Apalah arti sebuah nama, tentu saja banyak. Bahkan nama dipercaya sebagai sebuah doa atau sebuah harapan para orang tua untuk anak-anaknya, minimal diharapkan barangkali anak-anaknya sehebat nama-nama pemilik aslinya.
Dalam masyarakat kita selain nama yang diberikan ketika kita lahir, dikenal juga nama panggilan yang diberikan dengan berbagai motivasi atau tujuan. Saya punya teman kuliah perempuan yang bernama Tombak Raya Simbolon. Kami memanggilnya Ombak. Karena namanya yang tidak umum, saya pernah mempertanyakan sejarah nama tersebut. Menurut Ombak, nama itu diberikan ayahnya karena ketika ia dilahirkan yang pas terlihat ayahnya adalah Tombak maka nama itulah yang diabadikan pada teman saya itu.
Pada waktu invasi Amerika ke Irak, banyak masyarakatIndonesia yang bersimpatik pada Irak, akhirnya banyak anak laki-laki yang dilahirkan pada kurun waktu Perang Amerika Irak diberikan nama Sadam Husein. Serupa dengan Presiden Irak yang sedang menghadapi tuntutan hukuman mati. Salah satunya putra kedua Penyanyi dangdut senior Camelia malik dan Harry Capri
Ada juga nama-nama yang terdengar keren namun sebetulnya terlahir dari pemikiran yang konyol (penuh humor) Sebut saja, Achmad Albar, dedengkot lagu-lagu Rock dari band Godbless yang tenar di tahun 70-an, mengabadikan nama ALDINO pada putra sulungnya dari Rini S Bono yang berarti Alhamdulila Dia Nongol. Atau nama anak salah seorang teman kakak saya. Memang sih ayahnya seorang pemain drama tapi kok buat saya kebangetan terdengarnya. Namanya Elbow bukan dari bahasa Inggris yang berarti sikut tapi kependekan dari E...ala bocah Wedok! Kira-kira berarti ”e anak perempuan!”
Jika pada era Soekarnoa banyak yang mengagumi beliau sehingga mengabadikan nama tersebut pada anak-anaknya. Demikian juga nama Habibie atau Megawati tapi berbeda dengan nama Soeharto. Ketika jaman Orba berkuasa, banyak orang yang diam-diam sangat tidak menyukai Presiden Soeharto. Sehingga ada salah seorang yang kerap memprotes kebijakan Presiden Soeharto, sehingga ketidak sukaannya pada Presiden Soeharto diteguhkan pada nama anaknya Yaitu ”Gempur Soeharto” Sayang seribu sayang, ia harus kalah dengan sistem karena Catatan Sipil pada masa itu tak mau mengeluarkan akte kelahiran sehingga dengan menyesal ia mengganti nama anaknya.
Salah satu keponakan saya bernama Olenka Mediana, terdengarnya keren. Seperti nama-nama orang asing. Sebetulnya nama itu penuh mana bagi ayahnya yang bekerja pada sebuah penerbitan. Dimana ketika si anak lahir, media tempat si ayah bekerja sedang goyah atau oleng. (Nyaris dibreidel) Maka nama Olenka Mediana sebenarnya berarti medianya sedang goyah.
Banyak juga nama-nama yang merujuk pada agama yang dianutnya seperti Christian, Muhammad, Maria, Aisyah, Gautama dll. Tapi tida sedikit juga nama-nama yang mengandung makna tekad atau kekuatan seperti anak sepupu saya yang diberi nama Tegar Gunung. Di beri nama Tegar karena ketegaran ayahnya yang menolong sendiri proses kelahiran anaknya tepat dibawah kaki gunung di sebuah desa di Jawa Tengah.
Selain nama lengkap yang diberikan ketika dilahirkan, ada juga nama-nama yang digunakan dalam pergaulan sehari-hari. Atau istilahnya nama panggilan. Biasanya nama panggilan adalah penggalan kata dari nama asli atau julukan yang diberikan pada seseorang baik karena sifatnya atau karena sebuah peristiwa tertentu. Saya mau bercerita seputar nama panggilan ditengah keluarga saya karena terinspirasi dari perdebatan kecil soal nama panggilan di beberapa milis sastra.
Di milis sastra tersebut tiba-tiba muncul seorang pujangga perempuan yang karya-karya puisi dan cerpennya langsung menyedot perhatian. Ini terbukti maraknya apresiasi terhadap karya tersebut. Sayang diskusi yang sudah baik bergeser menjadi menyoroti si penulis hingga nama panggilannya. Kebetulan si penulis yang bernama Gayatri Mantra tidak sreg kalau di sapa dengan sebutan ”Gay”. Mungkin karena bisa berkonotasi penyuka sesama jenis.
Sedangkan yang memanggil (entah benar atau tidak) mengatakan tidak bertendensi apa-apa menyapa dengan kata ”Gay”. Bahkan si penyapa. Sedikit menjelaskan kalau di barat ada nama Robert maka akan di sapa Bob. Tapi di Indonesia nama Robert kemungkinan di sapanya Obet. Dan semua itu sah-sah saja.
Di keluarga besar saya, kami semua punya nama panggilan. Suka atau tidak suka sudah dimateraikan. Kakak saya yang pertama karena sifatnya yang penjijik (Geli dengan yang kotor-kotor) dan cenderung selalu merasa ini tidak bisa atau itu tidak bisa dalam hal pekerjaan fisik, membuat semuanya menyebutnya Boyo. Saya sendiri tidak tahu dari asal kata apa tapi lebih kurang maknanya lemas atau payah. Padahal nama aslinya Gretha Kartiejna. Jadi si kakak nomor satu ini selalu ditempatkan di bagian dapur atau makanan kalau kami menyelenggarakan hajatan.
Bukan cuma itu, kakak nomor satu ini pula yang hafal kebiasaan minum kami para adik dan pasangannya. Pokoknya kalau si Boyo yang menyajikan minuman selamat datang, apa itu sirup, teh atau kopi atau soft drink pasti semua cocok. Baik kekentalan rasa manisnya atau kehangatan airnya. Hanya Boyo yang hafal. Bayangkan kalau kami berkumpul di rumah mami, hanya Boyo yang bisa menyajikan aneka jenis minuman sesuai kesukaan masing-masing adik dan adik iparnya.
Kakak nomor dua, bernama Agustine Sophia. Jelas karena ia lahir di bulan Agustus. Mungkin dulu mami dan papi saya berpikir anaknya cuma dua. Maka dipanggillah dengan sebutan Baby. Nyatanya di Boyo dan si Baby ini punya 9 adik. Tapi panggilan Baby tidak pernah berganti. Kata alm. Papi saya jika nama anak nomor 2 diambil huruf depannya saja menjadi BAS (Baby Agustine Sophia) dan itu nama panggilan si papi.
Kakak nomor tiga, bernama Georgine Arum. Nama pertama diambil dari Nama George Washington, Presiden Amerika yang pertama. Nama keduanya dari Ali Sostroamidjoyo dan M. Room. Yang pada waktu kakak saya lahir sibuk melakukan perundingan dengan pihak Belanda.
Sebutan atau panggilannya adalah si Mpok. Dalam bahasa Betawi bermakna kakak. Tapi bagi kami berarti juragan atau orang setara pembesar yang selalu dilayani. Si Mpok ini dari kecilnya sakit-sakitan. Jadi kalau anak-anak lain upacara di sekolah, maka si Mpok duduk di ruang guru saja.
Mungkin jaman dulu kekurangan gizi, si Mpok ini kalau sedikit beraktivitas maka hidungnya akan keluar darah (mimisan) dan dalam jumlah banyak. Kalau mendengar cerita si Mpok darahnya bisa segelas. Bahkan karena kebiasaan keluar darahnya itu, si Mpok mengkoleksi banyak saputangan ibu guru. Jaman dulu tisu belum umum dan lucunya kok saputangan si ibu guru tidak dikembalikan yah?
Kalau adik-adik dan kakak bekerja maka si Mpok hanya duduk melihat. Karena si Mpok punya alergi kulit. Ada sedikit debu, bersinnya tidak berhenti-henti dan kulitnya cepat sekali ruam dan gatal-gatal. Papi saya suka menguji ruangan yang saya bersihkan (setelah saya sapu dan pel) dengan meminta si Mpok masuk ruangan tersebut. Kalau dia bersin berarti kurang bersih!
Kakak saya nomor empat namanya Joyce Christine karena sejak kecil tinggal di asrama, tidak banyak kenangan yang saya ingat dan rasanya dulu tidak ada julukannya, kalau sekarang karena sudah punya anak dan kebetulan kembar kami menyebutnya atau memangilnya Mama kembar.
Kakak saya nomor lima, nama lengkap Alexandra Theresia. Tapi kami semua memanggilnya Cici. Menurut cerita mami saya, pada tahun-tahun 70-an kami tinggal di daerah yang banyak warga keturunan Tiong Hoa. Sehingga kakak-kakak saya banyak memiliki teman dari keturunan Tiong Hoa. Waktu itu si Sandra (Demikian panggilan sehari-harinya) paling kecil. Nah teman-teman kakak saya kalau membahasakan diri mereka Cici kepada Sandra. Jadi ketika Sandra punya adik, Sandra membahasaan dirinya juga dengan Cici dan kamipun si adik-adik memanggilnya Cici. Para keponakan kami akhirnya menyebutnya/ memanggilnya Tante Cici.
Karena terbiasa memanggil Cici, sebagian mengira kami keturunan Tiong Hoa dan kebetulan kami yang berasal dari Menado memang memiliki warna kulit yang tak jauh berbeda dengan keturunan Tiong Hoa. Si Cici ini sangat suka memasak, jadi kesukaan lainnya adalah belanja ke pasar. Saat belanja, banyak pedagang yang keturunan Tiong Hoa ikut menyapa Cici dan menawarkan harga lebih murah karena merasa sama-sama keturunan Tiong Hoa. Jadi kalau si cici cemberut kami yang mencoba tersenyum ramah. Kenapa harus marah kalau dapat keuntungan belanja dengan harga lebih murah?
Kakak saya nomor enam, namanya Bastiana Tereshkova, sehari-hari di sapa dengan Terry. Nama depan dari nama papi dan nama kedua dari nama kosmonut Rusia. Ketika kecil sulit menyebut huruf “R” lalu nama Terry lebur menjadi Tely lalu Leli. Setelah mempunyai banyak keponakan, menjadi Tante Le, lagi-lagi karena terserah enaknya lidah mengucap menjadi Te-le (Terdengar seperti kata yang berarti tahi ayam dalam bahasa Jawa)
Lalu adik saya atau anak mami saya nomor 8 namanya Adelaida Naharsi. Nama pertama diambil dari nama oma (maminya mami) nama keduanya lagi-lagi rada nyeleneh. Lahir Maret’68 pada saat terjadinya Sidang MPRS. Jadi Na dari Nasution. Har dari Suharto dan Si dari sidang. Nasution dan soeharto adalah dua orang yang memegang kendali pada waktu Sidang MPRS th 68.
Entah mengapa nama panggilannya menjadi Susy dan kami menyebutnya Cucu. Soalnya mami kalau memanggil Sue-Sue kami melafalkannya Cu dan cu jadi Cucu. Tapi dikalangan kawan sepergaulannya baik disekolah atau ditempat kerja, ia biasa di sapa Ade atau Adel..
Adik saya ke 9 namanya Isabella Cornelia. Ia seorang dokter dan sejak remajanya kerap mengikuti banyak organisasi sehingga jarang berkumpul dengan kami. Sehingga para keponakan tidak terlalu familiar dengannya. Ketika PTT, dengan senang hati berangkat ke kepulauan Alor, salah satu pulau nun jauh di Provinsi NTT.
Sewaktu ia mengabarkan akan PTT di Alor, si mami menangis terus menerus karena melihat di peta Pulau Alor hanya setitik kecil nyaris tak terlihat. Kami membujuk mami dengan mengatakan, anggap saja dia lagi kost. Toh kenyatannya sejak kuliah dia memang tidak pernah di rumah. Lepas PTT membuka klinik sendiri bersama suami yang juga dokter tapi ketika Kalimantan memanggil, ia pun terbang dan sekarang di Kalimantanlah tepatnya di Balikpapan ia menetap.
Sehingga banyak kelahiran keponakan-keponakan yang tidak ia ketahui. Tak heranlah kalau sosoknya kurang familiar diantara para keponakan. Jadi saat sesekali berkumpul, keponakan-keponakan yang balita kerap bertanya siapa sih? Nah di dokter yang sebenarnya nama panggilannya Ella lalu berubah menjadi Elok, lebur menjadi Yoyok ketika punya keponakan menjadi Tante Yok disingkat Te Yok terdengar sangat tidak enak lalu seenaknya si Teyok merubah menjadi “Jelita”. Jadi kalau ada keponakan yang bertanya itu tante siapa, maka si Te Yok ini akan berkata “Panggil aku Jelita”. Sehingga keponakan-keponakanku yang lain termasuk Bas dan Van menyebutnya Dokter Jelita.
Adik saya ke 10 dan ke 11 kembar. Kelahiran mereka sangat kami nantikan. Dulu belum ada USG sehingga kami tidak tahu yang akan keluar bayi laki atau perempuan dan satu bayi atau dua bayi. Jadi ketika si mami hamil kami sangat yakin yang keluar laki-laki. Begitu juga si papi. Alhasil diam-siam mami dan papi menyiapkan nama anak laki-laki.
Manusia memang boleh berencana namun Tuhan jua yang menetapkan. Ketika mami melahirkan bukan hanya si papi yang terkejut kamipun terkejut. Yang keluar bayi perempuan dan dua. Entah karena kecewa atau karena usianya yang sudah lewat dari kepala empat, maka ketika sepasang bayi kembar perempuan ini boleh pulang, mami masih harus di rawat.
Berhari-hari kami takjub ada dua bayi mungil di rumah, kakak-kakak saya nomor 1, bertanggung jawab mengurus dan melayani si papi sedangkan kakak nomor 2 dan 3 bertanggung jawab terhadap si kembar. Nah sisanya belum terlalu besar tapi sudah tidak balita, keculi yang persis di atas si kembar, bertanggung jawab untuk diri masing-masing.
Balik ke soal nama. Berhari-hari bahkan berminggu-minggu si kembar belum di beri nama. Papi masih bolak-balik ke RS. Entah atas inisiatif siapa tahu-tahu dipanggil Ola untuk yang kakak dan Olly untuk si Adik. Lama-lama saya tahu itu diambil dari Bola Volly yang dihilangkan huruf awalnya B dan V. Maka jadilah Ola dan Olly.
Pertanyaannya mengapa Bola Volly? Ini barangkali (Analisa saya) kami sekeluarga memang sangat menyukai olahraga Bola Volley. Bahkan kami sekeluarga merupakah salah satu team adalan gereja kami untuk Porseni antar gereja atau antar sektor. Bermula dari kakak saya yang nomor dua, Ia adalah atlet Volly DKI untuk PON VIII. Mungkin nama itu dari dia. Pada akhirnya si kembar diberi nama Aprilda (Karena terlahir bulan April) Jolanda untuk si Ola dan Aprilda Veronica untuk si Olly.
Last but not least nama saya. Dipanggil Icha dari nama Elisa. Pokonya yang berahir ”Isa” bisa menjadi Icha seperti Marisa atau Annisa. Nama Elisa biasanya atau umumnya tertulis Eliza dengan huruf Z bukan S. Sehingga banyak orang salah menuliskan nama saya. Tapi nama Elisa diambil dari nama laki-laki yaitu Opa saya (papinya si papi)dan namanya Memang Opa Elisa.
Nama lengkap saya sama seperti saudara-saudara yang lain semua dua nama. Tapi nama kedua saya tidak pernah saya pakai. Urusan adminitrasi baik itu raport dan ijazah, tidak pernah ada nama kedua atau nama tengah saya. Juga KTP atau identitas lain. Semua hanya Elisa Koraag atau Icha Koraag.
Mengapa begitu? Saya tidak tahu. Tapi saya bersyukur nama itu tidak dipakai. Saya agak terganggu dengan nama kedua tersebut. Karena sangat aneh terdengarnya. Tapi apa mau dikata ketika akan menikah yang diperlukan untuk mengurus ke Catatan Sipil salah satunyanya adalah Akte Kelahiran dan di situ jelas tertulis nama pertama dan nama kedua.
Menghindar jelas tidak mungkin, untungnya calon suami saya tidak mentertawakan (Tidak tahu kalau dibelakang saya ia tertawa). Nama kedua sangat jelas menceritakan kalau papi saya TNI AD. Nama kedua saya KOSTRADA dan itu jelas diambil dari kata Kostrad. Akhirnya nama itu ikut tertera di kartu undangan pernikahan saya.
Saya pikir, pastinya papi saya bangga menempelkan nama itu walau papi tidak tahu bagaimana perasaan saya dengan nama.itu. Coba anda bandingkan dengan nama kedua saudara-saudara saya yang lain, nama kedua saya saja yang terdengar sangat ”antik”. Saya mencoba menerima, merasakan dan meyakini kebanggaan papi yang menyertai nama itu atas saya. Jadilah saya: Elisa Kostrada Koraag.
Ketika saya hamil dan melahirkan saya tidak pusing soal nama. Ada juga sih terpikir ingin memberikan nama pada anak yang akan saya lahirkan. Tapi saya tidak suka berdebat. Karena saya bisa menggunakan nama apapun sebagai nama tokoh dalam cerpen-cerpen saya. Termasuk nama-nama yang saya suka baik karena artinya maupun karena respek saya terhadap si empunya nama asli.
Ketika suami saya punya usulan nama untuk anak-anak, maka nama-nama itu yang dipakai. Kebetulan sayapun menyukai nama itu. Bastiaan diambil dari nama alm papi saya dan Vanessa diambil dari nama pemain biola favoritenya suami saya yaitu Vanessa Mae. Bagi saya terdengar baik dan indah.
Namun satu hal yang penting arti dari pemberian sebuah nama adalah pemberian identitas. Apapun nama dan makna dibalik nama terbut adalah sah-sah saja. Nama merupakah salah satu hak dasar manusia. Nama adalah awal identitas. Agar di akui secara hukum identitas tersebut perlu disyahkan dalam sebuah Akte kelahiran. Jadi harus diingat nama adalah bagian dari hak dasar yang dimiliki anak, jika anda sebagai orang tua, maka kewajiban kita memberikan apa yang menjadi hak dasar anak. Jadikan berikanlah nama dan resmikanlah namanya secara hukum dalam sebuah akte kelahiranb agar anak mempunyai identitas yang berkekuatan hukum. (Icha Koraag. 22 Nov 2006)
IN MY BIRTHDAY I AM HAPPY
IN MY BIRTHDAY I AM HAPPY
(AM I NARCIS?)
Ketika hari Minggu, 19 November berpindah ke Senin, 20 November aku masih terlelap, soalnya dua hari berturut-turut ada acara gathering. So sms pertama masuk tepatnya pk. 00.10 menit aku tidak terbangun. Soalnya aku lagi mimpi tapi aku tidak mau cerita. Mimpinya khusus untuk aku dan Frisch-pembaca tidak boleh protes.
Tapi sms berikutnya membuatku terjaga, kulirik jam dinding, gila aje baru pukul 03.02. Orang-orang itu apa tidak pada tidur? Lalu sms terus menerus masuk membuat Frich melompat dan melemparkan Hp ke aku. Kok tahu yah aku sudah bangun? Aku menerima hp dan memasukan ke bawah bantalku. Frisch mendekat dan membisikan kata cinta yang tak pernah bosan ku dengar dalam 16 tahun kebersamaan kami. Ucapan tulus dari seseorang yang kutahu kuletakan hatiku di sana.
Sms pertama yang tak mampu mengusik mimpiku dari Anto dan istri. Teman seruang kerjaku yang hobi membangunkanku di tengah malam lewat smsnya hanya untuk bertanya “Mimpi indahkah? Jangan lupa ditunggu ceritanya besok pagi.?” Boro-boro mimpi indah, alih-alih tidurku yang terganggu. Tapi aku tak pernah bisa marah karena Anto selalu bersedia mengedit atau memproduksi report kerja menjadi satu hand book yang ciamik! Pagi ini smsnya sangat mengharukan aku: “Terima kasih ya Allah, Kau berikan pjng usia pada sahabatku. Berpijak usia yang bertambah bimbinglah dia selalu di jalanMu. Ingatkan dia bila salah melangkah dan biarkan bahagia selalu jadi miliknya. Met ultah kawan berbahgia dan sukses selalu!”
Sms berikutnya dari Indarpati, penulis muda yang sama-sama denganku tergabung dalam beberapa milis penulisan. Isi smsnya membuat aku tersenyum: “ Smg dirimu tdk tngh bercinta pagi ini ;-) krn kuingin turut mencicipi bijaksanamu yg tpt menginjak 41. Selamat ulang tahun Uci (Panggilan kakak perempuan untuk orang Menado). Smg bahagia itu ttp bersamamu”. Aku pun langsung membalas “Thanks karena smsmu menginspirasi aku untuk menarikan tarian cintaku!” Pagi-pagi ketika ku buka email, Indar mengiriman email yang bercerita ia tertawa ngakak membaca emailku sehingga suaminya heran. Indar bilang dia juga jadi ingin menari! Bearti smsku sangat inspoiratif-kan!
Sms berikutnya dari adikku yang persis di bawah aku, Adelaida alias Susy atau kerap kupanggil Cucu. ”Detik ini adalah milikmu. Masa ini adalah hak mu. Rengkuhlah dalam-dalam karena umurmu bertambah satu. Happy b’day, God Bless you Cha!” Oh.... that is very nice. Thanks Cu.
“Happy b’day Icha. Tuhan memberkati. Panjang umur. Murah rezeki dan sehat selalu“ datang dari kakakku yang pertama, Etha.
Lalu sms dari seorang teman di Bandung, kang Teha Sugiyo:
”Everyday is a wonderfull opportunity 2 care, 2 love, 2 smile, 2 pray, to be thanksful 4 having a friend like U…HAPPY BIRTHDAY 2 U. God Bless U togerher your fam en I hope u live happily 4 ever”
Sms selanjutnya dari keponakanku Anna, anak pertama dari kakakku yang kedua. “ People live, people die, people laugh, people cry. Some giv up some will try. Some say hi, some say bye. Others may forget your B’day but never will I. Happy B’day” So sweet 4 me.
Lalu seorang sahabat yang selalu dekat di hati. Namanya Prisca, ia alumni IPB namun berkarir di sebuah Bank. Perkenalannya di mulai 16 tahu lalu, tak kala (Jangan ditertawakan) aku mengikuti pemilihan Putri Wisata Bahari! (Tuh………………… kan pada tersenyum). Sudah…………sudah jangan malah tertawa. Mengapa?...................maksudnya? Oh mengapa aku mengikuti Pemilihan Putri Wisata Bahari?
Jujur, aku sendiri kalau mengingatnya jadi tertawa. Niat awalnya aku merasa tertantang menuliskan wisata Bahari yang ada di indonesia, khususnya di Jakarta sebagai syarat awall mengikuti pemilihan putri ini. Aku pikir, tulisanku pasti bagus ( Am I Narsis?) Aku sadar diri kalau dari postur tubuh dan wajah, jauhlah untuk bersaing. Lalu.................? hey....penasaran yah? Sabar........sabar...........Ok aku lanjutkan.
Jadi aku berniat, mengirimkan foto dan nama adikku si Adelaida itu. Karena dia finalis beberapa pemilihan putri. Tapi adikku tidak bersedia karena takut kalau diminta mempertanggung jawabkan isi karanganku. So dengan berat hati aku mengirimkan atas namaku lengkap dengan fotoku. Ya.....................ampun, aku masuk 20 besar lalu 10 besar. Dan cukup sampai di 10 besar saja. Nah dinilah aku berkenalan dengan Priska yang kelihatannya juga sama Tpmboy-nya denganku.
Cerita punya cerita, ternyata Priska sedang menguji sisi keperempuannya dan usai mengikuti ajang pemilihan ini Priska yakin, dia tidak berminat jadi putri atau model. Dari sinilah persahabatan kami terus berlangsung. Priska menikah di bulan Nov 1995 dan melahirkan anak pertama laki-laki 20 Nov 1996. Bertepatan dengan ulang tahunku.
Setahun kemudian aku menikah Juli 1996 dan melahirkan anak kedua perempuan 31 Juli 2003. Tepat di hari ultah Priska. Kadang kalau kami sedang ngobrol, kami suka mempertanyakan apa ini artinya anak-anak kita berjodoh? Dan tidak ada diantara kami yang bisa menjawab. Sms dari priska berbunyi: ”Happy B’day dear. Success n happy always. Love Priska”. Aku langsung menjawab dan mengucapkan happy birthday for her son Kevin!
Sepanjang hari, sepanjang malam bahkan hingga subuh hari ini, 21 Nov, aku masih menerima sms. Dari keluarga besarku, keluarga besar Frisch, adik-kakak juga keponakan. Aku harus segera cepat-cepat menghapus dan mereplay balik ucapan terima kasih karena kapasitas hp yang terbatas. Jadi tidak semua pesan masih ada, yang tertinggal hanya beberapa, sekitar 30-an karena isi sangat indah. Mungkin kebanyakan punya selera bagus dalam merangkai kata, atau mengutip entah dari mana. Yang pasti sangat menyentuh buatku.
Ada dari pak Djoko Sri Molejono, ada dari Nana P di Semarang, ada dari Fuad di NTB ada dari Surbaya, dari Menado dan banyak lagi. Juga banyak ucapan masuk japri ke inbox ku dan sebagian tersebar di beberapa milis yang aku ikuti.
Aku cuma mau mengatakan, lewat tulisan ini aku mengucapkan banyak terima kasih atas semua ucapan dan perhatiannya. Senang rasanya mengetahui banyak kawan yang mengenal dan mengingatku.
Pagi tadi sangat aku berdoa untuk memulai hari, aku merenung. Sesungguhnya banyak sekali dalam hidup ini yang patut kita syukuri. Walau kehidupan itu sendiri tidak pernah lepas dari persoalan tapi tetap lebih banyak hal yang patut disyukuri. Aku jadi teringat salah satu tulisan Andreas Harefa yang mengatakan “Lebih muda mengucap syukur dalam keadaan bergembira di banding mengucapk syukur kala kita berada dalam kemalangan!”
Kesimpulannya: Megnucap syukur dalam kesusahan perlu belajar. Sama seperti kita perlu belajar jika kita jatuh miskin. Tidak susah dan tak perlu waktu lama untuk beradptasi makan di restaurant atau tinggal di rumah gedongan tapi perlu waktu lebih lama beradaptasi untuk belajar makan seadanya atau tidur di dipan kayu tanpa kasur.
Harus ku akui pernyataan itu benar. Tapi bertahun sudah aku belajar mengucap syukur dalam segala hal di setiap tarikan nafasku, termasuk dalam keadaan susah. Ternyata bersyukur itu menyenangkan. Bersyukur itu menenangkan. Ketika kita melepaskan semua himpitan hidup yang ada di benak dan di hati kita, lalu mengizinkan Dia sang pemilik kehidupan untuk menilik setiap persoalan yang kita hadapi.
Aku berkali-kali menghadapi persoalan tapi berkali-kali pula, bila saatnya tiba, semua persoalan selesai dengan sendirinya. Dan aku sungguh-sungguh percaya semua itu karena campur tangan Tuhan. Sehingga aku sungguh-sungguh percaya Tuhan menyayangi aku.
Dan ketika aku genap dimateraikan 41 tahun usiaku. Aku kembali dan tetap mengucap syukur dalam segala kelebihan dan kekuranganku. Aku berbahagia karena Tuhan tak pernah meninggalkanku baik kala aku senang maupun susah dan ini kudapati jawabannya karena sesungguhnya ketika kesusahan menimpaku, aku tak pernah lari dari Tuhan. Jadi aku tahu dengan pasti sesusah-susahnya persoalan hidupku, aku tak pernah sendiri. Jadi kalau aku susah saja aku tak pernah sendiri apalagi saat aku berbahagia. Seperti di hari ulang tahunku. 20 Nov jatuhnya hari Senin, jadi aku harus menunggu akhir minggu depan untuk mengumpulkan hadiah-hadiah yang akan ku terima. Asyik yah. Uh jadi tidak sabar menunggu minggu depan. (Icha Koraag. 21 Nov 2006)
(AM I NARCIS?)
Ketika hari Minggu, 19 November berpindah ke Senin, 20 November aku masih terlelap, soalnya dua hari berturut-turut ada acara gathering. So sms pertama masuk tepatnya pk. 00.10 menit aku tidak terbangun. Soalnya aku lagi mimpi tapi aku tidak mau cerita. Mimpinya khusus untuk aku dan Frisch-pembaca tidak boleh protes.
Tapi sms berikutnya membuatku terjaga, kulirik jam dinding, gila aje baru pukul 03.02. Orang-orang itu apa tidak pada tidur? Lalu sms terus menerus masuk membuat Frich melompat dan melemparkan Hp ke aku. Kok tahu yah aku sudah bangun? Aku menerima hp dan memasukan ke bawah bantalku. Frisch mendekat dan membisikan kata cinta yang tak pernah bosan ku dengar dalam 16 tahun kebersamaan kami. Ucapan tulus dari seseorang yang kutahu kuletakan hatiku di sana.
Sms pertama yang tak mampu mengusik mimpiku dari Anto dan istri. Teman seruang kerjaku yang hobi membangunkanku di tengah malam lewat smsnya hanya untuk bertanya “Mimpi indahkah? Jangan lupa ditunggu ceritanya besok pagi.?” Boro-boro mimpi indah, alih-alih tidurku yang terganggu. Tapi aku tak pernah bisa marah karena Anto selalu bersedia mengedit atau memproduksi report kerja menjadi satu hand book yang ciamik! Pagi ini smsnya sangat mengharukan aku: “Terima kasih ya Allah, Kau berikan pjng usia pada sahabatku. Berpijak usia yang bertambah bimbinglah dia selalu di jalanMu. Ingatkan dia bila salah melangkah dan biarkan bahagia selalu jadi miliknya. Met ultah kawan berbahgia dan sukses selalu!”
Sms berikutnya dari Indarpati, penulis muda yang sama-sama denganku tergabung dalam beberapa milis penulisan. Isi smsnya membuat aku tersenyum: “ Smg dirimu tdk tngh bercinta pagi ini ;-) krn kuingin turut mencicipi bijaksanamu yg tpt menginjak 41. Selamat ulang tahun Uci (Panggilan kakak perempuan untuk orang Menado). Smg bahagia itu ttp bersamamu”. Aku pun langsung membalas “Thanks karena smsmu menginspirasi aku untuk menarikan tarian cintaku!” Pagi-pagi ketika ku buka email, Indar mengiriman email yang bercerita ia tertawa ngakak membaca emailku sehingga suaminya heran. Indar bilang dia juga jadi ingin menari! Bearti smsku sangat inspoiratif-kan!
Sms berikutnya dari adikku yang persis di bawah aku, Adelaida alias Susy atau kerap kupanggil Cucu. ”Detik ini adalah milikmu. Masa ini adalah hak mu. Rengkuhlah dalam-dalam karena umurmu bertambah satu. Happy b’day, God Bless you Cha!” Oh.... that is very nice. Thanks Cu.
“Happy b’day Icha. Tuhan memberkati. Panjang umur. Murah rezeki dan sehat selalu“ datang dari kakakku yang pertama, Etha.
Lalu sms dari seorang teman di Bandung, kang Teha Sugiyo:
”Everyday is a wonderfull opportunity 2 care, 2 love, 2 smile, 2 pray, to be thanksful 4 having a friend like U…HAPPY BIRTHDAY 2 U. God Bless U togerher your fam en I hope u live happily 4 ever”
Sms selanjutnya dari keponakanku Anna, anak pertama dari kakakku yang kedua. “ People live, people die, people laugh, people cry. Some giv up some will try. Some say hi, some say bye. Others may forget your B’day but never will I. Happy B’day” So sweet 4 me.
Lalu seorang sahabat yang selalu dekat di hati. Namanya Prisca, ia alumni IPB namun berkarir di sebuah Bank. Perkenalannya di mulai 16 tahu lalu, tak kala (Jangan ditertawakan) aku mengikuti pemilihan Putri Wisata Bahari! (Tuh………………… kan pada tersenyum). Sudah…………sudah jangan malah tertawa. Mengapa?...................maksudnya? Oh mengapa aku mengikuti Pemilihan Putri Wisata Bahari?
Jujur, aku sendiri kalau mengingatnya jadi tertawa. Niat awalnya aku merasa tertantang menuliskan wisata Bahari yang ada di indonesia, khususnya di Jakarta sebagai syarat awall mengikuti pemilihan putri ini. Aku pikir, tulisanku pasti bagus ( Am I Narsis?) Aku sadar diri kalau dari postur tubuh dan wajah, jauhlah untuk bersaing. Lalu.................? hey....penasaran yah? Sabar........sabar...........Ok aku lanjutkan.
Jadi aku berniat, mengirimkan foto dan nama adikku si Adelaida itu. Karena dia finalis beberapa pemilihan putri. Tapi adikku tidak bersedia karena takut kalau diminta mempertanggung jawabkan isi karanganku. So dengan berat hati aku mengirimkan atas namaku lengkap dengan fotoku. Ya.....................ampun, aku masuk 20 besar lalu 10 besar. Dan cukup sampai di 10 besar saja. Nah dinilah aku berkenalan dengan Priska yang kelihatannya juga sama Tpmboy-nya denganku.
Cerita punya cerita, ternyata Priska sedang menguji sisi keperempuannya dan usai mengikuti ajang pemilihan ini Priska yakin, dia tidak berminat jadi putri atau model. Dari sinilah persahabatan kami terus berlangsung. Priska menikah di bulan Nov 1995 dan melahirkan anak pertama laki-laki 20 Nov 1996. Bertepatan dengan ulang tahunku.
Setahun kemudian aku menikah Juli 1996 dan melahirkan anak kedua perempuan 31 Juli 2003. Tepat di hari ultah Priska. Kadang kalau kami sedang ngobrol, kami suka mempertanyakan apa ini artinya anak-anak kita berjodoh? Dan tidak ada diantara kami yang bisa menjawab. Sms dari priska berbunyi: ”Happy B’day dear. Success n happy always. Love Priska”. Aku langsung menjawab dan mengucapkan happy birthday for her son Kevin!
Sepanjang hari, sepanjang malam bahkan hingga subuh hari ini, 21 Nov, aku masih menerima sms. Dari keluarga besarku, keluarga besar Frisch, adik-kakak juga keponakan. Aku harus segera cepat-cepat menghapus dan mereplay balik ucapan terima kasih karena kapasitas hp yang terbatas. Jadi tidak semua pesan masih ada, yang tertinggal hanya beberapa, sekitar 30-an karena isi sangat indah. Mungkin kebanyakan punya selera bagus dalam merangkai kata, atau mengutip entah dari mana. Yang pasti sangat menyentuh buatku.
Ada dari pak Djoko Sri Molejono, ada dari Nana P di Semarang, ada dari Fuad di NTB ada dari Surbaya, dari Menado dan banyak lagi. Juga banyak ucapan masuk japri ke inbox ku dan sebagian tersebar di beberapa milis yang aku ikuti.
Aku cuma mau mengatakan, lewat tulisan ini aku mengucapkan banyak terima kasih atas semua ucapan dan perhatiannya. Senang rasanya mengetahui banyak kawan yang mengenal dan mengingatku.
Pagi tadi sangat aku berdoa untuk memulai hari, aku merenung. Sesungguhnya banyak sekali dalam hidup ini yang patut kita syukuri. Walau kehidupan itu sendiri tidak pernah lepas dari persoalan tapi tetap lebih banyak hal yang patut disyukuri. Aku jadi teringat salah satu tulisan Andreas Harefa yang mengatakan “Lebih muda mengucap syukur dalam keadaan bergembira di banding mengucapk syukur kala kita berada dalam kemalangan!”
Kesimpulannya: Megnucap syukur dalam kesusahan perlu belajar. Sama seperti kita perlu belajar jika kita jatuh miskin. Tidak susah dan tak perlu waktu lama untuk beradptasi makan di restaurant atau tinggal di rumah gedongan tapi perlu waktu lebih lama beradaptasi untuk belajar makan seadanya atau tidur di dipan kayu tanpa kasur.
Harus ku akui pernyataan itu benar. Tapi bertahun sudah aku belajar mengucap syukur dalam segala hal di setiap tarikan nafasku, termasuk dalam keadaan susah. Ternyata bersyukur itu menyenangkan. Bersyukur itu menenangkan. Ketika kita melepaskan semua himpitan hidup yang ada di benak dan di hati kita, lalu mengizinkan Dia sang pemilik kehidupan untuk menilik setiap persoalan yang kita hadapi.
Aku berkali-kali menghadapi persoalan tapi berkali-kali pula, bila saatnya tiba, semua persoalan selesai dengan sendirinya. Dan aku sungguh-sungguh percaya semua itu karena campur tangan Tuhan. Sehingga aku sungguh-sungguh percaya Tuhan menyayangi aku.
Dan ketika aku genap dimateraikan 41 tahun usiaku. Aku kembali dan tetap mengucap syukur dalam segala kelebihan dan kekuranganku. Aku berbahagia karena Tuhan tak pernah meninggalkanku baik kala aku senang maupun susah dan ini kudapati jawabannya karena sesungguhnya ketika kesusahan menimpaku, aku tak pernah lari dari Tuhan. Jadi aku tahu dengan pasti sesusah-susahnya persoalan hidupku, aku tak pernah sendiri. Jadi kalau aku susah saja aku tak pernah sendiri apalagi saat aku berbahagia. Seperti di hari ulang tahunku. 20 Nov jatuhnya hari Senin, jadi aku harus menunggu akhir minggu depan untuk mengumpulkan hadiah-hadiah yang akan ku terima. Asyik yah. Uh jadi tidak sabar menunggu minggu depan. (Icha Koraag. 21 Nov 2006)
CATATAN KECIL PELAKSANAAN KOPDAR II SK
CATATAN KECIL PELAKSANAAN KOPDAR II SK
Sekitar pukul 19.00, aku tiba di rumah. Bas dan Van suah lama terlelap dalam mobil. Sehingga ketika aku dan papanya memindahkan ke tempat tidur, keduanya tidak rewel. Hari ini memang melelahkan bukan hanya buat aku dan papanya tapi juga buat Bas dan Van. Setelah membongkar barang bawaan, aku membereskan satu persatu termasuk berkas-berkas angket yang ku sebar pada waktu Kopdar II (Nanti aku bikin laporan hasil angketnya).
Setelah semua beres barulah aku membersihkan tubuh. Dinginnya air melepaskan lengketnya keringat dari tubuh ini sekaligus mengembalikan kesegaran. Kesegaran yang menyergap tubuh ini, memberikan pemikiran yang jernih. Usai mandi, aku tidak langsung tidur. Memang aku lelah tapi banyak sekali loncatan-loncatan pemikiran dalam benak ini yang rasanya sayang jika tidak aku tuliskan.
Namun keterbatasan energi yang dimiliki tubuh ini, sama sekali tidak kompak. Kenyatannya aku hanya mampu menuliskan besaran-besaran pemikiran utamanya dengan tekad akan ku selesaikan di sela-sela pekerjaanku di kantor. Lalu akupun merebahkan tubuh ini di samping Bas dan Van. Kucium mereka penuh kasih dan permintaan maaf karena selama Kopdar II, aku hanya beberapa menit menyertai mereka.
Untunglah suamiku mau mengerti dan memberikan kepastian padaku agar tak usah khawatir selama mengkoordinir acara. Menurutnya, anak-anak ada ditangan orang yang layak dipercaya. Dan memang aku mempercayainya.
Lelah? Pertanyaan basi, jangankan jadi pelaksana sebagai peserta saja juga lelah kok. Tapi aku senang, dipercaya dan bisa mewujudkan walau aku tahu masih banyak kekurangan di sana-sini. Bukan mau mengeluh tapi sebagai bahan catatan pada pelaksanan serupa di masa mendatang. EvenT semacam Kopdar, tidak bisa dilaksanakan oleh satu orang. Aku memberanikan diri karena yakin kalau tidak pernah mencoba tidak akan pernah tahu bisa atau tidak.
Buktinya Kopdar II bisa dilaksanakan walau dengan catatan banyak hal yang harus diperbaiki. Ketika membuat spanduk dengan gambar yang ada web Sekolah Kehidupan. Aku harus bolak-balik karena program yng ada tidak sesuai dengan program yang aku buat. Tapi akhirnya aku tersenyum karena hasilnya tidak mengecewkan. Lelah.....? Itulah harga yang harus di bayar.
Aku menyewa organ tunggal dan singer yang adalah tetangga kakakku. Karena aku bisa dapat harga istimewa. Tapi sungguh di luar dugaanku sang organis mengirim pemain pengganti yang amatiran. Kepada siapa aku mengadu? Kedatangan mereka yang terlambat karena pecah ban, benar-benar membuatku panik. Bagaimana aku mempertanggung jawabkan ke Pak Sinang selaku kepsek dan juga teman-teman yang sudah datang?
Kesana-kemari aku seorang diri, karena memang pelaksananya aku sendiri. Tapi entah kekuatan dari mana aku masih bisa tersenyum menyambut teman-teman yang datang satu persatu. Untungnya aku di bantu kakakku untuk urusan konsumsi.
Dari pelaksanaan kemarin maka menurutku, layaknya sebuah organisasi harus ada kordinator, yang menjadi mesin utama mengatur aktifitas team dalam mengkorodinir bagian-bagian. Lalu ada Sei Acara, yang mengatur dan memfasilitasi semua game. Ada Sie perlengkapan yang tahu harus bertindak apa, jika terjadi kendala dalam acara. Ketika Organis dan perlengkapan sound system terlambat, dengan berat hati aku menyewa sound yang ada di lokasi. Sebenarnya aku tidak mau menggunakan sound dari Situ Gintung karena dulu pernah dan tahu tidak bagus! Tapi aku tidak punya pilihan.
Kalau menurut pak Sinang, Sound harusnya di pasang sebelum acara di mulai, aku juga tahu dan kesepakatan yang aku buat juga pukul 09.30. Kenyataannya dengan sederet alasan yang dikemukakan, aku tak ingin berbantah. Karena energiku sudah tak banyak, jika saling berbantah aku khawatir menjadi emosi dan rusaklah Kopdar II. mau tidak mau aku menahan diri karena aku tetap harus menunjukan ketegaranku.
Selama berlangsungnya Kopdar II, pikiranku bercabang antara kesuksesan Kopdar II dan keluargaku. Sesekali suamiku memanggil untuk menanyakan keangsungan acara. Hanya kepada dialah aku menumpahkan kekesalan dan kepenatan hati tak kala rencana yang sudah disusun dan disepakati tak sesuai dengan kenyataan. Terima kasih Tuhan untuk lelaki yang satu ini!
Tidak hujan adalah hal lain yang patut disyukuri, sehingga kami tetap bisa melakukan aktivitas langsung di bawah langit. Tapi teriknya matahari, membuat Pak Sinang memintaku menyewa tenda. Saung-saung yang tersedia beratap seng dan kapasitasnya hanya 10 orang. Memang mendapatkan 3 saung untuk 30 orang tapi dengan kondisi yang terpisah membuat tidak nyaman. Maka kamipun beraktivitas di bawah tenda ukuran 6 x 10 m.
Tebar senyum dan meyakinkan semua orang untuk merasa nyaman terus aku lakukan. Aku ingin Kopadar II meninggalkan kesan istimewa. Karena walau namanya Kopdar II, sebenarnya ini pertemuan resmi pertama dengan para siswa Sekolah Kehidupan. Aku tahu banyak orang meletakan ekspektasi yang tinggi terhadap diriku dan teman-teman lain. Aku tidak tahu apakah ekspektasi mereka tentang aku sesuai atau mengecewakan.
Secara individu aku tak peduli bagiku asal sudah melakukan yang terbaik, maka yang lain tak ingin kupikirkan. Karena itu aku tidak membayangkan tipe-tipe member, sehingga setiap bertemu mereka, aku meyakinkan itulah gambaran yang harus ada di benakku. Tak ingin aku menilai satu persatu, namun yang pasti aku berbahagia, bertemu kang Teha. Senang bisa berkenalan dan menjalin silahturahmi. Lain waktu kita akan berpegang tangan untuk urusan yang lebih besar. Semoga!
Senang juga bertemu Pak Yan, orang yang bisa ku jadikan guru dalam banyak hal. Rasanya yang lain semua adik-adik atau anak-anakku. Senang berada di tengah mereka, membuat sejenak aku melupakan umur. Semangat dan jiwa muda mereka membuat aku juga merasa muda dan lebih semangat.
Sepanjang pengamatanku banyak yang ”tebar kasih”. Bertukar ilmu dan pengalaman. Mudah-mudahan ada hikmah dan manfaat yang bisa dipetik dari pertemuan Kopdar II. Nursalam banyak berdiskusi dengan Indar, Dedew dan Inga Fetty. Si Aby yang pendiam Suhadi. Diam tapi menghanyutkan. Mengaku baru belajar menulis tapi tulisannya mampu menggedor pemikiran orang.
Margo yang tulisannya sangat inspiratif juga orang yang tak banyak cakap. Achie, Divin, Gopo, Fiyan kelompok anak muda yang sangat mudah bergolak. Emosional dan temperamental, Sedangkan Dyah yang detik-detik terakhir mendaftar jelas tergambar sebagai wanita karir. Banyak senyum tak banyak bicara.
Sobin, tampak lebih matang dan tetap menyenangkan (Kita bertemu di kopdar I) dan gak nyangka mampu mengalunkan nada lembut dari bibirnya walau dangdutpun ok juga. Maya de Fitri, si tante Maya yang rela meninggalkan Bantul sesaat untuk ambil bagian dalam kelas di Sekolah Kehidupan, Juga Sisca Lahur yang mampu menghebohkan dengan goyang Inulnya, serta Lia Oktavia dan Uriati.
Yang menepati janji untuk hadir.
Senang mengenal semua, saya ingin mengucapkan terima kasih untuk Pak Sinang dan ibu yang berkenan hadir dan mempercayakan saya mewujudkan Kopdar II. Mohonkan maaf jika pada pelaksaannya banyak yang mengecewakan. Buat Ibu Nung, mungkin lain waktu saya bisa belajar banyak dari ibu.
Terima kasih teman-teman yang sudah mendoakan hingga acara ini terwujud. Juga terima kasih untuk yang sudah hadir. Dan maafkan segala kekurangan yang ada dalam acara ini. Mudah-mudahan bagi yang akan melaksanakan pertemuan selanjutnya bisa jauh lebih baik.
Terima kasih untuk keluargaku, Frisch, Bas dan Van yang rela membagi mamanya dengan komunitas Sekolah Kehidupan. Semoga kami tetap menjadi keluarga yang saling mengerti dan saling berbagi. Semoga Bas dan Van juga kelak menjadi orang yang menyenangkan bagi orang lain, sebagaimana mereka senantiasa menyenangkan aku dan suamiku. Dengan segala kenakalan dan kelucuannya. (Icha koraag, 20 Nov 2006. It’s my birthday)
Sekitar pukul 19.00, aku tiba di rumah. Bas dan Van suah lama terlelap dalam mobil. Sehingga ketika aku dan papanya memindahkan ke tempat tidur, keduanya tidak rewel. Hari ini memang melelahkan bukan hanya buat aku dan papanya tapi juga buat Bas dan Van. Setelah membongkar barang bawaan, aku membereskan satu persatu termasuk berkas-berkas angket yang ku sebar pada waktu Kopdar II (Nanti aku bikin laporan hasil angketnya).
Setelah semua beres barulah aku membersihkan tubuh. Dinginnya air melepaskan lengketnya keringat dari tubuh ini sekaligus mengembalikan kesegaran. Kesegaran yang menyergap tubuh ini, memberikan pemikiran yang jernih. Usai mandi, aku tidak langsung tidur. Memang aku lelah tapi banyak sekali loncatan-loncatan pemikiran dalam benak ini yang rasanya sayang jika tidak aku tuliskan.
Namun keterbatasan energi yang dimiliki tubuh ini, sama sekali tidak kompak. Kenyatannya aku hanya mampu menuliskan besaran-besaran pemikiran utamanya dengan tekad akan ku selesaikan di sela-sela pekerjaanku di kantor. Lalu akupun merebahkan tubuh ini di samping Bas dan Van. Kucium mereka penuh kasih dan permintaan maaf karena selama Kopdar II, aku hanya beberapa menit menyertai mereka.
Untunglah suamiku mau mengerti dan memberikan kepastian padaku agar tak usah khawatir selama mengkoordinir acara. Menurutnya, anak-anak ada ditangan orang yang layak dipercaya. Dan memang aku mempercayainya.
Lelah? Pertanyaan basi, jangankan jadi pelaksana sebagai peserta saja juga lelah kok. Tapi aku senang, dipercaya dan bisa mewujudkan walau aku tahu masih banyak kekurangan di sana-sini. Bukan mau mengeluh tapi sebagai bahan catatan pada pelaksanan serupa di masa mendatang. EvenT semacam Kopdar, tidak bisa dilaksanakan oleh satu orang. Aku memberanikan diri karena yakin kalau tidak pernah mencoba tidak akan pernah tahu bisa atau tidak.
Buktinya Kopdar II bisa dilaksanakan walau dengan catatan banyak hal yang harus diperbaiki. Ketika membuat spanduk dengan gambar yang ada web Sekolah Kehidupan. Aku harus bolak-balik karena program yng ada tidak sesuai dengan program yang aku buat. Tapi akhirnya aku tersenyum karena hasilnya tidak mengecewkan. Lelah.....? Itulah harga yang harus di bayar.
Aku menyewa organ tunggal dan singer yang adalah tetangga kakakku. Karena aku bisa dapat harga istimewa. Tapi sungguh di luar dugaanku sang organis mengirim pemain pengganti yang amatiran. Kepada siapa aku mengadu? Kedatangan mereka yang terlambat karena pecah ban, benar-benar membuatku panik. Bagaimana aku mempertanggung jawabkan ke Pak Sinang selaku kepsek dan juga teman-teman yang sudah datang?
Kesana-kemari aku seorang diri, karena memang pelaksananya aku sendiri. Tapi entah kekuatan dari mana aku masih bisa tersenyum menyambut teman-teman yang datang satu persatu. Untungnya aku di bantu kakakku untuk urusan konsumsi.
Dari pelaksanaan kemarin maka menurutku, layaknya sebuah organisasi harus ada kordinator, yang menjadi mesin utama mengatur aktifitas team dalam mengkorodinir bagian-bagian. Lalu ada Sei Acara, yang mengatur dan memfasilitasi semua game. Ada Sie perlengkapan yang tahu harus bertindak apa, jika terjadi kendala dalam acara. Ketika Organis dan perlengkapan sound system terlambat, dengan berat hati aku menyewa sound yang ada di lokasi. Sebenarnya aku tidak mau menggunakan sound dari Situ Gintung karena dulu pernah dan tahu tidak bagus! Tapi aku tidak punya pilihan.
Kalau menurut pak Sinang, Sound harusnya di pasang sebelum acara di mulai, aku juga tahu dan kesepakatan yang aku buat juga pukul 09.30. Kenyataannya dengan sederet alasan yang dikemukakan, aku tak ingin berbantah. Karena energiku sudah tak banyak, jika saling berbantah aku khawatir menjadi emosi dan rusaklah Kopdar II. mau tidak mau aku menahan diri karena aku tetap harus menunjukan ketegaranku.
Selama berlangsungnya Kopdar II, pikiranku bercabang antara kesuksesan Kopdar II dan keluargaku. Sesekali suamiku memanggil untuk menanyakan keangsungan acara. Hanya kepada dialah aku menumpahkan kekesalan dan kepenatan hati tak kala rencana yang sudah disusun dan disepakati tak sesuai dengan kenyataan. Terima kasih Tuhan untuk lelaki yang satu ini!
Tidak hujan adalah hal lain yang patut disyukuri, sehingga kami tetap bisa melakukan aktivitas langsung di bawah langit. Tapi teriknya matahari, membuat Pak Sinang memintaku menyewa tenda. Saung-saung yang tersedia beratap seng dan kapasitasnya hanya 10 orang. Memang mendapatkan 3 saung untuk 30 orang tapi dengan kondisi yang terpisah membuat tidak nyaman. Maka kamipun beraktivitas di bawah tenda ukuran 6 x 10 m.
Tebar senyum dan meyakinkan semua orang untuk merasa nyaman terus aku lakukan. Aku ingin Kopadar II meninggalkan kesan istimewa. Karena walau namanya Kopdar II, sebenarnya ini pertemuan resmi pertama dengan para siswa Sekolah Kehidupan. Aku tahu banyak orang meletakan ekspektasi yang tinggi terhadap diriku dan teman-teman lain. Aku tidak tahu apakah ekspektasi mereka tentang aku sesuai atau mengecewakan.
Secara individu aku tak peduli bagiku asal sudah melakukan yang terbaik, maka yang lain tak ingin kupikirkan. Karena itu aku tidak membayangkan tipe-tipe member, sehingga setiap bertemu mereka, aku meyakinkan itulah gambaran yang harus ada di benakku. Tak ingin aku menilai satu persatu, namun yang pasti aku berbahagia, bertemu kang Teha. Senang bisa berkenalan dan menjalin silahturahmi. Lain waktu kita akan berpegang tangan untuk urusan yang lebih besar. Semoga!
Senang juga bertemu Pak Yan, orang yang bisa ku jadikan guru dalam banyak hal. Rasanya yang lain semua adik-adik atau anak-anakku. Senang berada di tengah mereka, membuat sejenak aku melupakan umur. Semangat dan jiwa muda mereka membuat aku juga merasa muda dan lebih semangat.
Sepanjang pengamatanku banyak yang ”tebar kasih”. Bertukar ilmu dan pengalaman. Mudah-mudahan ada hikmah dan manfaat yang bisa dipetik dari pertemuan Kopdar II. Nursalam banyak berdiskusi dengan Indar, Dedew dan Inga Fetty. Si Aby yang pendiam Suhadi. Diam tapi menghanyutkan. Mengaku baru belajar menulis tapi tulisannya mampu menggedor pemikiran orang.
Margo yang tulisannya sangat inspiratif juga orang yang tak banyak cakap. Achie, Divin, Gopo, Fiyan kelompok anak muda yang sangat mudah bergolak. Emosional dan temperamental, Sedangkan Dyah yang detik-detik terakhir mendaftar jelas tergambar sebagai wanita karir. Banyak senyum tak banyak bicara.
Sobin, tampak lebih matang dan tetap menyenangkan (Kita bertemu di kopdar I) dan gak nyangka mampu mengalunkan nada lembut dari bibirnya walau dangdutpun ok juga. Maya de Fitri, si tante Maya yang rela meninggalkan Bantul sesaat untuk ambil bagian dalam kelas di Sekolah Kehidupan, Juga Sisca Lahur yang mampu menghebohkan dengan goyang Inulnya, serta Lia Oktavia dan Uriati.
Yang menepati janji untuk hadir.
Senang mengenal semua, saya ingin mengucapkan terima kasih untuk Pak Sinang dan ibu yang berkenan hadir dan mempercayakan saya mewujudkan Kopdar II. Mohonkan maaf jika pada pelaksaannya banyak yang mengecewakan. Buat Ibu Nung, mungkin lain waktu saya bisa belajar banyak dari ibu.
Terima kasih teman-teman yang sudah mendoakan hingga acara ini terwujud. Juga terima kasih untuk yang sudah hadir. Dan maafkan segala kekurangan yang ada dalam acara ini. Mudah-mudahan bagi yang akan melaksanakan pertemuan selanjutnya bisa jauh lebih baik.
Terima kasih untuk keluargaku, Frisch, Bas dan Van yang rela membagi mamanya dengan komunitas Sekolah Kehidupan. Semoga kami tetap menjadi keluarga yang saling mengerti dan saling berbagi. Semoga Bas dan Van juga kelak menjadi orang yang menyenangkan bagi orang lain, sebagaimana mereka senantiasa menyenangkan aku dan suamiku. Dengan segala kenakalan dan kelucuannya. (Icha koraag, 20 Nov 2006. It’s my birthday)
Kopdar II: TEBAR HADIAH
TEBAR HADIAH di KOPDAR II
Kopdar II Sekolah Kehidupan, yang dipenuhi gelak tawa dan canda, akhirnya terwujud di Situ Guntung, Ciputat, Minggu, 19 Nov 2006. Sekitar 21 siswa Sekolah Kehidupan hadir. Di hitung dengan Kepala Sekolah, istri Kepsek dan asisten Kepsek yang juga putra sulung Kepsek maka jumah menjadi 24 orang. Jumlah itu menjadi 30 orang manakala dilengkapi suami dan 2 anak Icha serta Istri dan 2 anak Suhadi.
Acara di mulai terlambat, selain siswa Sekolah Kehidupan yang datangnya bergelombang, team organ tunggal dan soud system pun datang terlambat. Waktu berjalan terus, para siswa lambat laun muncul satu-satu. Sekitar pukul sebelas Pak Sinang Bulawan selaku Kepala Sekolah datang bersama istri. Sebelumnya beliau sudah mengirim asistennya yaitu Gigar untuk membawa aneka hadiah untuk door prize dan Grand Prize. Kejutan yang menyenangkan.
Acara d mulai ketika siswa baru berjumlah 11 orang dan ahirnya menjadi 30 orang di akhir acara. Lia Oktavia dan kawannya Uriati menunjukan niatnya. Walau waktu menunjukan pukul 15 sore. Ia tetap datang. Konsistensi yang patut di acungkan jempol. Sekali berkomitmen tetap berkomitmen.
Siswa-siswa dan kepala sekolah beserta ibu duduk lesehan di rumput. Tanpa sound system, acara di buka MC, Achie TM. Langsung masuk ajang jual diri, memperkenalkan diri dan alasan memasuki Sekolah Kehidupan.com. Berbagai alasan di kemukan namun satu yang pasti karena Sekolah Kehidupan lewat artikel-artikelnya banyak memberikan inspirasi bagi yang membaca.
Ajang jual diri dilanjutkan dengan memberi kesempatan kepada Kepala Sekolah memberikan sekapur sirih. Banyak kejutan dalam sambutan beliau, namun semua menyenangkan. Sambutan masih dilanjutkan dengan pengumuman Artikel pilihan bulan Oktober. Bukan hanya para penulis artikel pilihan saja yang mendapatkan apresiasi dari kantong pak Kepsek tapi juga yang memilih artikel pilihan mendapatkan hadiah. Jadi yang dipilih dan yang memilih sama-sama mendapatkan apresiasi dari pak Kepsek. Terima kasih pak!
Tidak hanya sampai di situ, semua yang hadir kecuali yang artikelnya menjadi pilihan mendapatkan door prize yang boleh di pilih sendiri dari tumpukan hadiah yang disediakan pak kepsek dan ibu.
Oh yah pada kesempatan ini pak kepsek juga mengumumkan bahwa artikel pilihan bulan Oktober adalah artikel pilihan terakhir yang mendapatkan reward dari Sekolah Kehidupan karena seterusnya atau ke depannya ajang pemberian reward di akhiri. Menurut Pak Sinang Bulawan, ide awalnya memberikan reward karena ingin melihat motivasi para member dan banyak yang jujur mengatakan menjadi siswa Sekolah Kehidupan karena memang mengejar reward. Dengan diakhiri pemberian reward ini, Pak Sinang Bulawan yang juga owner dari Sekolah Kehidupan.com henak mengevaluasi kembali motivasi para siswanya. Jika reward dihilangkan akankah tetap sebagai siswa atau memilih DO.
Selesai bagi-bagi hadiah, acara dilanjutkan makan siang. Sebagaimana rumah makan sunda, menu yang tersedia nasi, sayur asam, ayam goreng, ikan mas di bumbu pesmol, asinan sayur dan dilengkapi buah. Usai makan dilanjutan sholat. Sekitar pukul 13.30 acara dilanjutkan.
Kang Teha sang motivator memprovokasi permainan reuni kelurga yang berakhir dengan garis-garis di muka. Gelak tawa dan canda terus membahana. Yang menjadikan suasana istimewa . pak Kepsek dan ibu turut serta tanpa jaim dalam segala permainan.
Ajang unjuk kemampuan, di isi Achie dan sahabanya Divin membawakan puisi. Puisi cinta yang mengharukan dan puisi sosial yang menyuarakan suara anak jalanan. Fiyan Ajun tak mau kala, tampil dengan puisi ”sengaja” yang menceritakan sengaja ia datang ke kopdar II. Jika dua jempol buat Achie dan Divin, maka Fijan Ajun harus puasa dengan apresiasi tawa, soalnya kocak abis.
Hari menjelang sore, ketika Margo hendak undur diri. Karena setiap yang datang berhak mendapatkan Grand Prize maka nama-nama mulai di kocok. Sayang, jangankan hadiah terkecil Setrikaan, sampai Grand Prize TV, nama Margo tetap tak keluar. Sebelum mengizinkan Margo pulang, dilakukan foto bersama.
Usai Margo pulang, Pak Kepsek yahg makain panas terus membagi-bagikan hadiah, team organ tunggal dan penyanyinya juga mulai panas. Di detik-detik akhir acara suasana makin heboh. Sobin yang unsubcribe ternyata muncul dengan id alfakir . tak bisa menghindar ketika nama Alfakir yang keluar untuk mendapatkan Radio cassete mini compo.
Lagu beatlespun mengalun dari bibirnya sebelum pak kepsek menyerahkan hadiah. Door Prize ketiga sebuah oven Sanken syah menjadi milik Divin sahabat Achie TM. Dengan komepnsasi menyanyikan ”kau bukan diriku” Dewi Yull, pendengar semua sepakat memang Divin bukan Dewi Yull.
Kejutan lain muncul dari Sisca Lahur, member yang lebih banyak mengamati tapi pernah memostingkan artikel ”My studen is gay” berhak mendapatkan sebuah DVD dan untuk itu rela beradul goyang pinggul ala Inul Daratista.
Di akhir pembagian Grand Prize, Achie melengkapi persahabatannya dengan Divin, Jika Divin, sahabatnya mendapatkan sebuah oven, maka Achie menerima sebuah tv berwarna. Kedua sahabat ini sama –sama membawa pulang Grand Prize.
Sebelum acara di tutup Pak kepsek menyampaikan empat hal yang perlu mendapatkan perhatian semua member yang hadir di Kopdar II dan juga yang tidak hadir.
Pertama, Web Site Sekolah Kehidupan sudah diperbaiki, Mas Adjie dan Mas Margo dipercayakan menjadi penjaga Web. Icha di tunjuk untuk menggawangi rubrik keluarga dan Kang Teha menggawangi rubrik artikel
Kedua, Diumumkna ada 4 moderator yang mengelola Milis Sekolah Kehidupan. 3 diantaranya Nursalam, Muhammad Taufik, dan Alfriandie Eka Putra
Ketiga, Pak Kepsek mempercayakan Nursalam dan Indarpati/Indarwati untuk menjadi editor untuk buku yang akan diterbitkan. Rencanya Sekolah Kehidupan akan menerbitkan buku Renungan Sekolah Kehidupan yang terdiri dari 40 artikel pilihan dengan judul ”Buku Kehidupan”.
Keempat
Kopdar selanjutkan akan dilaksanakan minimal bertepatan dengan ulang tahun pertama Sekolah Kehidupan, sekita Juli 2007. Lokasi akan dilelang di milis Yogja atau Bandung, mana team yang siap mengkoordinir . Rencananya siswa-siswa dari Jakarta beserta Kepsek akan menyewa sebuah Bus menuju kopdar selanjutnya. Yang pasti lokasi tidak di Jakarta. Dan Icha dipercayakan sebagai bendahara.
Hari semakin sore, kelelahan sudah memberatkan tapi sinar kebahagiaan tetap terpancar dari peserta yang hadir di Kopdar II. lagu Kemesraan dan Kapan-kapan dinyanyikan bersama sebagai janji bahwa akan ada pertemuan selanjutnya. Sampai bertemu di kesempatan yang lain (Icha Koraag, 20 Nov 2006, it’s my Bithday!)
Kopdar II Sekolah Kehidupan, yang dipenuhi gelak tawa dan canda, akhirnya terwujud di Situ Guntung, Ciputat, Minggu, 19 Nov 2006. Sekitar 21 siswa Sekolah Kehidupan hadir. Di hitung dengan Kepala Sekolah, istri Kepsek dan asisten Kepsek yang juga putra sulung Kepsek maka jumah menjadi 24 orang. Jumlah itu menjadi 30 orang manakala dilengkapi suami dan 2 anak Icha serta Istri dan 2 anak Suhadi.
Acara di mulai terlambat, selain siswa Sekolah Kehidupan yang datangnya bergelombang, team organ tunggal dan soud system pun datang terlambat. Waktu berjalan terus, para siswa lambat laun muncul satu-satu. Sekitar pukul sebelas Pak Sinang Bulawan selaku Kepala Sekolah datang bersama istri. Sebelumnya beliau sudah mengirim asistennya yaitu Gigar untuk membawa aneka hadiah untuk door prize dan Grand Prize. Kejutan yang menyenangkan.
Acara d mulai ketika siswa baru berjumlah 11 orang dan ahirnya menjadi 30 orang di akhir acara. Lia Oktavia dan kawannya Uriati menunjukan niatnya. Walau waktu menunjukan pukul 15 sore. Ia tetap datang. Konsistensi yang patut di acungkan jempol. Sekali berkomitmen tetap berkomitmen.
Siswa-siswa dan kepala sekolah beserta ibu duduk lesehan di rumput. Tanpa sound system, acara di buka MC, Achie TM. Langsung masuk ajang jual diri, memperkenalkan diri dan alasan memasuki Sekolah Kehidupan.com. Berbagai alasan di kemukan namun satu yang pasti karena Sekolah Kehidupan lewat artikel-artikelnya banyak memberikan inspirasi bagi yang membaca.
Ajang jual diri dilanjutkan dengan memberi kesempatan kepada Kepala Sekolah memberikan sekapur sirih. Banyak kejutan dalam sambutan beliau, namun semua menyenangkan. Sambutan masih dilanjutkan dengan pengumuman Artikel pilihan bulan Oktober. Bukan hanya para penulis artikel pilihan saja yang mendapatkan apresiasi dari kantong pak Kepsek tapi juga yang memilih artikel pilihan mendapatkan hadiah. Jadi yang dipilih dan yang memilih sama-sama mendapatkan apresiasi dari pak Kepsek. Terima kasih pak!
Tidak hanya sampai di situ, semua yang hadir kecuali yang artikelnya menjadi pilihan mendapatkan door prize yang boleh di pilih sendiri dari tumpukan hadiah yang disediakan pak kepsek dan ibu.
Oh yah pada kesempatan ini pak kepsek juga mengumumkan bahwa artikel pilihan bulan Oktober adalah artikel pilihan terakhir yang mendapatkan reward dari Sekolah Kehidupan karena seterusnya atau ke depannya ajang pemberian reward di akhiri. Menurut Pak Sinang Bulawan, ide awalnya memberikan reward karena ingin melihat motivasi para member dan banyak yang jujur mengatakan menjadi siswa Sekolah Kehidupan karena memang mengejar reward. Dengan diakhiri pemberian reward ini, Pak Sinang Bulawan yang juga owner dari Sekolah Kehidupan.com henak mengevaluasi kembali motivasi para siswanya. Jika reward dihilangkan akankah tetap sebagai siswa atau memilih DO.
Selesai bagi-bagi hadiah, acara dilanjutkan makan siang. Sebagaimana rumah makan sunda, menu yang tersedia nasi, sayur asam, ayam goreng, ikan mas di bumbu pesmol, asinan sayur dan dilengkapi buah. Usai makan dilanjutan sholat. Sekitar pukul 13.30 acara dilanjutkan.
Kang Teha sang motivator memprovokasi permainan reuni kelurga yang berakhir dengan garis-garis di muka. Gelak tawa dan canda terus membahana. Yang menjadikan suasana istimewa . pak Kepsek dan ibu turut serta tanpa jaim dalam segala permainan.
Ajang unjuk kemampuan, di isi Achie dan sahabanya Divin membawakan puisi. Puisi cinta yang mengharukan dan puisi sosial yang menyuarakan suara anak jalanan. Fiyan Ajun tak mau kala, tampil dengan puisi ”sengaja” yang menceritakan sengaja ia datang ke kopdar II. Jika dua jempol buat Achie dan Divin, maka Fijan Ajun harus puasa dengan apresiasi tawa, soalnya kocak abis.
Hari menjelang sore, ketika Margo hendak undur diri. Karena setiap yang datang berhak mendapatkan Grand Prize maka nama-nama mulai di kocok. Sayang, jangankan hadiah terkecil Setrikaan, sampai Grand Prize TV, nama Margo tetap tak keluar. Sebelum mengizinkan Margo pulang, dilakukan foto bersama.
Usai Margo pulang, Pak Kepsek yahg makain panas terus membagi-bagikan hadiah, team organ tunggal dan penyanyinya juga mulai panas. Di detik-detik akhir acara suasana makin heboh. Sobin yang unsubcribe ternyata muncul dengan id alfakir . tak bisa menghindar ketika nama Alfakir yang keluar untuk mendapatkan Radio cassete mini compo.
Lagu beatlespun mengalun dari bibirnya sebelum pak kepsek menyerahkan hadiah. Door Prize ketiga sebuah oven Sanken syah menjadi milik Divin sahabat Achie TM. Dengan komepnsasi menyanyikan ”kau bukan diriku” Dewi Yull, pendengar semua sepakat memang Divin bukan Dewi Yull.
Kejutan lain muncul dari Sisca Lahur, member yang lebih banyak mengamati tapi pernah memostingkan artikel ”My studen is gay” berhak mendapatkan sebuah DVD dan untuk itu rela beradul goyang pinggul ala Inul Daratista.
Di akhir pembagian Grand Prize, Achie melengkapi persahabatannya dengan Divin, Jika Divin, sahabatnya mendapatkan sebuah oven, maka Achie menerima sebuah tv berwarna. Kedua sahabat ini sama –sama membawa pulang Grand Prize.
Sebelum acara di tutup Pak kepsek menyampaikan empat hal yang perlu mendapatkan perhatian semua member yang hadir di Kopdar II dan juga yang tidak hadir.
Pertama, Web Site Sekolah Kehidupan sudah diperbaiki, Mas Adjie dan Mas Margo dipercayakan menjadi penjaga Web. Icha di tunjuk untuk menggawangi rubrik keluarga dan Kang Teha menggawangi rubrik artikel
Kedua, Diumumkna ada 4 moderator yang mengelola Milis Sekolah Kehidupan. 3 diantaranya Nursalam, Muhammad Taufik, dan Alfriandie Eka Putra
Ketiga, Pak Kepsek mempercayakan Nursalam dan Indarpati/Indarwati untuk menjadi editor untuk buku yang akan diterbitkan. Rencanya Sekolah Kehidupan akan menerbitkan buku Renungan Sekolah Kehidupan yang terdiri dari 40 artikel pilihan dengan judul ”Buku Kehidupan”.
Keempat
Kopdar selanjutkan akan dilaksanakan minimal bertepatan dengan ulang tahun pertama Sekolah Kehidupan, sekita Juli 2007. Lokasi akan dilelang di milis Yogja atau Bandung, mana team yang siap mengkoordinir . Rencananya siswa-siswa dari Jakarta beserta Kepsek akan menyewa sebuah Bus menuju kopdar selanjutnya. Yang pasti lokasi tidak di Jakarta. Dan Icha dipercayakan sebagai bendahara.
Hari semakin sore, kelelahan sudah memberatkan tapi sinar kebahagiaan tetap terpancar dari peserta yang hadir di Kopdar II. lagu Kemesraan dan Kapan-kapan dinyanyikan bersama sebagai janji bahwa akan ada pertemuan selanjutnya. Sampai bertemu di kesempatan yang lain (Icha Koraag, 20 Nov 2006, it’s my Bithday!)
Renungan: PERHIASAN KEHIDUPAN
PERHIASAN KEHIDUPAN
Kita lahir telanjang, orang tua dan orang-orang disekeliling kita yang membungkus kita dengan pakaian. Hal itu menunjukan, Tuhan menciptakan kita tanpa bungkusan apa-apa. Perjalanan kehidupan kita di dunia yang membuat kita membungkus semua hal dengan bungkusan yang kadang-kadang penuh kepalsuan.
“Mengapa kita berpakaian?” Jika pertanyaan itu ditujukan pada anak-anakku ketika mereka masih berusia satu atau dua tahun, mereka akan menjawab “supaya tidak sakit!”. Karena itu ajaran yang aku tekankan. Jika mereka usai mandi, lalu berlari ke luar kamar mandi, kadang langsung ke depan tv di ruang tamu.
Aku yang sudah menyiapkan pakaian mereka bergegas menyusul. Biasanya kedua bocah ini langsung asyik menonton Tom & Jerry tanpa memperdulika handuk yang sudah tidak membungkus tubuh mereka.Setengah kesal biasanya aku akan berkata “ Ayo nak, kemari pakai pakaian dulu, nanti masuk angin bisa sakit!”
Tapi sejak Van sudah berumur 3 tahun dan pratis Bas berumur 6 tahun, aku menekankan mengapa harus pakai baju supaya tidak malu. Kini Bas dan Van, jika ada tamu tidak akan berani keluar, bila mereka hanya mengenakan singlet dan celana dalam saja.
Seiring bertambahanya usia, banyak hal yang kita pelajari. Berpakaian yang menutup tubuh saja tidak cukup. Pakaian diperlukan tetapi juga harus bersih dan kondisinya baik. Lalu pertimbangan kenyamanan bahan baju. Lalu ke tingkat yang tidak terlalu perlu tapi selalu dipertimbangkan, yaitu mode. Apakah baju ini sesuai dengan trend?
Apa yang tidak terlalu perlu, bisa terbalik menjadi yang paling menentukan. Ketika kita membeli baju maka trend mode yang menjadi penentu. Fungsi baju sebagai penutup agar sopan dan tidak sakit sudah tidak menjadi pertimbangan utama.
Padahal baju hanyalah sepotong perhiasan fisik yang tak akan kita bawa serta saat waktu pulang tiba. Namun kehidupan di dunia membuat kadang kita lupa akan arti pakaian yang sesungguhnya. Dimata Tuhan, jangankan merk baju perbedaan warna kulit saja tidak berarti apa-apa.
Pernahkah kita merenungkan pakaian kehidupan yang sesungguhnya? Yang tak akan lekang di tinggal trend? Senyum penuh kasih yang memberi kehangatan setiap hati, kasih sayang tulus yang memberi kenyamanan setiap insan, perhatian yang tak putus menghidupkan harapaan setiap individu dan iman setiap nurani menjadi kunci pembuka pintu surga.
Itulah pakaian kehidupan yang sesungguhnya yang memberikan kehangatan bukan hanya pada hati kita tapi juga pada hati orang-orang disekeliling kita. Bukalah jendela hatimu lebar-lebar, biarkan kehangatan yang dipancarkan menembus setiap jendela hati yang juga mau terbuka. Ketika kehangatan, kenyamanan dan ketenangan memenuhi setiap hati, maka aroma kedamian akan tersebar di seluruh sudut dunia.
Dan itu bisa kita mulai dari hati kita. Satu pelita hati menyala pasti akan memberi sedikit cahaya. Tapi jika ratusan, ribuan atau jutaan pelita hati yang menyala tidak hanya menghangatkan tapi juga akan menerangi. Pada saat itulah segala kegelapan akan sirna dan tak akan kembali karena pelita-pelita lain siap menyala dan menghangatkan. Tanggalkan semua pakaian yang penuh kepalsuan, sudah saatnya kita mengenakan pakaian kehidupan yang sesungguhnya. Pakaian kehidupan yang layak di mata sang Pencipta. (Icha Koraag 14 Nov 2006)
Kita lahir telanjang, orang tua dan orang-orang disekeliling kita yang membungkus kita dengan pakaian. Hal itu menunjukan, Tuhan menciptakan kita tanpa bungkusan apa-apa. Perjalanan kehidupan kita di dunia yang membuat kita membungkus semua hal dengan bungkusan yang kadang-kadang penuh kepalsuan.
“Mengapa kita berpakaian?” Jika pertanyaan itu ditujukan pada anak-anakku ketika mereka masih berusia satu atau dua tahun, mereka akan menjawab “supaya tidak sakit!”. Karena itu ajaran yang aku tekankan. Jika mereka usai mandi, lalu berlari ke luar kamar mandi, kadang langsung ke depan tv di ruang tamu.
Aku yang sudah menyiapkan pakaian mereka bergegas menyusul. Biasanya kedua bocah ini langsung asyik menonton Tom & Jerry tanpa memperdulika handuk yang sudah tidak membungkus tubuh mereka.Setengah kesal biasanya aku akan berkata “ Ayo nak, kemari pakai pakaian dulu, nanti masuk angin bisa sakit!”
Tapi sejak Van sudah berumur 3 tahun dan pratis Bas berumur 6 tahun, aku menekankan mengapa harus pakai baju supaya tidak malu. Kini Bas dan Van, jika ada tamu tidak akan berani keluar, bila mereka hanya mengenakan singlet dan celana dalam saja.
Seiring bertambahanya usia, banyak hal yang kita pelajari. Berpakaian yang menutup tubuh saja tidak cukup. Pakaian diperlukan tetapi juga harus bersih dan kondisinya baik. Lalu pertimbangan kenyamanan bahan baju. Lalu ke tingkat yang tidak terlalu perlu tapi selalu dipertimbangkan, yaitu mode. Apakah baju ini sesuai dengan trend?
Apa yang tidak terlalu perlu, bisa terbalik menjadi yang paling menentukan. Ketika kita membeli baju maka trend mode yang menjadi penentu. Fungsi baju sebagai penutup agar sopan dan tidak sakit sudah tidak menjadi pertimbangan utama.
Padahal baju hanyalah sepotong perhiasan fisik yang tak akan kita bawa serta saat waktu pulang tiba. Namun kehidupan di dunia membuat kadang kita lupa akan arti pakaian yang sesungguhnya. Dimata Tuhan, jangankan merk baju perbedaan warna kulit saja tidak berarti apa-apa.
Pernahkah kita merenungkan pakaian kehidupan yang sesungguhnya? Yang tak akan lekang di tinggal trend? Senyum penuh kasih yang memberi kehangatan setiap hati, kasih sayang tulus yang memberi kenyamanan setiap insan, perhatian yang tak putus menghidupkan harapaan setiap individu dan iman setiap nurani menjadi kunci pembuka pintu surga.
Itulah pakaian kehidupan yang sesungguhnya yang memberikan kehangatan bukan hanya pada hati kita tapi juga pada hati orang-orang disekeliling kita. Bukalah jendela hatimu lebar-lebar, biarkan kehangatan yang dipancarkan menembus setiap jendela hati yang juga mau terbuka. Ketika kehangatan, kenyamanan dan ketenangan memenuhi setiap hati, maka aroma kedamian akan tersebar di seluruh sudut dunia.
Dan itu bisa kita mulai dari hati kita. Satu pelita hati menyala pasti akan memberi sedikit cahaya. Tapi jika ratusan, ribuan atau jutaan pelita hati yang menyala tidak hanya menghangatkan tapi juga akan menerangi. Pada saat itulah segala kegelapan akan sirna dan tak akan kembali karena pelita-pelita lain siap menyala dan menghangatkan. Tanggalkan semua pakaian yang penuh kepalsuan, sudah saatnya kita mengenakan pakaian kehidupan yang sesungguhnya. Pakaian kehidupan yang layak di mata sang Pencipta. (Icha Koraag 14 Nov 2006)
CATATAN dari Peluncuran Buku Romantika Orang Buangan.


Note:
Minggu kemarin, saya banyak kerjaan baik di kantor maupun di rumah. Saya belum sempat menulisan laporan mata dan telinga dari acara peluncuran buku Sobron Aidit dengan judul “ROMATIKA ORANG BUANGAN”. So better late than never, saya menuliskan. (Icha)
CATATAN dari Peluncuran Buku Romantika Orang Buangan.
Spanduk besar bertuliskan PELUNCURAN DAN BEDAH BUKU KUMPULAN CERPEN/ MEMOAR: ROMANTIKA ORANG BUANGAN KARYA SOBRON AIDIT, Terbitan Lembaga Humaniora, Depok. Kamis November 2006. di Gedung Joeang 45, Terpasang megah metarbelakangi podium, menyambut para pengunjung.
Sobron Aidit tampak berkemeja batik dengan nuansa coklat, senada dengan celananya. Ketika saya datang, sudah hadir terlebih dulu pak Djoko Sri Moeljono Ir.yang juga member mailing list Sastra Pembebasan dan pak. Harsutejo, sang editor dari buku Romantika Orang Buangan. Rencananya pak Harsutejo yang akan memoderatori acara malam ini.
Tak lama, muncul Rieke Oneng Dyah Pitaloka yang dikawal sang suami Donny Gahral. Rieke nampak sangat pucat, busana hitam yang dikenakannya membuat semakin kontras dengan kulit wajahnya. Maklum dari infoteinment yang saya dengar, Rieke sedang berbadan dua.
Acara berlangsung agak tersendat-sendat karena sound systemnya sangat tidak bagus. Setiap kali akan digunakan mike-nya bermasalahan. Dan itu berlangsung selama acara. Bahkan ketika giliran Rieke berbicara dan mike-nya ngadat, Rieke berkomentara ”Mentang-mentang gue istri supir bajaj, mikenya gak kompak!” langsung di sambut gemuruh tawa pengunjung.
Pembicara pertama Fay yang mengenal Sobron 10 tahun lalu tapi bukan sebagai Sobron melainkan salah satu dari 25 nama samaran Sobron. Jujur mengatakan ketertarikannnya mengenal Sobron karena nama belakangnya yang erat kaitannya dengan ketua PKI DN Aidit. Fay mengatakan untuk tidak percaya pada sejarah yang diceritakan orang. Hendaknya setiap individu mencari tahu sendiri dari berbagai sumber yang ada. Bagi Fay, para eksil adalah mata bangsa Indonesia di negeri lain. Dari para sastrawan eksil, kita mendapat kesan atau pandangan pertama dari orang yang merasakan langsung hidup di sana. Hidup menyatu sebagai komunitas bukan seperti turis atau orang yang melakukan penelitian. Tapi orang yang memang mengikuti semua aktivitas kehidupan karena memang hidupnya menyatu pada komunitas tersebut.
Dari sastrawan eksil atau para penulis eksil inilah kita mendapat infromasi mengenai kehidupan nyata dari tangan pertama yang merasakan kehidupan langsung di sana. Fay mengambil contoh dari Asahan Alham Aidit dengan bukunya; Cinta Perang dan Ilusi. Kita tahu Vitenam selama ini dari film dan buku tapi tidak ada yang menceritakan secara detil kehidupan perang di Vietnam. Dan Asahan membawa informasi itu pada kita. Bayangkan informasi seputar perang Vietnam kita ketahui tahun 2006 di luar informasi yang umum yang memang sudah kita ketahui seperti tentara Vietcong, misalnya.
Rieke “Oneng” Dyah Pitaloka mengaku kenal Sobron sekitar th 2002 dari situ pula titik awal perubahan pandangan Rieke terhadap sastrawan eksil. Menurut Rike Buku Sobron adalah bagian untuk memperingati sebuah kesedihan. Selama ini bicara seputar peristiwa ’65 para korban hanya sekumpulan angka. Para korban in personal alias tak berwajah atau .tak berbentuk. Dengan terbitnya buku-buku karya satrawan eksil hendaknya bisa mendorong semua yang mengetahui peristiwa ’65 juga mau berbicara bukan hanya para korban. Pada kesempatan ini, Rieke juga membacakan sebuah puisi karya Sobron yang berjudul November. Kata Rieke ini sangat Pas karena memang sekarang bulan November.
Pak Djoko memberi pernyataan yang tepat dengan mengatakan malam ini seharusnya hanya peluncuran buku karena bagaimana mungkin bisa dilakukan bedah buku jika orang belum membaca buku tersebut. Berhubungan Pak Djoko sudah membaca hingga tamat sehingga beliau bisa mengomentari isi, diantaranya keingin tahuannya mengapa dalam buku ROB, Sobron banyak memuji tuan rumah dalam hal ini RRT?
Menurut Sobron, tuan rumah memang baik dan memenuhi segala kebutuhan, kalau ditanyakan pernahkah tidak suka pada tuan rumah. Sobron mejawab: Sebagai manusia biasa ada juga kalanya ia jengkel atau dongkol dengan tuan rumah biasanya bila berkaitan dengan kebebasan. Karena di RRT semua bisa diperoleh hanya kebebasan yang tidak.
Namun keluarbnya Sobron dari RRT bukan karena sebel atau dongkol pada tuan rumah tapi lebih dikarenakan Sobron harus merasa tahu diri. Tahun 81 ketika Sobron dan kel meninggalkan RRT didorng kesadaran sendiri untuk meninggalkan RRT. Pada masa tersebut pemerintah Indonesia ingin memperbaiki hubungan dengan RRT dan salah satu opsinya adalah mengusir semua yang terlibat peristiwa’65 yang berada di RRT.
Kelihatannya sebagian besar yang hadir adalah mereka yang menjadi korban th 65. Terlihat dari fisiknya yang rata-rata sudah sepuh. Ini juga tampak dari apa yang mereka katakan ketika diberi kesempatan untuk bertanya atau mengapresiasi.
Putu Oka Sukanto (POS), yang mengaku 10 th di penjara orba malah mengatakan keliru jika banyaknya permintaan agar para korban’65 menuliskan sejarah. Justru menurut POS, generasi sekarang yang harusnya menuliskan sejarah berdasarkan persepsi mereka. Misalnya . apa persepsi mereka melihat relief di Lubang Buaya, salah satunya menggambrkan Gerwani telanjang menari-nari. Apa persepsi generasi sekarang melihat gambar tersebut. Apakah sesuai dengan adat ketimuran, perempuan telanjang menari-nari? Apa justru bukan sebalinya sebagai penginaan terhadap perempuan Indeonsia?
Budi Kurniawan, menceritakan ia baru saja kembali dari bangka belitung. Yang adalah tanah kelahiran dan para leluhur Sobron Aidit. Bahkan sempat mengunjungi rumah keluarga Aidit. Kondisinya tidak baik. Permandangan belitung indah, apakah Sobron tidak tertarik untuk menjadi Beitung sebagai sumber inspirasinya, Sobron mengatakan, jelas ia ingin menjadikan Belitung sebaga sumber inspirasi, bahkan kenangan pada Belitung dalam benaknya tak pernah pudar. Tapi memang perlu pertimbangan tersendiri untuk mengunjungi Bangka Belitung.
Budi mempertanyakan, apakah tidak ada keinginan Sobron untuk menulisan sejarah mengenai Partai komunis Indonesia. Menurut Budi saat ini terjadi kekosongan informasi mengenai sejarah bangsa yang ada kaitannya dengan komunis. Pernyataan Budi juga diperkuat Roy Pakpahan mantan wartawan yang kini menjadi aktivis PRD. Menurut Roy mengapa tidak ada yang mau menuliskan konflik apa sebenarnya yang terjadi seputar ’65. Apakah benar hanya pertentangan kader partai dengan elit politik atau yang lebih luas lagi antara kader partai dengan para pendukung Soekarno.
Sebagian besar yang bertanya dari para pengunjuang memang pada ahirnya tidak lagi berbicara ROB. Kebanyakan mempertanyakan apakah tidak ada keingnan dari seorang Sobron untuk menuliskan hal yang berkaitan dengan peristiwa’65. Sobron mengatakan dari dulu sampai sekarang beliau bukanlah orang partai dan berbicara politik sekalipun banyak tahu tentang kegiatan partai dan politik. Sehingga menurut Sobron tidaklah pada tempatnya jika ia menuliskan hal tersebut. Sama halnya ketika banyak watawan yang mengejarnya hingga ke Paris untuk membiacara ’65 dari sisi partai dan politik, Sobron dengan tegas mengatakan mereka salah orang. Baperki, pendidikan, lembaga persahabatan adalah hal yang melingkupi dirinya di seputar ’65. Dengan tegas Sobron mengatakan, ia hanyalah seorang budayawan.
Kelihatannya malam peluncuran buku ini, mungkin karena mendekati peringatan hari pahlawan, mungkin tanpa sadar rasa nasionalis setiap orang tergugaj. Teringat pada sejarah dan alam bawah sadar menghantar pada satu harapan di ungkpanya sebuah cerita baru yang bisa melengkapi potongan sejarah bangsa. Jas Merah, jangan sekali-sekali melupakan sejarah tapi juga jangan sertiap pada ingatan sejarah. Sejarah ada fakta tapi bagaimana kita mengapresiasi harusnya disesuaikan dengan fakta itu sendiri, sehingga kita tidak terjebak pada kebohongan sejarah.
Kita masih punya tugas untuk menceritaan sejarah pada generasi selanjutnya, termasuk anak-anak kita. Di akhir acara Oneng mengatakan, sudah saatnya setiap orang tidak lagi untuk terus menerus merasa takut. Kini para korban ’65 sudah berwajah bukan lagi sekedar angka. Dan melalui buku seperti karya Sobron diharapkan dapat memacu setiap orang untuk berbicara, hingga pada akhirnya kebenaran akan terungkap. (Icha Koraag, 13 Nov 2006)
DISKUSI KUMPULAN CERPEN SOBRON AIDIT
DISKUSI KUMPULAN CERPEN SOBRON AIDIT
”Seorang pengarang tidak akan berhenti mengarang atau menulis hanya karena di kritik” demikian prinsip Sobron Aidit, si Sastrawam kelayaban-Istilahnya Gus Dur. Pernyataan tersebut disampaikan Sobron dalam acara peluncuran buku Prajurit Yang Bodoh terbitan Gramedia, Jumat 3 November 2006 di Bentara budaya.
Malam itu, Bentara Budaya berdandan cantik. Di depan gedung utama, terpampang spanduk besar dengan warnsa dasar merah bertuliskan ”INDONESIA DI SUATU MASA DALAM CERPEN SOBRON AIDIT”. Lalu di bawahnya ada keterangan: Diskusi buku Razia Agustus dan Prajurit yang Bodoh karya Sobron Aidit, Bentara Budaya Jakarta. Jumat 3 November 2006, pk. 18.30-21.00.
Saya tiba sekitar pukul tujuh kurang seperempat. Seputar Bentara Budaya dihiasi gelas-gelas berisi cairan berwarna merah dan ditengahnya ada nyala api. Pokoknya keren abis! Mulanya saya deg-deg-an soalnya tidak punya undangan. Saya tahu acara ini karena melihat undangan yang ditujukan untuk ipar saya yang juga seorang penulis.
Waktu saya tahu ada, acara tersebut saya langsung menghubungi Pak Sobron dan bertanya kok saya tidak di undang. Menurut Pak Sobron, acara ini diselenggarakan oleh Gramedia sehingga undanganpun di atur Gramedia. Tapi menurut Pak Sobron saya boleh datang.
Di milis Apresiasi Sastra saya membaca undangan tersebut ditujukan untuk semua orang, jadi saya pikir datang tanpa undangan tidak jadi masalah. Di pintu masuk, saya disambut perempuan cantik yang akhirnya saya ketahui bernama Mba Mirna yang menjadi MC.
Saya disambut ramah. Setelah mengisi daftar tamu, saya langsung menjumpai Pak Sobron yang sedang duduk dengan Bunda Nunung (Adk iparnya alm. Pramoediya Ananta Toer). Makan malam soto kudus lengkap dengan emping dan lemper serta fruit pie, memanjakan perut-perut undangan. Kami sempat ngobrol sebentar lalu acaranyapun di mulai.
Di buka dengan ucapan selamat datang dan terima kasih dari pihak penyelenggara dalam hal ini Gramedia kepada Pak Sobron dan para tamu. Di lanjutan dengan lagu Edelweis yang dinyanyikan Michele dan Toto dari Gramedia lalu lagu Pergi Untuk Kembali di suarakan Ratih Purwasih, penyanyi era 80-an.
Menurut Ratih, judul lagu ini memang ditujukan untuk Pak Sobron yang ”Pergi untuk Kembali” maka malam ini Pak Sobron ada di Indonesia lagi. Lalu pasangan Michele dan toto kembali menyanyikan Lagu dalam bahasa belanda dengan judul ”Nasi Goreng”. Menurut Pak Sobron, lagu itu memang selalu diperdengarkan di Restauran Indonesia, milik beliau dan teman-temanya di Paris.
Selanjutnya Ratih Kumalasari, penulis muda yang karyanya juga di terbitkan Gramedia, tampil membacakan cuplikan-cuplikan dari 2 cerpen Sobron berjudul Naturalisasi 2 dan Ziarah! Diskusi di pandu Fajroel yang kumpulan puisinya juga diterbitkan Gramedia.
Di pembukaan sang moderator mengajak peserta berdiskusi mencermati kumpulan cerpen Sobron dari dua sisi. Pertama di apresiasikan sebagai penikmat sastra atau yang kedua di kritisi sebagai kritikus.
Rasanya malam itu, semua yang hadir belum bisa sebagai kritikus. Walau yang hadir berkisar 100 orang namun rata-rata penulis muda. Hadir juga Martin Aleida, penulis Kumpulan cerpen Leontin Dewangga. Ketika di minta komentaranya, Martin hanya mengatakan Seorang Sobron harusnya lebih berani terbuka. Dalam tulisan-tulisannya. Sobron tidak menuliskan dengan jelas tokoh yang disebutnya Amat! Kalau Sobron lebih detil menjelaskan siapa si Amat ini, tulisan-tulisannya jauh lebih hidup. Karena Amat yang dimaksud Sobron adalah Dipa Nusantara Aidit! Yang memang nama aslinya Amat dan adalah kakak dari Sobron Aidit.
Begitu pula tokoh ayahnya, seharusnya Sobron menjelasan kalau tokoh ayah dalam cerpennya bernama Abdullah Aidit merupakan perwakilan daerah di parlemen bukan anggota PKI. Sehingga pembaca jelas dan bisa melakukan penilaian terhadap peristiwa ataupun terhadap sosok si tokoh.
Martin juga menceritakan sepotong masa lalunya bersama Sobron. Jika tulisan Sobron diperdebatkan sebagai cerpen atau memoar mengenai perjalanan hidup namun yang pasti Sobron mengakui apa yang dituliskan semua benar-benar terjadi. Jadi bukan rekaya imajinasi. Sehingga menurut Martin, Sobron harusnya menceritakan juga kisah ketika mereka kos bersama-sama di Jalan Gondangdia, dimana tempat kos mereka persis bersebelahan dengan ”rumah call girl”
Menurut Martin, sebagai anak muda yang baru berusia 20 an, jika melihat gadis cantik tentu merasa ”gatal”. Kontan undangan langsung tertawa. Sehingga sekali watu, lanjut Martin. Bersama sesama penghuni kos yang lain, Martin memanjat atap rumah untuk melihat ke rumah sebelah! Martin tidak menjelasan apa yang di lihat. Martin mengatakan, sebenarnya Sobron juga pastinya berniat melihat cuma karena beliau kegendutan sehingga tak bisa memanjat maka beliau tidak ikut kebandelan sesama anak kost!’ Gelak tawa hadirin sempat beberapa detik memenuhi ruangan. Pak Sobron pun tergelak-gelak tapi tidak mau mengomementari.
Seorang penulis muda Eka Kurniawan yang kumpulan cerpennya akan diterjemahkan ke bahasa Jepang juga mengapresiasi tulisan Pak Sobron. Menurut Eka, lebih mirip sebuah memoar. Namun sebuah cerpen memang bebas dituliskan dengan berbagai bentuk dan semua itu tidak lepas dari diri si penulisnya.
Memang membaca tulisan-tulisan seorang Seorang Sobron Aidit tidak bisa lepas dari biografi si penulisnya. Sobron sendiri mengakui sebagai seorang pengarang, ia hanya coba untuk jujur menuliskan apa yang di lihat, dan apa yang di rasa. Bagaimana akan ditanggapi terserah pada yang menanggapi. Bagi seorang Sobron kebebasan, kretifitas dan keberanian sangat penting. Tugas seorang pengarang menurut Sobron adalah membuka, mengungkap dan membentangkan kepada pembaca mengenai semua peristiwa atau perasaan yang dilihat, dialami dan di rasakan. Dan yang tak kurang pentingnya adalah kejujuran ketika megungkapkan semua itu.
Ketika ditanyakan kepada Sobron tanggapan beliau terhadap penulis generasi sekarang. Dengan terlebih dahulu minta maaf, Sobron mengatakan, beliau tidak terlalu bisa mengikuti cerpen yang ditulis generasi sekarang karena beliau kesulitan dari segi bahasa. Beliau masih bisa mengikuti cerpen-cerpen Seno GA tapi sulit mengikuti cerpen Jenar Mahesa Ayu atau Fira Basuki.
Salah seorang penulis Nurdin yang mengaku tidak menyukai karya Sobron maupun karya Seorang Pramoediya Ananta Toer karena merasa penjelasannya terlalu bertele-tele. Bahkan Nurdin menduga, orang yang menyukai karya Sobron atau Pram disebabkan ketika menjelajah dalam karya keduanya diiringi penjelajahan wacana politik mereka. Walau mengaku tidak menyukai karya Sobron maupun Pram, namun di akhir acara saya melihat., ia membeli buku dan meminta tanda tangan Sobron Aidit!
Isti Nugroho, seorang ativis mahasiswa tahun 80-an yang sempat mendekam 8 tahun penjara Orba lantaran ketahuan menjual buku-buku karya Pram, turut mengomentari tulisan Sobron dan Pram. Ia mengatakan dengan membaca tulisan Sobron maupun Pram tidak lantas secara otomatis mejadikan ia percaya pada Marxisme, Leninisme ataupun Komunis. Bacaan-bacaan yang ada berguna menambah wawasan pengetahuan.
Diskusi berjalan dengan baik, sayang seorang Sobron tidak terlalu menanggapi komentar-komentar para hadirin. Sobron hanya mengatakan ia menerima semua yang dikatakan orang tentang tulisannya dan itu akan memacunya untuk terus menulis. Di akhir diskusi sebelum Sobron membacanya satu cerpennya yang lebih tepat saya katakan ia menceritakan cerpennya karena disampaikan dengan cara bertutur yang enak, seperti ketika kita sedang mengobrol.
Sobron mengatakan seseorang tidak boleh anti dan fanatik karena semua bisa berbalik. Yang paling baik adalah sederhana baik dalam bersikap maupun berpikir namun yang sederhana itu tidak mudah dijalani dan Sobron masih terus untuk menerapkan pola sederhana dalam hidupnya. Dalam arti tidak ingin memikirkan yang rumit walau masih kerap merasa paranoid jika ada yang mengamatinya.
Acara diskusi usai setengah sembilan dilanjutkan dengan penadatanganan buku untuk penggemar-peggemarnya. Bagi saya tulisan-tulisan Sobron Aidit, menunjukkan semangat beliau. Dalam mengungkapkan semua rahasia hidup dan kehidupannya, dimana kita bisa belajar dari pengalamannya tersebut. Banyak nilai-nilai kemanusiaan yang dijabarkan di setiap tulisannya. Tanpa tendensi apa-apa Sobron menulis, semata mengikuti kata hati sekaligus menggenapi cita-citanya sebagai pujangga. Saya senang bisa mengenal seorang Sobron Aidit (Jakarta 6 November 2006, Icha koraag)
”Seorang pengarang tidak akan berhenti mengarang atau menulis hanya karena di kritik” demikian prinsip Sobron Aidit, si Sastrawam kelayaban-Istilahnya Gus Dur. Pernyataan tersebut disampaikan Sobron dalam acara peluncuran buku Prajurit Yang Bodoh terbitan Gramedia, Jumat 3 November 2006 di Bentara budaya.
Malam itu, Bentara Budaya berdandan cantik. Di depan gedung utama, terpampang spanduk besar dengan warnsa dasar merah bertuliskan ”INDONESIA DI SUATU MASA DALAM CERPEN SOBRON AIDIT”. Lalu di bawahnya ada keterangan: Diskusi buku Razia Agustus dan Prajurit yang Bodoh karya Sobron Aidit, Bentara Budaya Jakarta. Jumat 3 November 2006, pk. 18.30-21.00.
Saya tiba sekitar pukul tujuh kurang seperempat. Seputar Bentara Budaya dihiasi gelas-gelas berisi cairan berwarna merah dan ditengahnya ada nyala api. Pokoknya keren abis! Mulanya saya deg-deg-an soalnya tidak punya undangan. Saya tahu acara ini karena melihat undangan yang ditujukan untuk ipar saya yang juga seorang penulis.
Waktu saya tahu ada, acara tersebut saya langsung menghubungi Pak Sobron dan bertanya kok saya tidak di undang. Menurut Pak Sobron, acara ini diselenggarakan oleh Gramedia sehingga undanganpun di atur Gramedia. Tapi menurut Pak Sobron saya boleh datang.
Di milis Apresiasi Sastra saya membaca undangan tersebut ditujukan untuk semua orang, jadi saya pikir datang tanpa undangan tidak jadi masalah. Di pintu masuk, saya disambut perempuan cantik yang akhirnya saya ketahui bernama Mba Mirna yang menjadi MC.
Saya disambut ramah. Setelah mengisi daftar tamu, saya langsung menjumpai Pak Sobron yang sedang duduk dengan Bunda Nunung (Adk iparnya alm. Pramoediya Ananta Toer). Makan malam soto kudus lengkap dengan emping dan lemper serta fruit pie, memanjakan perut-perut undangan. Kami sempat ngobrol sebentar lalu acaranyapun di mulai.
Di buka dengan ucapan selamat datang dan terima kasih dari pihak penyelenggara dalam hal ini Gramedia kepada Pak Sobron dan para tamu. Di lanjutan dengan lagu Edelweis yang dinyanyikan Michele dan Toto dari Gramedia lalu lagu Pergi Untuk Kembali di suarakan Ratih Purwasih, penyanyi era 80-an.
Menurut Ratih, judul lagu ini memang ditujukan untuk Pak Sobron yang ”Pergi untuk Kembali” maka malam ini Pak Sobron ada di Indonesia lagi. Lalu pasangan Michele dan toto kembali menyanyikan Lagu dalam bahasa belanda dengan judul ”Nasi Goreng”. Menurut Pak Sobron, lagu itu memang selalu diperdengarkan di Restauran Indonesia, milik beliau dan teman-temanya di Paris.
Selanjutnya Ratih Kumalasari, penulis muda yang karyanya juga di terbitkan Gramedia, tampil membacakan cuplikan-cuplikan dari 2 cerpen Sobron berjudul Naturalisasi 2 dan Ziarah! Diskusi di pandu Fajroel yang kumpulan puisinya juga diterbitkan Gramedia.
Di pembukaan sang moderator mengajak peserta berdiskusi mencermati kumpulan cerpen Sobron dari dua sisi. Pertama di apresiasikan sebagai penikmat sastra atau yang kedua di kritisi sebagai kritikus.
Rasanya malam itu, semua yang hadir belum bisa sebagai kritikus. Walau yang hadir berkisar 100 orang namun rata-rata penulis muda. Hadir juga Martin Aleida, penulis Kumpulan cerpen Leontin Dewangga. Ketika di minta komentaranya, Martin hanya mengatakan Seorang Sobron harusnya lebih berani terbuka. Dalam tulisan-tulisannya. Sobron tidak menuliskan dengan jelas tokoh yang disebutnya Amat! Kalau Sobron lebih detil menjelaskan siapa si Amat ini, tulisan-tulisannya jauh lebih hidup. Karena Amat yang dimaksud Sobron adalah Dipa Nusantara Aidit! Yang memang nama aslinya Amat dan adalah kakak dari Sobron Aidit.
Begitu pula tokoh ayahnya, seharusnya Sobron menjelasan kalau tokoh ayah dalam cerpennya bernama Abdullah Aidit merupakan perwakilan daerah di parlemen bukan anggota PKI. Sehingga pembaca jelas dan bisa melakukan penilaian terhadap peristiwa ataupun terhadap sosok si tokoh.
Martin juga menceritakan sepotong masa lalunya bersama Sobron. Jika tulisan Sobron diperdebatkan sebagai cerpen atau memoar mengenai perjalanan hidup namun yang pasti Sobron mengakui apa yang dituliskan semua benar-benar terjadi. Jadi bukan rekaya imajinasi. Sehingga menurut Martin, Sobron harusnya menceritakan juga kisah ketika mereka kos bersama-sama di Jalan Gondangdia, dimana tempat kos mereka persis bersebelahan dengan ”rumah call girl”
Menurut Martin, sebagai anak muda yang baru berusia 20 an, jika melihat gadis cantik tentu merasa ”gatal”. Kontan undangan langsung tertawa. Sehingga sekali watu, lanjut Martin. Bersama sesama penghuni kos yang lain, Martin memanjat atap rumah untuk melihat ke rumah sebelah! Martin tidak menjelasan apa yang di lihat. Martin mengatakan, sebenarnya Sobron juga pastinya berniat melihat cuma karena beliau kegendutan sehingga tak bisa memanjat maka beliau tidak ikut kebandelan sesama anak kost!’ Gelak tawa hadirin sempat beberapa detik memenuhi ruangan. Pak Sobron pun tergelak-gelak tapi tidak mau mengomementari.
Seorang penulis muda Eka Kurniawan yang kumpulan cerpennya akan diterjemahkan ke bahasa Jepang juga mengapresiasi tulisan Pak Sobron. Menurut Eka, lebih mirip sebuah memoar. Namun sebuah cerpen memang bebas dituliskan dengan berbagai bentuk dan semua itu tidak lepas dari diri si penulisnya.
Memang membaca tulisan-tulisan seorang Seorang Sobron Aidit tidak bisa lepas dari biografi si penulisnya. Sobron sendiri mengakui sebagai seorang pengarang, ia hanya coba untuk jujur menuliskan apa yang di lihat, dan apa yang di rasa. Bagaimana akan ditanggapi terserah pada yang menanggapi. Bagi seorang Sobron kebebasan, kretifitas dan keberanian sangat penting. Tugas seorang pengarang menurut Sobron adalah membuka, mengungkap dan membentangkan kepada pembaca mengenai semua peristiwa atau perasaan yang dilihat, dialami dan di rasakan. Dan yang tak kurang pentingnya adalah kejujuran ketika megungkapkan semua itu.
Ketika ditanyakan kepada Sobron tanggapan beliau terhadap penulis generasi sekarang. Dengan terlebih dahulu minta maaf, Sobron mengatakan, beliau tidak terlalu bisa mengikuti cerpen yang ditulis generasi sekarang karena beliau kesulitan dari segi bahasa. Beliau masih bisa mengikuti cerpen-cerpen Seno GA tapi sulit mengikuti cerpen Jenar Mahesa Ayu atau Fira Basuki.
Salah seorang penulis Nurdin yang mengaku tidak menyukai karya Sobron maupun karya Seorang Pramoediya Ananta Toer karena merasa penjelasannya terlalu bertele-tele. Bahkan Nurdin menduga, orang yang menyukai karya Sobron atau Pram disebabkan ketika menjelajah dalam karya keduanya diiringi penjelajahan wacana politik mereka. Walau mengaku tidak menyukai karya Sobron maupun Pram, namun di akhir acara saya melihat., ia membeli buku dan meminta tanda tangan Sobron Aidit!
Isti Nugroho, seorang ativis mahasiswa tahun 80-an yang sempat mendekam 8 tahun penjara Orba lantaran ketahuan menjual buku-buku karya Pram, turut mengomentari tulisan Sobron dan Pram. Ia mengatakan dengan membaca tulisan Sobron maupun Pram tidak lantas secara otomatis mejadikan ia percaya pada Marxisme, Leninisme ataupun Komunis. Bacaan-bacaan yang ada berguna menambah wawasan pengetahuan.
Diskusi berjalan dengan baik, sayang seorang Sobron tidak terlalu menanggapi komentar-komentar para hadirin. Sobron hanya mengatakan ia menerima semua yang dikatakan orang tentang tulisannya dan itu akan memacunya untuk terus menulis. Di akhir diskusi sebelum Sobron membacanya satu cerpennya yang lebih tepat saya katakan ia menceritakan cerpennya karena disampaikan dengan cara bertutur yang enak, seperti ketika kita sedang mengobrol.
Sobron mengatakan seseorang tidak boleh anti dan fanatik karena semua bisa berbalik. Yang paling baik adalah sederhana baik dalam bersikap maupun berpikir namun yang sederhana itu tidak mudah dijalani dan Sobron masih terus untuk menerapkan pola sederhana dalam hidupnya. Dalam arti tidak ingin memikirkan yang rumit walau masih kerap merasa paranoid jika ada yang mengamatinya.
Acara diskusi usai setengah sembilan dilanjutkan dengan penadatanganan buku untuk penggemar-peggemarnya. Bagi saya tulisan-tulisan Sobron Aidit, menunjukkan semangat beliau. Dalam mengungkapkan semua rahasia hidup dan kehidupannya, dimana kita bisa belajar dari pengalamannya tersebut. Banyak nilai-nilai kemanusiaan yang dijabarkan di setiap tulisannya. Tanpa tendensi apa-apa Sobron menulis, semata mengikuti kata hati sekaligus menggenapi cita-citanya sebagai pujangga. Saya senang bisa mengenal seorang Sobron Aidit (Jakarta 6 November 2006, Icha koraag)
Kisahku: SERBA-SERBI ULANG TAHUN
.Di tengah keluarga besar saya, ulang tahun menjadi sesuatu yang dinanti. Bahkan tak jarang sudah mulai diumumkan atau diingatkan satu bulan sebelum tanggal dan bulan yang berulang tahun.
Karena saya terlahir ditengah keluarga besar, 12 bulan dalam setahun selalu ada yang berulang tahun. Bahkan ada yang sampai 5 orang berulang tahun di bulan yang sama. Jadi bisa di bilang selalu ada perayaan ulang tahun sepanjang tahun di keluarga saya.
Dulu sewaktu saya dan kakak beradik belum menikah, dalam sebulan paling maksimal 2 orang yang berulang tahun. Jadi ada bulan-bulan di mana ada yang tidak berulang tahun. Tapi sejak sudah menikah sehingga terlahir anak-anak yang tak lain cucu dari orang tua saya atau keponakan saya, maka ulang tahun pertama di buka 6 Januari dan di tutup 23 Desember.
Setiap bulan selalu ada acara kumpul-kumpul untuk mensyukuri hari ulang tahun. Itu artinya makan-makan dan hadiah. Setiap bulan saya harus menyiapkan anggaran yang tidak sedikit untuk membeli hadiah. Kalau tidak mau repot dan dianggap lebih praktis, kadang saya memberikan dalam bentuk uang.
Memberi hadiah di kalangan kami bersaudara, akhirnya jadi semacam aset menabung. Karena nanti pas saya, suami atau Bas dan Van yang berulang tahun, sudah pasti akan memperoleh banyak hadiah. Memang tidak ada pemaksaan atau keharusan memberi hadiah bagi yang berulang tahun. Tapi karena ini sudah menjadi kebiasaan puluhan tahun, kami pun menjadi biasa dalam memberi hadiah.
Buat saya pribadi, mencari hadiah menjadi sesuatu yang menyenangkan. Kebetulan saya suka tugas keluar kota. Saya selalu menyempatkan diri mencari sesuatu yang unik di daerah yang saya kunjungi. Eh...percaya gak? Akhirnya saya jadi suka memberi hadiah dalam setiap kesempatan, gak nunggu waktu ulang tahun saja.
Memberi hadiah, ternyata juga menciptakan kedekatan dengan orang yang akan kita beri hadiah. Saya sulit mencari hadiah buat seseorang kalau saya sedang kesal dengan orang tersebut. Kalau memberikannya tidak sulit, tinggal menyerahkan selesai! Tapi pada waktu mencarinya saya berperang dengan bathin sendiri. Mencari hadiah buat seseorang saya lakukan dengan perasaan sayang. Jadi kalau lagi kesal, rasa sayangnya tertutup. Tapi lebih sering rasa sayang yang menang sih.
Saya dan anak-anak sangat senang menerima hadiah. Maka kami jadi berlomba-lomba memberi hadiah karena kami percaya orang lain juga senang menerima hadiah. Kami sekeluarga jadi sering mengapresiasi orang dengan hadiah.
Kalau saya pulang dari luar kota, biasanya suami cuma geleng-geleng, perginya bawa satu travel bag pulangnya bawa dua travel bag! Keluarga saya besar dan teman-teman saya banyak. Bahkan untuk menghadapi Idul Fitri dan Natal, saya sudah belanja tiga bulan sebelumnya. Ini berdasarkan pengalaman saja kalau belanja pas dekat-dekat waktu Idul Fitri atau Natal, harga sudah mahal dan berdesak-desak sehingga tidak leluasa memilih.
Saya selalu berusaha memberikan sesuatu yang diinginkan atau perlukan, sehingga ketika menerima memang menyenangkan atau bermanfaat. Tapi sih kalau dipikir-pikir semua jenis hadiah sudah pernah saya berikan. Dan semua yang menerima selalu senang-senang saja. Triknya gampang. Kalau sudah kehabisan ide akan memberikan apa dan waktu mencarinya tinggal sedikit, biasanya saya memilih sesuatu yang berkaitan dengan kesukaan warna atau kesenangan (hoby). Bisa makanan atau benda .
Pernah juga saya tidak hadir di ulang tahun salah seorang keponakan atau adik kakak saya. Rasanya sedih dan kehilangan. Padahal ritualnya selalu sama, berdoa, potong kue, makan-makan. Saking seringnya ada ulang tahun, hampir setiap bangun tidur Bas dan Van kerap bertanya ”Hari ini siapa lagi yang happy birthday?”
Saya punya satu pengalaman ulang tahun yang buat saya mengharukan. Ketika sesudah menikah, saya dan suami sempat 3 bulan ikut orang tua saya, lalu kami mengontrak sebuah rumah kecil. Waktu pindah bertepatan dengan bulan ulang tahun saya. Saya pikir paling-paling syukurannya di rumah mami saya karena jelas rumah saya tidak akan cukup.
Ternyata saya keliru, semua kakak dan adik saya datang ke rumah kecil saya dengan masing-masing membawa lauk, kue, piring, gelas dan sendok. Saya sampai tidak tahu mau bicara apa, karena saya baru pulang kerja, ketika tiba di rumah yang sudah penuh dengan saudara-saudara, makanan dan hadiah.
Saya tidak menyiapkan apa-apa hanya hati yang berbahagia. Bahkan terlalu berbahagia karena mendapat perhatian yang begitu besar. Tuhan memang sungguh baik, memberikan saya orang tua dan saudara-saudara yang mengasihi. Jadi ulang tahun tetap menjadi peristiwa yang istimewa karena seluruh keluarga saya termasuk saya memang menjadikannya istimewa.
Dan bukan cuma ulang tahunnya tapi saya yakin, saya istimewa di mata saudara-saudara saya dan orang tua saya. Karena memang orang tua saya selalu menjadi kami anak-anaknya selalu istimewa di mata mereka.
Satu hal yang saya pelajari, istimewa atau tidak istimewa sebuah peritiwa tergantung pada diri kita pribadi. Kalau kita menganggap peristiwa semacam ulang tahun adalah peristiwa biasa-biasa saja, maka akan menjadi peristiwa biasa. Sebaliknya ketika kita menjadikan peristiwa ulang tahun menjadi peristiwa yang istimewa maka hati dan pikiran kita yang menjadikannya istimewa.
Apalagi bila kita mengisinya dengan mensyukurinya bukan semata karena makanan atau hadiahnya tapi karena kita boleh melewati atau mengulang setahun lagi tahun kelahiran kita. Bertambahnya setahun usia kita di dunia berarti menambah setahun lagi waktu lebih cepat untuk bertemu dengan pencipta kita. Makanan, hadiah, kasih saudara serta teman memang selalu menyenangkan. Tapi akan jauh lebih menyenangkan jika akhirnya kita bertemu dengan Dia yang menjadikan kita ada. Karena hanya kepada Dia kita akan menghadap pulang.
Ulang tahun kelahiran sangat dekat artinya dengan kematian. Buat saya pribadi, ulang tahun selalu menjadi titik awal menjadi pribadi yang baru. Sekaligus titik awal menambah bekal perjalanan untuk pulang. Mempertebal iman, meningkatkan kebijaksanaan, lebih mengasihi sesama, berusaha menjadi lebih baik, sebagai manusia, sebagai ibu, sebagai istri, sebagai suadara, sebagai adik, sebagai kakak, sebagai karyawan sebagai teman. Pokoknya menjadi lebih baik atas segala peran saya di dunia. (Icha Koraag, 2 Nov 2006)
Karena saya terlahir ditengah keluarga besar, 12 bulan dalam setahun selalu ada yang berulang tahun. Bahkan ada yang sampai 5 orang berulang tahun di bulan yang sama. Jadi bisa di bilang selalu ada perayaan ulang tahun sepanjang tahun di keluarga saya.
Dulu sewaktu saya dan kakak beradik belum menikah, dalam sebulan paling maksimal 2 orang yang berulang tahun. Jadi ada bulan-bulan di mana ada yang tidak berulang tahun. Tapi sejak sudah menikah sehingga terlahir anak-anak yang tak lain cucu dari orang tua saya atau keponakan saya, maka ulang tahun pertama di buka 6 Januari dan di tutup 23 Desember.
Setiap bulan selalu ada acara kumpul-kumpul untuk mensyukuri hari ulang tahun. Itu artinya makan-makan dan hadiah. Setiap bulan saya harus menyiapkan anggaran yang tidak sedikit untuk membeli hadiah. Kalau tidak mau repot dan dianggap lebih praktis, kadang saya memberikan dalam bentuk uang.
Memberi hadiah di kalangan kami bersaudara, akhirnya jadi semacam aset menabung. Karena nanti pas saya, suami atau Bas dan Van yang berulang tahun, sudah pasti akan memperoleh banyak hadiah. Memang tidak ada pemaksaan atau keharusan memberi hadiah bagi yang berulang tahun. Tapi karena ini sudah menjadi kebiasaan puluhan tahun, kami pun menjadi biasa dalam memberi hadiah.
Buat saya pribadi, mencari hadiah menjadi sesuatu yang menyenangkan. Kebetulan saya suka tugas keluar kota. Saya selalu menyempatkan diri mencari sesuatu yang unik di daerah yang saya kunjungi. Eh...percaya gak? Akhirnya saya jadi suka memberi hadiah dalam setiap kesempatan, gak nunggu waktu ulang tahun saja.
Memberi hadiah, ternyata juga menciptakan kedekatan dengan orang yang akan kita beri hadiah. Saya sulit mencari hadiah buat seseorang kalau saya sedang kesal dengan orang tersebut. Kalau memberikannya tidak sulit, tinggal menyerahkan selesai! Tapi pada waktu mencarinya saya berperang dengan bathin sendiri. Mencari hadiah buat seseorang saya lakukan dengan perasaan sayang. Jadi kalau lagi kesal, rasa sayangnya tertutup. Tapi lebih sering rasa sayang yang menang sih.
Saya dan anak-anak sangat senang menerima hadiah. Maka kami jadi berlomba-lomba memberi hadiah karena kami percaya orang lain juga senang menerima hadiah. Kami sekeluarga jadi sering mengapresiasi orang dengan hadiah.
Kalau saya pulang dari luar kota, biasanya suami cuma geleng-geleng, perginya bawa satu travel bag pulangnya bawa dua travel bag! Keluarga saya besar dan teman-teman saya banyak. Bahkan untuk menghadapi Idul Fitri dan Natal, saya sudah belanja tiga bulan sebelumnya. Ini berdasarkan pengalaman saja kalau belanja pas dekat-dekat waktu Idul Fitri atau Natal, harga sudah mahal dan berdesak-desak sehingga tidak leluasa memilih.
Saya selalu berusaha memberikan sesuatu yang diinginkan atau perlukan, sehingga ketika menerima memang menyenangkan atau bermanfaat. Tapi sih kalau dipikir-pikir semua jenis hadiah sudah pernah saya berikan. Dan semua yang menerima selalu senang-senang saja. Triknya gampang. Kalau sudah kehabisan ide akan memberikan apa dan waktu mencarinya tinggal sedikit, biasanya saya memilih sesuatu yang berkaitan dengan kesukaan warna atau kesenangan (hoby). Bisa makanan atau benda .
Pernah juga saya tidak hadir di ulang tahun salah seorang keponakan atau adik kakak saya. Rasanya sedih dan kehilangan. Padahal ritualnya selalu sama, berdoa, potong kue, makan-makan. Saking seringnya ada ulang tahun, hampir setiap bangun tidur Bas dan Van kerap bertanya ”Hari ini siapa lagi yang happy birthday?”
Saya punya satu pengalaman ulang tahun yang buat saya mengharukan. Ketika sesudah menikah, saya dan suami sempat 3 bulan ikut orang tua saya, lalu kami mengontrak sebuah rumah kecil. Waktu pindah bertepatan dengan bulan ulang tahun saya. Saya pikir paling-paling syukurannya di rumah mami saya karena jelas rumah saya tidak akan cukup.
Ternyata saya keliru, semua kakak dan adik saya datang ke rumah kecil saya dengan masing-masing membawa lauk, kue, piring, gelas dan sendok. Saya sampai tidak tahu mau bicara apa, karena saya baru pulang kerja, ketika tiba di rumah yang sudah penuh dengan saudara-saudara, makanan dan hadiah.
Saya tidak menyiapkan apa-apa hanya hati yang berbahagia. Bahkan terlalu berbahagia karena mendapat perhatian yang begitu besar. Tuhan memang sungguh baik, memberikan saya orang tua dan saudara-saudara yang mengasihi. Jadi ulang tahun tetap menjadi peristiwa yang istimewa karena seluruh keluarga saya termasuk saya memang menjadikannya istimewa.
Dan bukan cuma ulang tahunnya tapi saya yakin, saya istimewa di mata saudara-saudara saya dan orang tua saya. Karena memang orang tua saya selalu menjadi kami anak-anaknya selalu istimewa di mata mereka.
Satu hal yang saya pelajari, istimewa atau tidak istimewa sebuah peritiwa tergantung pada diri kita pribadi. Kalau kita menganggap peristiwa semacam ulang tahun adalah peristiwa biasa-biasa saja, maka akan menjadi peristiwa biasa. Sebaliknya ketika kita menjadikan peristiwa ulang tahun menjadi peristiwa yang istimewa maka hati dan pikiran kita yang menjadikannya istimewa.
Apalagi bila kita mengisinya dengan mensyukurinya bukan semata karena makanan atau hadiahnya tapi karena kita boleh melewati atau mengulang setahun lagi tahun kelahiran kita. Bertambahnya setahun usia kita di dunia berarti menambah setahun lagi waktu lebih cepat untuk bertemu dengan pencipta kita. Makanan, hadiah, kasih saudara serta teman memang selalu menyenangkan. Tapi akan jauh lebih menyenangkan jika akhirnya kita bertemu dengan Dia yang menjadikan kita ada. Karena hanya kepada Dia kita akan menghadap pulang.
Ulang tahun kelahiran sangat dekat artinya dengan kematian. Buat saya pribadi, ulang tahun selalu menjadi titik awal menjadi pribadi yang baru. Sekaligus titik awal menambah bekal perjalanan untuk pulang. Mempertebal iman, meningkatkan kebijaksanaan, lebih mengasihi sesama, berusaha menjadi lebih baik, sebagai manusia, sebagai ibu, sebagai istri, sebagai suadara, sebagai adik, sebagai kakak, sebagai karyawan sebagai teman. Pokoknya menjadi lebih baik atas segala peran saya di dunia. (Icha Koraag, 2 Nov 2006)
Subscribe to:
Posts (Atom)