PEREMPUAN YANG MENJADI IBUKU !


Akhir pekan minggu lalu aku mengunjungi ibuku. Seperti biasa ia tengah berbaring sambil membaca Libelle.. Karena ia mengeluh kerap merasa pegal-pegal Aku menawarkannya untuk memijat yang disambut dengan sukacita.

Pendengarannya sejak lima tahun terakhir sudah berkurang Ada juga beberapa penyakit yang sudah mulai menggerogotinya seperti vertigo tapi dengan pengawasan yang ketat dalam soal makanan dan minumannya, perempuan ini bisa di bilang sehat-sehat. . Tahun ini, usianya akan mencapai 78 tahun di bulan September. Ia bisa nampak bertambah tua sepuluh tahun atau bahkan jatuh sakit jika memikirkan hal-hal tertentu menyangkut persoalan anak-anak atau cucunya.

Terlahir di Menado 24 September 1929, ibuku di beri nama Olga Magdalena Parera, sebagai anak kedua dari tujuh bersaudara pasangan mantan Walikota Menado Jurian Parera dan Adelaida Coloway. Menikah dengan ayahku, Alm. Bastiaan Koraag. Di karuniakan sebelas orang anak perempuan.

Masa kecil hingga remaja di lalui ibuku di kota kelahirannya Menado yang mendapat julukan sebagai propinsi ke dua belas Nederland, Ibu selalu ikut meramaikan pesta yang berkaitan dengan Negara Belanda. Misalnya ulang tahun Ratu Juliana, ia ikut berpawai keliling kota dengan gadis-gadis seusianya. Ibu menempuh pendidikan hingga tamat Kweejk School, setara Sekolah Pendidikan Guru.

Aku mulai memijat dari kakinya. Entah mengapa, ketika tangan ini menyentuh Ibu keharuan menyergapku. Semakin ku sentuh betis dan pahanya, nyaris aku tak dapat menahan tangis. Tubuhnya sudah sangat lembek. Rasanya tak percaya, ini tubuh dari perempuan yang sudah melahirkanku. Kulitnya sudah sangat lentur. Aku bersyukur, tubuh ini terasa hangat dalam tanganku, menandakan masih ada nafas kehidupan dalam tubuhnya.

Ibu adalah perempuan ulet, kuat dan tegar. Melalui kehidupan yang tidak mudah di masa perang, mengharuskannya sabar dan kuat hidup bersama empat orang anak karena ayah harus bergerilya. Sedikit kebahagiaan mewarnai kehidupan ibu kala perang berkecamuk, justru saat ayah di penjara. Memang perasaannya tersiksa melihat ayah di balik jeruji, sosok lelaki gagah yang menjadi ayah dari anak-anaknya, terkurung dalam sekotak ruangan. Padahal biasanya Ibu melepas sang suami dalam balutan seragam hijau tentara yang gagah dan menyandang senjata.

Kebahagiaannya di rasakan karena dengan di penjara, berarti ayah selamat dan Ibu tak cemas memikirkan ayah di antara desingan peluru di meda

No comments:

Post a Comment