Evaluasi Badai dan gelombang Kehidupan
Icha Koraag
Saya termasuk orang yang melakukan evaluasi diri, di tiap kejadian. Artinya dalam satu hari saya bisa melakukan evaluasi apa yang sudah saya lakukan, pikirkan dan dampaknya. Memang secara kecil-kecil sebatas aktivitas rutin. Tapi adakalanya saya melakukan evaluasi besar berkaitan dengan penentuan sikap selanjutnya dalam konteks prinsip.
Dalam kehidupan berumah tangga, evaluasi itu terus dilakukan. 13,5 tahun lalu ketika saya sepakat dengan seseorang berlayar dalam bahtera rumah tangga untuk mengarungi Samudera Kehidupan, maka pada waktu itu saya menyatakan saya siap menjadi Navigator mendampingi Kapten. Maka berlayarlah bahtera rumah tangga saya di samudera kehidupan.
Sama seperti orang yang belajar mengemudikan kapal, kamipun belajar dan terus mengekspolrasi keadaan dan kemampuan kami dalam Bahtera Rumah Tangga saat melayari Samudera Kehidupan. Tombol-tombol di panel instrument menunjukkan banyak informasi, namun kami perlu mempelajari kapan digunakan dan apa kegunaannya.
Termasuk mewaspadai datangnya badai dan gelombang kehidupan yang akan menghantam bahtera rumah tangga kami. Di awal tahun, saat komitmen masih kuat, kami dengan mudah mengatasi setiap hempasan gelombang atau serangan badai kehidupan. Namun seiring berjalannya waktu, seiring umur bahtera rumah tangga kami, mulai terjadi kerusakan ada kebocoran kepercayaan, terkelupas dinding perhatian, tiang layar kesabaran mulai rapuh. Naluri menyelamatkan diri sendiri menjadi lebih besar ketimbang menyelamatkan keseluruhan bahtera. Naluri yang normal.
Bagaimana navigator dan kapten kapal? Perbedaan pendapat mulai mencuat, timbul penyesalan kok dulu aku mau berlayar dengan orang ini. Bibit curiga, mulai tumbuh di jiwa ibarat cendawan di musim hujan. Semakin dipersepsikan semakin membenarkan pemikiran sendiri. Egoisme menguasai.
Bahtera rumah tangga mulai koyak. Jangankan dihantam badai dan gelombang. Di tengah teduhnya samudera, bahtera mulai berjalan oleng. Kapten tak memegang kemudi, navigator tak menunjukkan arah. Pelabuhan Bahtera Rumah Tangga menjauh dan tak kunjung ditemui. Kemana sebenarnya akan berlabuh? Dermaga mana yang akan disinggahi?
Tak bisa berharap pada siapaun kecuali kepada kapten dan navigator. Di tangan mereka berdualah bergantung nasib Bahtera Rumah Tangga itu. Bila kesadaran dan keinginan menuju arah yang sama, bisa diingat kembali maka kemungkinan besar bahtera Rumah tangga akan terus melayari Samudera Kehidupan. Hingga kapten dan navigator memutuskan berlabuh di dermaga kasih.
Namun mengevaluasi kehidupan berumah tangga, tidak semudah mengevaluasi organisasi atau institusi karena mengevaluasi kehidupan berumah tangga, lebih banyak melibatkan emosi dan perasaan. Berharap bertambahnya usia, meningkatkan kedewasaan dan kebijaksanaan sehingga dalam mengambil sikap dan keputusan lebih mementingkan kebersamaan bukan diri sendiri. Karena pada saat meletakkan kepentingan orang banyak diatas kepentingan pribadi, saat itulah diri kita dimenangkan.
So, diakhir tahun memang banyak gelombang dan badai kehidupan yang menghantam kehidupan pribadi lepas pribadi termasuk saya. Mengikuti rasa dan kemauan sendiri, mungkin sudah lama Bahtera Rumah tangga saya karam di samudera kehidupan. Tapi dengan menekan semua rasa yang saya miliki, bahkan kalau perlu mematikannya, mungkin saya bisa menyelamatkan bahtera Rumah Tangga dan bisa terus berlayar sampai pada akhirnya ujung samudera akan saya temui. Berharap dermaga kasih masih ada dan di sana saya kan berlabuh. Selamat Tahun Baru 2010.! (Icha Koraag, 24 Des 2009)

No comments:

Post a Comment