Ibu Pencetak Generasi Emas Bebas Stunting” yang diselenggarakan PP Aisyiyah bersama @nutrisikeluarga, narasumber lainnya:
Dr. dr. Tubagus Rachmat Sentika, Sp.A, MARS – Dokter Anak

Dr. Tria Astika Endah permatasari, SKM, – M.Kes PP Aisyiyah
Vera Itabiliana Hadiwidjojo, S.Psi., – Psikolog

Webinar ini terlaksan diakhir Juni 2020.

Masa depan anak ditentukan oleh masa 1.000 hari pertama kelahiran yang dihitung sejak awal masa kehamilan (270 hari) hingga anak berusia 2 tahun (730 hari). Pada masa ini, orang tua perlu memberikan stimulasi yang baik untuk anak agar anak dapat bertumbuh kembang dengan baik.



Terbatasnya pengetahuan tentang pentingnya persiapan gizi saat hamil menjadi tantangan dalam program pengentasan stunting di Indonesia. Padahal, 1.000 hari pertama kehidupan merupakan fase penting dalam perkembangan otak dan tubuh anak dan mencegah anak stunting/ gizi buruk ataupun malnutrisi.
Prevalensi stunting Indonesia hingga akhir 2019 kemarin masih berada di angka 27,7%. Walau angka tersebut turun sekitar tiga persen dibanding tahun sebelumnya, tapi jumlah tersebut tetap tinggi karena WHO menetapkan batas atasnya 20%.

Menurunkan prevalensi stunting menjadi tanggung jawab bersama. Bukan hanya pemerintah tapi juga masyarakat dan semua yang peduli pada persiapan generasi Emas.   Dokter anak Dr. dr. Tubagus Rachmat Sentika, Sp.A, MARS mengatakan jika anak sudah stunting itu sama saja dengan bodoh permanen, tidak bias dikejar ketertinggalannya. Tapi kalau masih sebatas gizi buruk, nasih bisa dibantu dengan diberikan makanan dengan kandungan gizi yang baik. Itu sebabnya Dokter Rahmat Sentika menegaskan #SKMbukansusubalita.

Menjawab pertanyaan kalau sekadar toping untuk kue atau pudding atau es krim apakah boleh diberikan pada balita? Jika ada yang lain, mengapa harus diberikan SKM? Karena walau masyarakat mengenalnya sebagai SKM, kenyataannya itu hanya kental manis tanpa susu. Banyak pembuktian jika dipanaskan hanya akan menghasilkan caramel gula.        Jadi apa dong penyebab anak stunting?


Menurut Dr. Tria Astika Endah permatasari, SKM,
jadi stunting itu kondisi gagal tumbuh pada anak, akibat kekurangan gizi dalam jangka waktu yang lama. makanya penting bagi pasangan calon orangtua untuk memahami pentingnya perdsiapan di 1000  hari pertama kelahiran yang dimulai sejak janin dalam rahim tumbuh.

Penyebab stunting, bisa karena kurangnya protein. Kekurangan gizi dalam jangka waktu yang lama, kekurangan air bersih dan sarana sanitasi juga sulitnya akses pada layanan kesehatan. 

Jadi memberi makan pada anak nggak cukup asal kenyang. Asupannya harus memenuhi  unsur gizi, seperti karbohidrat, protein, vitamin dan mineral. 
Untuk mengingat apa yang harus diberikan pada anak dengan gizi yang cukup, ingat prinsip isi piringku dengan paduan Tumpeng gizi seimbang.   




Terkait persiapan generasi emas, tentu terkait dengan ibu dan ayahnya. Menjawab pertanyaan salah satu peserta webinar, apakah dalam mencari pasangan diperlukan untuk mengetahui bobot, bebet dan bibitnya?   Psikholog Vera Itabiliana Hadiwidjojo, S.Ps mengatakan yang utama adalah pengenalan antar kedua pasangan. Dan jaiuh lebih baik jika dibangun rasa saling percaya dan komitmen dalam membangun pernikahan termasuk dalam mempersiapakan anak-anak. Kesama tujuan akan membuat kedua orang tersebut merasa nyaman untuk menjalani kehidupan bersama. Itu modal penting dalam membangun pernikahan.

keluarga bahagia, adalah yang semua anggotanya terpenuhi semua kebutuhan jasmani dan rohaninya, dimulai dari ayah dan ibu yang berkomitmen memberikan yang terbaik buat anak-anaknya. Karena Orangtua adalah pembangun fondasi pertama dalam persiapan generasi emas bebas stunting.

1 comment:

  1. orang tua berperan besar, bagaimanakan masalah orang tua tanpa diketahui anak, karena pola pikir yang membebani sehingga berdampak pula kepada anak yang tak tau menahu kondisi orang tua, harus menutupi tetapi orang tua juga harus segera bertindak

    ReplyDelete