Festival Kebhinekaan III: Ruang Memelihara Toleransi



Festival Kebhinekaan III telah dilaksanakan di beberapa trempat di Jakarta, Walau dilaksanakan di beberapa tempat, acara berjalan lancar. Kegiatan terlaksana dengan baik 22-24 Februari 2020. Tempat yang digunakan, saat pembukaan di Griya Gus Dur, di pegangsaan, lalu lanjutan di Wisma Rahmat, Petojo, Yoga gembira di Taman Suropati. Kegiatan juga disemarakan dengan wisata kreatif.

Sesudah pembukaan  (Kamis, 22 Feb 2020) dilanjutkan dengan Wisata Kreatif, menggunakan transportasi Transjakarta dan MRT bersama kawan-kawan disabilitas. Lalu ada juga Wisata Kebhinnekaanyaitu mengunjungi berbagai tempat ibadah. Mesjid, Gereja, Kelenteng, dan tempat ibadah kaum Singh.


Festival Kebhinekaan diselenggarakan oleh Yayasan Khairiyah yang digagas Ira Lathief. Sosok yang bergelut sebagai Pramu Wisata ini, terinspirasi dengan Sang Ibu. Sang Ibu yang saat sakit hingga meninggal didampingi kawan-kawan dari berbagai suku dan agama. Ira, melihat hal itu sebagai hal yang harus dijaga sebagai warisan kebaikan dari Sang Bunda. Sebagai pemeluk agama islam, Ira melihat bagaimana Almarhumah Sang Bunda, selama hidupnya bergaul dan berhubungan baik dengan kawan-kawan dengan latar belakang, suku dan agama yang berbeda. Silaturahmi, saling menjaga dan menghormati terjalin mesra.

Dari situlah Ira dengan segala keterbatasannya, bermodal niat dan tekad melakukan hal baik menyelenggarakan Festival Kebhinekaan. Saya melihat apa yang dilakukan Ira, membuka atau menghidupkan harapan bahwa ke depannya Indonesia akan baik-baik saja. Apa yang dilakukan Ira, memang hal kecil tapi saya dan yang lainnya yang hadir dan mengikuti Festival Kebhinnekaan percaya, lingkaran kebaikan nggak akan padam. Lingkaran itu akan bergulir dan membesar.

Buat saya Festival Kebhinekaan adalah ruang-ruang yang harus dibangun dan dihidupkan untuk terus menjaga dan memelihara toleransi. Memang permasalahannya ada pada pembiayaan. Kegiatan ini jauh dari komersial tapi saya percaya Perbuatan baik akan bergulir dan menemukan yang sevisi. Adalah Sasa, perusahaan yang dikenal memproduksi penyedap rasa  dan berbagai bumbu instan, hadir berpartisipasi. Mempopulerkan Generasi Micin, Sasa ikut berpartisipasi dengan membagikan goodie bag berisi beracam-macam produk kepada semua yang hadir selama pelaksanaan Festival kebhinekaan III.

Sebagai bagian yang tak terpisahkan dari keberagaman. Festifval Kebhinekaan berisi acara, Milenial Talk yaitu ruang diskusi dan berbagi dari perwakilan para pemeluk agama di Indonesia. Mewakili anak-anak muda karena memang disampaikan anak-anak muda. Makanya di sebut Milenial Talk. Hadir perwaklan dari agama islam, Kristen Katholik, Keristen Protestan, Budha, Hindu, Kong Hu Chu bahkan Bahai, agama kaum Singh.

Pameran foto: Saya dipercaya memandu acara pembukaan Festifal Kebhinekan III, Kamis 22 Februari 2020 di Griya Gus Dur. Ini kali pertama saya menginjakan kaki di rumah Pergerakan Gus Dur. Saat ini Gus Durian sudah ada di 120 kota. Kita tahu Almarhum Gus Dur dikenal sebagai Bapak Toleransi. Pembukaan Festival Kebhinnekaan III sekaligus pembukaan Pameran Foto, sesuatu yang baru dalam Festival Kebhinekaan III. Karena Pameran foto belum ada di Festival Kebhinekaan I dan II.





Adalah Monique Rijker, pendiri yayasan Hadasah Indonesia. Sebuah yayasan yang mengedukasi dan memberikan banyak informasi tentang Israel, Yahudi, Holocoust. Monique Rijkers bekerja di sebuah stasiun televisi. Foto-foto yang dipamerkan adalah erat kaitannya dengan tujuan Kestival kebhinnekaan. Pameran foto berisi 50 foto dari hasil kunjungan 30 hari di China yang diambil dengan camera telepon genggam.

Foto-foto yang diambil, menggambarkan kehidupan masyarakat China yang beragama islam. Jika media ramai membicarakan Suku Uyghur ternyata itu hanya salah satu masyarakat pemeluk agama islam di China. Masih ada suku-suku lain yang beragama islam. Dan kehidupan beragama islam disana baik-baik saja. Jika ada anggapan ada upaya menekan suku Uyghur karena agama, rasanya kita perlu mencari informasi lebih banyak lagi. Dan sebagai upaya untuk tetap menjaga ketenangan dan kedamaian, meminimalkan pro dan kontra, jauh lebih baik diam jika tidak tahu.


Foto-foto yang merekam kehidupan masyarakat islam di China mungkin Cuma info kecil tapi paling nggak memberi info dari sudut yang lain yang bisa menjadi pertimbangan sebelum kita beropini apalagi menyampaikan opini di media baik social atau massa.

Pemutaran film dokumenter. Ada 4 film yang diputar selama Festival kebhinekaan III berlangsung. Oh ya semua acara ini gratis kecuali acara wisata, ada donasi seikhlasnya.. ke 4 film tersebut adalah SEEKING THE IMAM. Film ini bercerita tentang pengalaman Kombatan ISIS yang bertobat dan kembali ke Indonesia. Usai pemutaran film dilanjutkan dengan diskuis bersama tokoh dalam film tersebut.  film-film lainnya adalah: "Atas Nama Percaya", "Beta Mau Jumpa", dan Of Many".

Inspiring talk, Berdiskusi dan mendengarkan pemapaparan dari kawan-kawan kaum penghayat. Kelompok masyarakat yang Percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa tapi tidak mempercayai agama-agama yang ada. Kaum penghayat ini sendiri terdiri dai bermacam-macam. Ada Kaum Pribaden, Sunda Wiwitan dan kepercayaan Budi Daya.     

Apa sih yang membedakan kaum penghayat dan masyarakat beragama?
Ada 3 hal utama, yang membedakan. 
1. Tidak memiliki Nabi, 
2. Tidak memiliki Kitab Suci dan 
3.Tidak memiliki tempat ibadah.

Ketiga hal tersebut juga yang menyebabkan Negara tidak mengakui sebagai agama pada apa yang dipercaya kaum Penghayat. Apa masalah buat mereka/ Jawabnya nggak. Para penghayat hanya minta hak mereka untuk dapat leluasa menjalankan ibadah sesuai apa yang mereka yakini. Karena dari apa yang dijabarkan perakilan 3 kelompok kaum Penghayat. Semuanya ada dalam agama yang saya percaya, agama saya keristen protestan.

Menurut saya pribadi Festival Kebhinekaan ini ke depannya harus lebih besar dalam arti melibatkan lebih banyak kelompok dan masyarakat. Karena ruang-ruang bertukar informasi dan diskusi akan melahirkan rasa respek antar sesama. Berbeda buakn maslah justru perbedaan adalah harta yang harus diperihara. Perbedaan akan menguatkan kita untuk saling melengkapi kekurangan. Perbedaan akan menyadarkan kita, tidak ada yang sempurna. Dengan bersam-sama kita bisa menjalani kehidupan yang lebih baik dan lebih sempurna.


No comments:

Post a Comment