MUSEUM DI TENGAH KEBUN, LUAR BIASA

Nampang depan pintu masuk. Dok. Elisa Koraag



Museum di tengah kebun, biasa saja. Itu kesan pertama. Dimiliki secara pribadi oleh Sjahrial Djalil, kejutan pertama. Berdiri di atas lahan seluas 4200 m. Hanya 700 m yang berbentuk bangunan dan sisanya 3500 m berbentuk taman yang sangat asri. Kejutan kedua, museum ini memiliki koleksi lebih dari 5000 buah. Dari 62 negara dan 21 propinsi. Pembangunan di mulai tahun 78 dan selesai 1O Oktober 1980. Renovasi pertama tahun 1996 hanya untuk mengganti genteng.


Jalan setapak yang disebut lorong waktu karena menghantarkan kita ke masa yang berbeda.
Bahkan kita serasa tidak berada di Jakarta. Dok. Elisa Koraag

Memasuki kawasan museum di mulai jalan setapak. Lebar 7 m panjang 60 m. Biasa disebut lorong waktu. Karena mengantarkan pengunjung ke suasana mulai 250 juta tahun lalu hingga abad 20. Dari peninggalan artefak berupa fosil pohon zaman triasik (masa sebelum Jurasik).

Tampak depan setelah melewati Lorong Waktu
Museum di tengah Kebun. Dok.  Elisa Koraag


Museum di tengah kebun menjadi istimewa karena penataannya yang menyatu. Museum ini masih berfungsi sebagai rumah tinggal, sehingga kamar mandi, dapur dan kamar tidur berpadu antara barang antik dan barang modern. Dapur misalnya. Ada lemari es, kompor gas dan panci steinlessteel. Tapi juga ada timbangan lengkap dengan anak timbangan serta artefak lain dari abad ke 18.

Peralatan modern di dapur yang menyau dengan barang antik. Dok. El

Di halaman belakang nan luas dan asri. Tertata taman begitu indah. Kalau ikebana afa di atas meja maka di sini ikebana di atas tanah langsung. Awalnya ada sekitar  52 pohon kelapa namun kini tinggal 48 pohon. Jika taman belakang ini di lihat dari atas maka tatanan pohon akan terlihat sebagai pola batik Pekalongan. Pak Sjarial Djalil terahir sebagai anak kedelapan dari 11 bersaudara keluarga Minang. 5 bersaudara lahir di Sumatera Barat dan 6 lahir di Pekalongan termasuk Pak Sjarial Djalil.

Halaman belakang nan asri lengkap dengan kolam renang. Dok. Elisa Koraag

Di halaman belakang nan luas dan asri lengkap dengan kolam renang. Tertata taman begitu indah. Kalau ikebana ada di atas meja maka di sini ikebana di atas tanah langsung. Awalnya ada sekitar  52 pohon kelapa namun kini tinggal 48 pohon. Jika taman belakang ini di lihat dari atas maka tatanan pohon akan terlihat sebagai pola batik Pekalongan. Pak Sjarial Djalil terahir sebagai anak kedelapan dari 11 bersaudara keluarga Minang. 5 bersaudara lahir di Sumatera Barat dan 6 lahir di Pekalongan termasuk Pak Sjarial Djalil.



Salah satu gasebo di halaman belakang . Penuh patung perunggu peninggalan abad 18 hingga 19.
Dok. Elisa Koraag

Jangan ditanya bagaimana dan berapa biayanya dalam mengumpulkan dan merawat semua koleksi. Biayanya tak terhitung dan semua dari pribadi. Saya kagum dan salut pada Pak Djalil. Lewat museum ini banyak pelajaran sejarah yang saya dapat.

Dua jam tidak cukup untuk melihat semua koleksi. Dan beruntungnya boleh di foto. Museum ini istimewa menurut saya karena di taman yang begitu luas membaur artefak dari ratusan tahun lalu. Biasanya barang antik hanya bisa di lihat tapi di Museum ini bisa di sentuh.

Saya ingin bercerita banyak tapi biarkah foto-foto yang mewakili cerita saya. Terima kasih Bluebird grup yang sudah mengajak saya menikmati museum ini sebagai bagian acara dari #NgabuburitBersamaBigbird.

2 comments:

  1. uwaaa keren banget mak museumnya :)

    ReplyDelete
  2. Wah, arca durganya itu apa dari Indonesia ya? Penasaran saya, asal lokasinya. Siapa tahu dari suatu candi tertentu.

    ReplyDelete