Mensyukuri Hidup, Kunci Usia Cantik Saya.

Menikmati travel bersama Dia,
special man.

Saya baru saja menikmati berkah dengan mengulang tahun kelahiran. 20 Nov 2016 #51pas. Jika dilihat dari rentang usia kehidupan masyarakat perempuan Indonesia, usia saya termasuk lumayan, ibarat matahari jelang senja. Ibu saya, tahun 2016 berusia 87 tahun. Beliau dalam keadaan sehat. Memang kemampuannya   inderanya  sudah menurun. Menurut saya, wajar.  Usia tua itukan tidak bisa dihindari. Kesehata bisa dijaga, kulit tubuh dan kulit wajah bisa dirawat agar mencegah penuaan dini sehingga tetap berkilau, segar tanpa keriput. Tapi kemampuan indera manusia tetap ada batasannya.


Akankah saya sampai seusia Ibu saya? Itu misteri Illahi. Haknya pemilik kehidupan. Bisa melewati usia setengah abad saja, sesuatu yang terus menerus saya syukuri. Karena, saya tidak pernah tahu, bisa tiba di usia #51Pas. Dengan fakta dan kenyataan saya istri dan Ibu dari sepasang anak yang sudah menikah 20 tahun, ini pencapaian yang luar biasa. Perasaan dan jiwa saya tetap merasa muda. Siapapun boleh mempunyai perasaan yang sama. Karena tua itu pasti, berjiwa muda itu, pilihan.
Bersama si Bungsu
yang di dalamnya, saya melihat diri saya


Saya memilih tetap berjiwa muda karena saya masih “menikmati” hidup. Saya menikmati aktifitas saya sebagai istri dan ibu. Saya menikmati menjadi perempuan, saya menikmati menjadi Oma muda dari cucu-cucu yang aslinya cucu dari kakak saya no 1 dan 2. Yah, dari kedua kakak saya, saya Oma muda dengan 9 cucu. Saya menikmati sebagai blogger. Ada yang kerap bertanya, kok gayanya kayak anak muda?

Bicara gaya penampilan sehari-hari bukan saya ingin seperti anak muda. Saya mengutamakan kenyamanan. Hmmm, ini jadi semacam buka rahasia. Tak apalah, toh saya sudah sampai pada #UsiaAnugerah yang belum tentu, semua orang akan tiba di usia seperti saya saya. #51Pas. Karena apa? Karena tidak ada seorangpun yang tahu, kapan usia hidupnya di dunia akan berakhir.

Balik, soal penampilan. Saya memiliki banyak kelemahan karena saya sadar diri, fisik tidak memiliki standar cantik yang biasa digunakan kebanyakan orang. Tapi saya suka humor, saya suka tertawa, saya suka bercanda. Dan fakta membuktikan wajah yang ceria dan riang selalu terlihat menarik. Karena saya sadar diri, saya bukan sosok yang lemah lembut, maka saya selalu memakai busana yang casual dan simple yang memudahkan saya bergerak. T-shirt dan jeans selalu menjadi pilihan.


Ketika saya memutuskan menjadi fulltime blogger dan kerap menggunakan t-shirt dan jeans, ada sentilan yang terdengar di telinga saya.  “Mba Icha, kemana-mana cuma pakai t-shirt dan jeans”. Saya bertanya dalam hati, ada yang salah dengan t-shirt dan jeans? Setelah 18 tahun mengikatkan diri pada perusahaan dengan menjadi buruh White Collar, t-shirt dan jeans adalah busana yang paling nyaman. 18 tahun menjadi pekerja yang terikat jam kerja pk. 08.30-17.30, entah berapa banyak busana kantor yang saya beli dan saya miliki, termasuk tas dan sepatu. Salahkah saya ketika memutuskan berhenti berkantor dan memerdekakan diri dengan menjadi blogger, termasuk memerdekakan diri dari busana kerja formal?

Tapi hidup memang tidak bisa tidak peduli dengan omongan orang. Bisa jadi jika kita menyikapi dengan positif, hasilnya akan positif juga. Saya mulai membedakan busana jika datang acara gathering blogger berdasarkan tempat acara dan sifat acara. Jika santai, saya tetap menggunakan t-shirt dan jeans tapi jika formal, di hotel  berbintang 5, saya memilih yang agak formal. Salah satunya membungkus diri dengan blazer. Selain memberi citra formal, blazer sangat bermanfaat memberi kehangatan. Tahukan pendingin ruangan di hotel nggak bisa di kecilkan seperti di kamar tidur pribadi? 

Ya, banyak yang mengira dengan menggunakan blazer karena saya ingin terlihat formal, padahal salah satunya untuk menahan dingin. Nggak sedikit saya perhatikan kawan-kawan blogger yang kedinginan jika berada di hotel. Saya sadar diri,  sudah memasuki  #UsiaAnugerah #51Pas,  yang menurut saya setingkat lebih tinggi dari #UsiaCantik. Umur tidak bisa bohong, kesehatan saya tidak seprima kawan-kawan yang lebih muda. Tapi selalu ada cara untuk tampil tetap prima.

Bicara pencapaian diri dalam #UsiaAnugerah, terbesar adalah ketika saya memutuskan untuk berbagi kegelisahan dan pemikiran-pemikiran saya untuk masa depan. Saat saya memutuskan untuk memberi ruang pada orang lain, memasuki pemikiran dan perasaan saya. Saat saya menyatakan dan mengakui, saya tidak bisa sendiri. Mengakui, saya membutuhkan orang lain sesungguhnya beban yang sangat berat.

Saya terlahir sebagai anak ke 7 dari 11 bersaudara yang semuanya perempuan. Almarhum Ayah saya berlatar belakang militer (TNI AD) Ibu saya guru, Mandiri dan berdisplin adalah dua ajaran yang menjadi pegangan saya dan saudara-saudara. Kami diajar untuk tidak bergantung pada orang lain dan harus bisa mencari solusi dari setiap permasalahan yang kami hadapi. Kondisi ini yang juga membuat hubungan kami kakak-beradik sangat lekat. Bonding kami sangat kuat karena kami menjadikan pertemuan antar kakak-adik bukan sekadar ajang silaturahmi tapi ajang diskusi, membantu setiap persoalan agar tak perlu melibatkan orang luar. Termasuk dalam hal ekonomi.

Berlatar belakang foto keluarga besar


Ajang silaturahmi kakak-beradik menjadi ajang diskusi pertukaran informasi. Oh ya kami ber 11 semua pernah bekerja berkantor dan kini kami semua sudah menikah. Maka masalah kantor/pekerjaan, keluarga, rumah tangga dan anak mendominasi diskusi-diskusi kami.  Hubungan kami sangat dekat, satu terlukai maka kami semua terlukai. Begitulah kondisinya ketika rumah tangga (RT), kakak pertama gagal. Saat itu saya masih duduk di SMP, saya tidak tahu penyebabnya, tapi meninggalkan trauma yang dalam. (Saat itu, kakak saya yang menikah baru 2) Itu juga menjadi alasan, lama saya baru memutuskan membuka diri dan bersedia membagi perasaan saya dengan orang lain.

Saya menikah di usia yang sudah matang, 31 th. Setelah berjuang melawan ketakutan-ketakutan masa lalu (Kegagalan RT kakak pertama) Ketika saya memutuskan memberi ruang, pada seorang laki-laki untuk masuk dalam kehidupan saya pribadi, saya menyadari itu tahapan pencapaian tertinggi pertama. Bukan hal mudah berbagi perasaan termasuk berbagi cerita pribadi. Ternyata, pada saat saya mampu membuka diri, sejujurnya saya harus mengakui ada sebagian beban dalam diri yang terangkat. Semacam ada keringan, yang saya tidak bisa jelaskan. Tapi saya merasa lebih ringan/mudah menjalani kehidupan.

Apakah kehidupan RT saya lancar-lancara saja? Rasanya tidak. Badai dan gelombang yang menghantam bahtera rumah tangga, saat melayari samudera kehidupan, sangat banyak. Tak sekali dua kali bahtera rumah tangga kami, nyaris ternggelam terhempas gelombang besar. Nyaris karam, manakala antara nahoda kapal dan awak kapal tidak menemukan komunikasi yang sejalan guna berdiskusi mencari solusi mengatasi badai dan gelombang. Kelelahan, nyaris membuat saya memilih meninggalkan bahtera rumah tangga. Itu terjadi di tahun ke 7 pernikahan.

Diskusi dengan kakak dan adik, menguatkan dan menyadarkan saya. Tidak setiap persoalan harus dihadapi dengan perpisahan. Memberi  diri, waktu dan ruang untuk berkontemplasi menjadi pilihan. Komunikasi dibangun kembali. Mulai melihat persoalan lebih mendalam. Ternyata cinta dan rasa sayang antar kami lebih kuat. Kesadaran ingin diakui, disayangi, dibutuhkan menjadi dasar untuk saya lebih terbuka dalam mengekspresikan perasaan. Lewat dari tahun ke 10 pernikahan, saya merasa hidup lebih nyaman. Komunikasi kami terbangun lebih terbuka. Memberi kepercayaan dan dipercaya, menjadi semacam kekuatan untuk kami berlomba-lomba melayani.

Akhirnya saya menemuka formula menjalani hidup nyaman. Mensyukuri semua pencapaian diri dalam kehidupan, berpikir dan bersikap positif pada semua situasi dan kondisi, berterima kasih pada orang-orang di sekeliling. (Pada keluarga, kerabat, dan kawan-kawan) Berbagi pada yang membutuhkan, terus berbuat kebaikan termasuk pada alam.

Tak kurang pentingnya adalah menuruni target-target kehidupan. Setiap tahun saya mengevaluasi pencapaian diri, ada target yang terlampau, ada pula yang tidak terlampau. Saya tidak mau stress dengan target-target tersebut. Karena yang mebuat target diri saya sendiri dan saya berani menurunkan target untuk mengurangi tekanan hidup. Tapi setiap tahun saya menarget peningkatan kualitas dari target yang saya tentukan.

Mengelola tekanan hidup menjadi terapi yang ampuh karena kebahagiaan diri, menjadi semacam penangkal segala penyakit. Kita tahu sehat itu bahagia. Perasaan bahagia, juga menjadi indikator menjalani aktifitas tanpa beban. Maka ketika beban itu berkurang, cerialah dan tersenyumlah. Biar dunia ikut tertawa. Karena kenyataannya hidup itu sendiri sebuah persoalan, bagaimana kita mengahadpi persoalan dan mencari solusi dari tiap persoalan yang akan mendewasakan kita.
Kami ber 10 dengan Mami
satu kakak saya sedang di Bali.
Ini HUT Mami ke 82

Untuk tetap menjaga penampilan terlihat menarik, saya melakukan sama dengan yang orang lain lakukan. Menjaga kebersihan. Saya melakukkan perawatan kulit wajah mulai memasuki awal usia 20 an. Saya tahu, sedikit perempuan yang menyadari perlunya perawatan kulit wajah. Buat saya tidak terlalu sulit karena saya bersaudara perempuan semua. Sebagai anak ke7, saya memiliki 6 kakak perempuan sebagai contoh. Dari merekalah saya belajar. Sedangkan dari Ibu saya, kami belajar makan sehat. Ibu saya mewajibkan kami mengkonsumsi buah, sayuran dan ikan. Ikan menjadi makan utama karena Ayah dan Ibu saya berasal dari Menado.

Jadi saya sudah menyadari, untuk mendapatkan tubuh sehat termasuk kulit wajah yang sehat, bermula dari keluarga. Ibu dan saudara-saudara saya adalah guru pertama yang mengajari pola hidup bersih dan sehat, sehingga rata-rata kami memiliki kulit wajah yang sehat. Cantik itu sehat.

Mensyukuri Hidup, Kunci Usia Cantik Saya. Maka nikmat Tuhan mana yang harus kita dustakan ketika begitu banyak anugerah kehidupan yang sudah kita miliki? Kepuasan adalah sebuah rasa yang ukurannya relatif. Tiap orang memiliki standar yang tidak sama, demikian juga pencapaian hidup tiap orang berbeda. Maka di #Usia51Pas, yang menjadi prioritas utama saya adalah bagaimana menjalani sisa usia hidup dengan tetap menebar kebaikan. Sehingga jika tiba waktunya menghadapi Sang pemilik Kehidupan, saya memiliki raport yang bisa dipertanggung jawabkan sesuai iman dan perbuatan saya. Mensyukuri #UsiaCantik, adalah merawat apa yang ada dalam diri. Karena terlihat menarik, menjadi semacam hal positif yang bisa ditularkan pada dunia di sekeliling kita. 


“Lomba blog ini diselenggarakan oleh BP Network dan disponsori oleh L’Oreal Revitalift Dermalift.”

10 comments:

  1. aahh selalu salut sama Mamak satu niy, energik, lincah, gesit
    Semoga di #UsiaCantik makin slalu menebarkan kebaikan buat sesama ya . Ikotaaan nebarin kebaikan juga aah!!

    Sehat selalu ya Mamak!!

    ReplyDelete
  2. Semoga sellau sehat ya mba, menebar banyak inspirasi. Sellau lincah dan gesit :D

    ReplyDelete
  3. Tetap jadi kebanggaan keluarga

    ReplyDelete
  4. Tetap jadi kebanggaan keluarga

    ReplyDelete
  5. Tetaplah menjadi Buncha yg apa adanya. :)

    ReplyDelete
  6. Selalu mensyukuri hidup, kunci yang jempol banget. Sehat2 ya Bund, biar bisa selalu berbagi dan menginspirasi. Love you Bunbund.

    ReplyDelete
  7. 51 dengan kegiatan segambreng dan cihuy2 ajah, itu mah luar biasa, Cha. Salut gue!

    ReplyDelete
  8. Alhamdulillah, saya jadi kembali tersemangati. Kalau saya masih sibuk ke sana kemari dan dinyinyiri orang sebagai emak pecicilan...cuek aja ya? Saya kan masih di usia cantih dan ke sana kemarinya saya adalah demi sesuatu yang postitif. Tengkiyuuuh atas tulisan ini, Mbak... :)

    ReplyDelete
  9. Ibu wajahnya awet muda loh, gak keliatan kalau sudah usia 50. Saya kira masih 40-an, lah ;)

    ReplyDelete
  10. Sehat terus ya Mami, suka dengan semangat mami di usia yang ke 51 tapi masih aktif dan memiliki banyak kegiatan.

    ReplyDelete