(Catatan Perjalanan Icha) Kuala Tungkal Hari ke II, 12 Feb 2008

Selasa, 12 Feb 2008
Pk. 06.00

Kelelahan akibat pejalanan dan menunggu terhapus sudah dengan istirahat tidur semalam. Kemarin pagi, aku meninggalkan suami dan kedua anakku saat fajar belum mengintip. Kini ku terbangun dengan sinar mentari yang sudah menerobos dari kisi-kisi ventilasi kamar hotel. Semburat cahaya berwarna kuning kemerahan, membentuk garis memanjang yang terpantul di dinding kamar.

Keindahan pantulannya menimbulkan rasa bahagia. Ku lirik jam yang masih terikat di pergelangan tangan, ingatanku melayang pada anak-anak yang pasti tengah bersiap ke sekolah. Doa mama bersama kalian nak!” Seruku dalam hati.

Kesempatan ini sekaligus ku gunakan untuk mengambil waktu teduh pribadi. Ku pejamkan kedua mata, berusaha mengosongkan pikiran dari segala tugas dan beban pekerjaan. Aku menghubungkan diriku dengan sang pemilik kehidupan. Menit pertama aku masih mendengar deru mobil di luar, aku tetap berkonsentrasi selanjutnya aku merasa melayang pada satu planet. Tetap dalam kesadaran karena aku bisa menggambarkan denga jelas apa yang kulihat dan ku lalui tapi aku tak mendengar apa-apa.

Saat seperti itu, saat melayang pada sebuah planet, aku berbicara kepada sang pemilik kehidupan. Ku curahkan semua rasa dari apa yang ku rasa menjadi beban atau rasa kebahagiaan, juga ke khawatiran yang menyelimuti jiwaku. Aku seperti merasa menonton sebuah film yang menceritakan penjelajahan di angkaa luar. Nampak warna hitam, merah, abu-abu sesekali ada semburat putih dan keemasan. Aku terkagum-kagum dengan permainan warna pada medan seperti bebatuan atau alam raya tak berbatas.

Aku sempat merasakan kelelahan, dada ini bergolak cepat sehingga merasa nyaris tak bernafas karena emosi dalam diri tapi kubiarkan semua mengalir begitu saja sampai pada satu saat semua kembali dalam ritme yang tearatur. Saat seperti itu aku mrasa sangat ringan, melayang bagaik kapas, seiring hati ini merasa nyaman dan tentram. Aku bisa merasakan kalau aku tersenyum. Dan gambaran orang-orang yang kukasihi silih berganti muncul dan mereka semua tersenyum.

Aku senang sekali bisa mempunyai pengalaman pribadi seperti ini, sulit menggambarkan dengan kata-kata yang nyata untuk menggambarkan apa yang kulihat, kualami dan kurasakan tapi aku merasa terpuaskan. Sampai saat rasanya mataku sudah terbuka namun butuh waktu beberapa saat untuk aku melihat ujud nyata dimana sebenarnya aku berada. Kesadaranku kembali penuh, manakala terdengar bunyi pesan singkat di telepon selulerku..

Aku masih tidak mengubris HP karena jiwaku separuh raanya masih belum kembali. Dalam posisi duduk deangan tangan bersitangkup di dada, kembali aku menaikkan doa dan pujian syukur untuk semua yang sudah kuterima dan memohon, agar tiap perbuatanku bisa memberikan kebaikan bagi sesama.

Selesai meditasi , aku membuka pesan singkat di HP. Aku tersenyum membacanya dari belahan jiwaku, yang menanyakan apakah aku sudah bangun? Segera ku jawab dan ku kirim. Usai membalas pesan singkat di HP aku langsung mandi.

Saat di kamar mandi baru kuperhatikan kalau airnya memang tidak putih jernih melainkan bening tapi kekuningan. Maklum air sulingan dari air laut. Semalam tidak apa-apa ketika kugunakan memberihkan diri. Walau aku memilih air kemasan dalam botol untuk membantu membersihkan mulut dan gigi. Tidurku nyaman, jadi kupastikan kalau kegunakan meniram tubuhkupagi ini, pasti mampu memberikan kesegaran juga. Usai mandi dan berpakaian, aku masih punya cukup waktu untuk memeriksa kerjaan kemarin dan mempersiapkan kerjaan berikutnya.

Pk. 8.30 .
Aku chek out dan berangkat ke tempat target yang harus aku audit. Matahari Kuala Tungkal sudah menyengat, maklum kota di pinggir laut. Bau asin menyentuh hidung saat aku keluar pintu hotel, Kehidupan masyarakat kelas menengah bawah, nyata tergambar. Jalan aspal selebar tak lebih dari 4 meter, terapit jalan tanah bukan trotoar. Rerimbunan semak tak beraturan tumbuh di sisinya. Warung-warung dan rumah kayu nyaris sama satu sama lain. Yang sedikit memberikan gambaarnindah, adalah warna-warni spanduk promosi perusahaan atau gambar wajah-wajah anggota DPRD Tingkat II adan Bakal calon Bupati.

Di bawah gambar bakal calon atau tokoh politik setempat terdapat slogan-slogan indah.Seperti : Bahu membahu membangun kesejahteraan rakyat. atau Kesejahteraan rakyat adalah tanggung jawab bersama. Aku tak mau menghakimi, walau dengan kasatmata aku bisa melihat kemiskinan namun kesejahteraan aku tidak tahu. Mungkin saja dengan kondisi seperti yang ku lihat rakyat sudah merasa sejahtera.

Pukul 09.00. tepat aku sudah di tempat target.
Supervisor sudah menunggudan mempersilahkan aku masuk. Menggunakan ruangannya, aku memeriksa si supervosir dengan metode interview. Kubuat kondisinya nyaman, dengan prolog siapa aku dan tugasku lalu ku mihta ia menceritakan pekerjaan dan caranya mengatur kerja timnya. Selama ia bercerita sesekali aku memotong dengan pertanyaan. Tak terasa 3 jam kami ngobrol. Kami istirahat untuk makan siang.

Sekembali dari makan siang, aku mulai mmeriksa sejumlah dokumen yang aku cek silang denga sistem di komputer. Senang rasanya karena semua mau bekerja sama. Pekerjaan audit selesai di akhiri dengan foto bersama (Tapi foto-foto belum bisa aku up load, mungkin nanti bisa diintip di blogku). 30 menit sebelum aku pamit, aku masih bis ngobrol antai dengan semua staf termsuk Office boy dan security.

Tepat pk. 16.00 aku pamit melanjutkan perjalanan ke Jambi.
Untuk selanjutnya melakukan audit di Muara Bungo.Terima kasih untuk Supervisor GH Kuala Tungkal Pak Very dan Administrasi Aktivasi/Validasi Pak Sonny.

Perjalanan kembali ke Jmanbi tak jauh berbea dengan perjalanan dari Jambi ke keuala Tungkal. Lewat jalan yang sama hanya kali ini cepat berganti gelap. Kalau kemarin siang hingga hingga sore, sekarang sore hingga malam.

Aku duduk di samping supir, aku tak banyak bercapak karena aku banyak mengirim dan menjawab pesan singkat dan sesekali melakukan atau menerima panggilan telephone. Bukan hanya dari suami atau anak-anak tapi juga dari sesama teman-teman auditor. Sore di Kuala Tugkal tidak memberi kesan apa-apa. Permandangan kumuh dan miskin sangat nyata. Jalan tak terawat nyaris bagai kubangan Lumpur, membuat mobil seperto sedang mengikuti Off Road. Untuk supir cekatan, sehingga semua bisa di lalui. Di langit kemerahan di antara awan-awan putih dan langit biru.

Yang istimewa ku catat, sangat banyak pengusaha sarang wallet.. Rumah-rumah berlantai lebih dari 3, tertutup rapat pintu dan jendela tapi nampak kotak-kotak hitam kecil, seukuran 20 x 20 cm, sebagai pintu keluar masuk wallet. Dari informasi bisik-bisik yang ku dengar sebagian besar pemiliknya memang bukan warga asli melainkan pendatang dan keturunan Tiong Hoa. Hanya satu atau dua pengusaha wallet lokal.

Perjalanan Kuala Tungkal-Jambi sekitar 3-4 jam, kunikmati dengan membiarkan pikiranku melayang. Memasuki kota Jambi menelang malam, baulah terlihat kehidupan yang lebih makmur. Ditandai denga kerlap-kerlip lampu warna-warni.

Menjelang pukul 19.35
Mobil masuk tempat beristirahat di Kota Jambi. Aku berganti mobil untuk melanjutkan perjalanan ke Muara Bungo. Setelah menurunkan tas, melapor dan membayar ticket sambungan, aku menimati makan malam dalam kesendirian. Saat seperti ini, ada kekosongan yang menyelimuti hati ini, terasa dingin dan sepi padahal begitu banyak orang yang tengah siap-siap melakukan perjalanan ke kota-kota lain.

Aku menyadari aku tak bisa sendiri, aku butuh orang lain karenapada dasarnya aku memang manusia social yang mebutuhkan interaski dengan orang lain. Akhirnya aku mendapat teman ngobrol, seorang ibu paruh bayah yang akan melakukan pejalanan ke Palembang untuk mengujungi puteri bungsunya.

Ibu ini nampak sangat bersahaja, ia mengaku pekerjaan hanya ibu rumah tangga, saat keempat anak-anaknya sudah berumah tangga. Maka pekerjaan berkeliling ke empat keluarga putera-puterinya untuk membantu cucu-ucunya. Dari dulu yang saya bisa cuma mengasuh anak-anak. Ujarnya dengan senyum kebanggaan.

Dalam hti aku tersenyuh. Mengasuh anak-anak bukan pekerjaan sampingan sehingga patut ditambah kata Cuma mengasuh anak-anak. Karena sesungguhnya mengasuh anak-anak membutuhkan kesabaran dan kasih sayang tanpa batas. Saat anak-anak ibu sudah dewasadan sudah menjdi ibu juga maka pengashan cucucucu bagaikan mengembalikan sang ibu ke masa lalu. Masa indah bersama anak-anaknya. Ibu tersebut patut berbahagia karena hanya sedikit ibu yang punya kesempatan mengasuh cucu-cucu dari anaknya. Kebanyakan anak-anak di asuh orang lain karena terpisah jarak dan tempat yang jauh dari sang nenek.

Aku termasuk yang berbahagia, kala harus mnelakukan perjalanan dinas ke luar kota masih ada adik dan ibuku yang menyertai kedua anakku. Ibuku sudah lanjut usia memang tak lagi mampu mengasuh tapi paling tidka bisa menjdi teman ngobrol Van, karena Van si bungsu terkenal cerewet dan memilik rasa ingin tahu yang besar.

Pk. 20.10.
Selisih 5 menit dengan ibu tadi, mobil yang akan membawaku ke Muara Bungo berangkat juga.

(Bersambung, Perjalanan Jambi-Muara Bungo)

4 comments:

  1. Anonymous10:11 AM

    hallo icha kapan dinas ke jambi lagi .......salam hangat !

    ReplyDelete
  2. Hallo Icha, bagus juga cerita2 kamu, tapi buat mempercantik blog kamu silahkan kunjungi my blog:
    http://djambi-koha.blogspot.com

    ReplyDelete
  3. Anonymous5:14 PM

    Hai Ica.....cian dech looooo (sory canda).
    Hari ini aku kunjungi blog kamu n bertamu di kotak komen kamu.
    lain kale gantian kamu yang kunjungi blog aku dan tinggalkanpesan di buku tamu. met ...........

    ReplyDelete
  4. ahmad luthfi8:42 PM

    Buat icha met kenal, saya tinggal di tungkal, astik juga baca cerita2 kamu. Bisa jadi inspirasi.
    salam Ahmad Luthfi
    email: aluth2007@gmail.com

    ReplyDelete