BARONGSAI DI VIHARA HOK TENG CENG SIN




Aku sejak lahir hingga awal tahun 90-an tinggal di sebuah perumahan di bilangan Kebayoran Lama tepatnya di Cidodol.Aku menghabiskan masa kanak-kanank, remaja hingga tamat SMA di Cidodol. Dekat perumahanku ada sebuah Vihara. Aku dan teman-teman biasa menyebut Toa Pe kong, hingga jalan menuju Vihara tersebut juga di kenal dengan nama jalan Toa Pe Kong.

Di samping Toa Pe Kong berdiri sekolah bernama Surya Dharama yang melayani pendidikan SD, SMP dan SMK. Seingatku, dulu Toa Pe Kong ini juga memberikan latihan Kung Fu.

Sabtu, 3 Maret 2007, aku dan suami membawa kedua anakku Bas dan Van ke Toa Pe Kong ini untuk melihat pertunjukan Barongsai. Kebetulan bertepatan dengan perayaan Cap Go Meh, hari ke 15 sesudah Imlek.

Toa Pe kong ini bernama Hok Tek Ceng Sin di bangun tahun 1952, di renovasi tahun 1993 dan diresmikan pemakaian sesudah renovasi sekitar September 1994. Vihara ini bisa di katakan sebagai Pusat Agama Budha di Jakarta Selatan.

Menurut salah satu warga yang hadir di perayaan Cap Go Meh, Barongsay di vihara ini baru dihidupkan sekitar tahun 2001, itupun tidak ada kegiatan hanya latihan. Baru sejak Presiden Gus Dur mengakui Imlek, Barongsay vihara ini menjadi salah satu Barongsay yang mengisi berbagai pertunjukan. Di vihara ini sudah tidak ada perguruan Kung Fu tapi masih ada Perguruan Kesehatan Teratai Putih dan Wushu.

Pada perayaan Cap Go Meh yang diselenggarakan di pelataran Vihara Hok Teng Ceng Sin dan Halaman belakang sekolah Surya Dharma, turut hadir Pengurus Vihara, Ketua Yayasan Surya Dharma, Majelis Tri Dharma Jakarta Selatan dan Ketua Pemuda Tri Dharma Jakarta Selatan.

Para tokoh tersebut dalam sambutannya, secara umum meminta semua warga keturunan Tiong Hoa untuk meningkatikan Persatuan dan Kesatuan sebagai Bangsa Indonesia. Serta berharap semoga hoki tahun mendatang lebih baik.

Berada di Toa Pe Kong aku seperti berada di negeri China. Pintu Gerbang di jaga dua patung Barongsay . Melewati gerbang langsung berhadapan dengan tempat persembahyangan umat. Di kiri pintu masuk ada tempat pembakaran. Dibelakang tempat persembahyangan, ada teras Vihara yang langit-langitnya di hiasi ratusan lampion berwana merah dan emas. Di masing-masing lampion tertulis nama keluarga. Mungkin itu untuk menunjukkan sumbangan warga atau keberadaan warga yang melakukan persembahyangan di vihara ini.

Malam makin larut, pertunjukan barongsay sudah lama berakhir, panggung hiburan kini menyajikan band sekolah dengan lagu-lagu pop yang sedang trend, seperti lagu dari Nidji dan Samson. Suasana pecinan memang sangat terasa tapi dari pembicaraan dengan mereka, mereka tetap orang Indonesia. (Icha koraag, 4 Maret 2007)

No comments:

Post a Comment