Cinta Membuatku Terdiam


Wajahnya riang saat bersiap-siap

Penyesalan selalu datang terlambat. Iya sih kalau yang duluan itu namanya uang muka. Hmm, guyonan yang garing. Menuliskan ini rasanya berat banget. Tapi saya percaya dengan menuangkan lewat tulisan beban di hati ini, bisa berkurang. Lebay ih. Biar deh, ini memang lebay.

Saya telah melakukan kesalahan yang melukai perasaan sulung saya. Ditebus dengan apapun tidak akan menyembuhkan. Lukanya mungkin sembuh tapi bekasnya memerlukan waktu lama untuk dihilangkan, Atau barangkali tetap akan membekas.

Tahun ini, sulung saya menyelesaikan pendidikan kelas 9. Jika memandang foto bayi dan balitanya kadang terusik rasa takjub, saya bisa melewati 15 tahun mendampinginya. Adik dan kaka saya suka bilang: "Nggak terasa ya Cha si Bas sudah besar". Enak aja, nggak terasa. Ya terasa banget lagi.

Balik ke cerita. Jumat 12 Juni, Bas akan mengikuti Hari Pelepasan. Jaman saya SMP disebut perpisahan. Sehari sebelumnya, saya mengkoordinir rombongan Blogger melakukan kunjungan kemanusiaan ke Lapas Sukamiskin, Bandung. Rencana awal, pergi pagi pulang malam. Saat menjelang  pulang, saya berpindah dari bis rombongan ke mobil pribadi seorang kawan. Tanpa diduga, kawan saya tidak membawa kacamatanya sehingga sulit mengendarai mobil di malam hari. Sehingga diputuskan menginap.

Singkat cerita saya pulang pagi. Jalan dalam kondisi padat. Perhitungan saya, akan tiba di blok M sekitar pukul 11.30-12.00. Waktu pelepasan Bas adalah jam 13.00. Karena letak lokasi sekolah Bas di blok M, saya memutuskan untuk bertemu dengan Bas dan Papanya di blok M. Entah mengapa Papanya menghubungi saya lewat telpon dan meminta saya pulang. Maka dengan menumpang ojek sayapun pulang.

Kondisi sepanjang jalan dari Mayestik sudah macet karena ada pengerjaan jalan busway Ciledug-Mampang. Sebetulnya kondisi jalan seperti ini yang menyebabkan saya inginnya bertemu di blok M. Tapi karena permintaan suami sayapun menurut. Lagipula menurut suami saya, datang sekitar pukul 13.30 juga tidak apa-apa.

Tiba di rumah, saya langsung berganti pakaian yang sudah disiapkan suami. Balik lagi karena kondisi jalanan yang pasti macet akibat pengerjaan proyek busway, kami menggunakan dua motor. Papanya berangkat lebih dulu karena harus bertemu rekanan kerja. Saya dan Bas berangkat selisih 10 menit dari Papanya. Sepanjang jalan wajah Bas sudah menunjukan tidak senang.

Jagoanku di rumah


Jujur, saya tidak menduga Bas belum berangkat. Perkiraan saya, Saya akan berangkat dengan Papanya. Belum 20 menit kami berangkat, cuaca berubah mendadak. Dari panas menjadi hujan angin. Walau kami berhenti dan menggunakan jas hujan, tak mampu menahan air membasahi pakaian dan tubuh saya & Bas. Dugaan saya, Bas akan malu jika datang dengan saya yang basah kuyup, maka saya katakan, nanti sampai di sekolah biarlah Mama tidak masuk.

Bas menolak. Lalu berkata, lebih baik kita pulang saja. Aku nggak mau Mama sakit. Hati ibu mana yang nggak meleleh mendengar ucapan anak yang penuh perhatian. Saya katakan, nggak usah karena Mama sudah minum suplemen. Tapi hujan sungguh tidak mengenal kompromi. Kondisi ini membulatkan tekad Bas untuk membawa saya pulang. Saya menolak pulang karena saya tahu arti hari pelepasan bagi Bas. Saat itu jam ditangan saya sudah menunjukan pukul 14.00. Kekecewaan Bas yang sudah basah kuyup, ketakutan Mamanya akan sakit dan waktu yang sudah terlambat, membulatkan tekadnya mengarahkan motor pulang ke rumah.

Papa Bas yang sudah tiba di sekolah, menghubungi saya lewat telpon. Menuntut saya tetap mengajak Bas ke sekolah. Kalau saja Bas masih balita, dengan mudah akan saya gendong dan naikan ke ojek atau taxi. Sekarang Bas sudah melebihi tinggi Papanya. Nggak mungkin saya menggendongnya. Akhirnya Papanya pulang dengan wajah kesal dan marah. Saya katakan jangan marah, Bas sudah kecewa karena nggak bisa hadir, jangan lagi dimarahi.

Papanya bertanya, tahukah betapa pentingnya hari ini untuk hidupmu, Bas? Perpisahan dengan teman-teman SMPmu hanya akan terjadi sekali seumur hidupmu. Masa kamu biarkan hujan menghalangi pertemuan ini?

Bas yang terisak dalam tangis menjawab, lebih penting Mama. "Aku nggak mau Mama sakit". Gubrak! satu tohokan keras langsung menohok jantung dan ulu hati hati saya. Bas yang saat itu hanya memakai baju dalam, bergelung seperti bocah kecil dan sesekali tubuhnya terguncang karena isak tangisnya. saya tahu itu hanya salah satu aasan. Alasan lain terlambat dan basah kuyup.

Hati ibu mana yang nggak sakit, melihat anaknya dalam keadaan seperti itu. Saya hanya bisa mengusap punggungnya dan sesekali menghapus airmata di wajah sendiri. Maafkan Mama, Bas. Andaikan Mama tidak bermalam di Bandung, kejadiannya tidak akan seperti ini. Saya meninggalkan Bas dan membiarkannya beristirahat.

Bukan hanya Bas yang kecewa dan terluka tapi juga saya dan Papanya. Kami sebagai orang tua terluka dan merasa sakit karena telah menyakiti hati dan perasaan Bas. Bahkan saya sebagai istri dan ibu harus lebih tegar menghadapi Bas dan Papanya yang sama-sama terluka. Bas kecewa tidak menghadiri acara pelepasan, Papanya terluka karena dianggap menjadi penyebab ketidak hadiran Bas. Rupanya sejak pukul 12.00 Bas sudah minta ijin berangkat tapi papanya tidak mengijinkan. Saya mengenal suami saya. Saya tahu, suami saya ingin datang bersama-sama. Sulung kami adalah pujaan hati Papanya. Mungkin Papanya ingin melewati hari itu dengan kebersamaan.

Apa mau dikata? Hujan menghancurkan segalanya. Terlepas dari hujan atau tidak, saya menyesali keputusan tidak pulang dari Bandung. Ucapan dan reaksi Bas yang penuh cinta, membuat penyesalan itu kian menyiksa perasaan saya. Maafkan Mama Bas. Saya makin terluka ketika Bas berkata, Mama tidak salah. Aku sayang Mama! Cinta membuatku terdiam.


7 comments:

  1. Sungguh ceritanya mengharukan banget mak elisaa.. Semoga dibalik itu semua ada hikmah yang besar..amin..
    Sungguh Bas adalah anak dambaan keluarga ya mak..sabar, penyayang..hehe

    ReplyDelete
  2. Huaah... Aku mewek bacanya.... Semoga sulungku nanti juga berpendirian seperti Bas ya mak Icha. Menyayangi ibunya melebihi dirinya sendiri...

    ReplyDelete
  3. jadi nangis bacanya hikks. Bas mungkin kecewa dan terluka, tapi dia menanggapinya dengan cinta dan bukan ngambek marah2. Bas sayang banget ya sama Mami Icha.

    ReplyDelete
  4. hiks.. nangis baca ini mamicha. Cuma bisa mendoakan semoga luka itu cepat sembuh. Kadang kita dihadapkan dengan situasi dan harus membuat keputusan sulit. Hikmahnya mamicha jadi tau betapa besar cinta Bastian. Semoga ke depan Bastian dilimpahkan kebahagiaan. Aamiin

    ReplyDelete
  5. Hikksss.... mak eliza aku mewek, ya ampun terbyng gmn kecewanya bas... aku ingat pelepasan putriku kmn dr SMP bgmn para ortu dan anak2nya bhgia dan bangga. Aku pun terharu sekali... membyngkan bas melewatkan moment membuat sy sedih hiksss *peluk mak eliza dan bas

    ReplyDelete
  6. Mak Icha... peluk. Banyak hal yang membuat kita ingin memutar waktu dan berandai bisa mengubah kejadian yang tidak diinginkan. Lebih pilu lagi orang yang kita buat tidak nyaman tersebut memaafkan dengan tulus. Saya pernah begitu, jawaban beliau adalah...ayuk berhenti memikirkan. Jangan biarkan energi negatif menyedot perhatian. Diam-diam saya berdoa dalam hati, semoga saya bisa memperbaiki kesalahan.

    ReplyDelete