Showing posts with label film. Show all posts
Showing posts with label film. Show all posts

Film Lima Ajang Pembelajaran Pancasila



Di tahun ke 73 Indonesia Merdeka, Bangsa ini masih penuh carut marut dalam mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara. Sedih sekaligus prihatin. Ternyata bukan cuma saya. Shalahuddin Siregar, Tika Pramesti, Lola Amaria, Harvan Agustriansyah dan Adrianto Dewo adalah lima sutradara yang berkolaborasi menerjemahkan Pancasila dalam keidupan sehari-hari dalam bentuk film yang diberi judul LIMA.

Setelah menonton, saya harus akui, media film cukup baik menjadi media pembelajaran. Film LIMA benar-benar menyindir kehidupan keseharian. Perbedaan agama, tingkat sosial, ras, moral menjadi semacam cemeti yang mencambuk sudut-sudut hati saya.

3 kakak beradik, ditinggal Mamanya yang meninggal. sebuah peristiwa kematian biasa, tapi menjadi tidak biasa karena sang Mama berbeda agama dengan anak-anaknya. untuk itu anak-anak butuh bantuan orang lain dalam hal ini keluarga sang Mama. Diceritakan kegiatan ketiga kakak-adik setelah Sang Mama meninggal. Masing-masing mempunya pergumulannya. termasuk assiten RT yang mengurus sejak kakak-beradik itu masih kecil.

Sepeninggal Sang Mama, si Asisten RT ingin pulang kampung dan berkumpul dengan anak-anak. Nggak disangka anak sulung Asisiten RT terlibat pencurian bibit coklat dan harus menjalani persidangan. ketiga kakak-beradik datang dan menemani si Assisten.

Ditiap cerita ada implementasi dari nilai-nilai PANCASIULA.


Ketuhanan yang Maha Esa
Dalam praktek kehidupan keseharian lebih banyak yang menuhankan agama. Dalam film LIMA, cakep banget ilustrasinya. Mama yang pernah beragama Islam, pindah ke Keristen lalu kembali ke Islam dan meninggal dalam Islam ternyata harus melewati perdebatan panjang saat akan dimakamkan. Demi dan atas nama agama, anak yang terlahir dari rahim perempuan yang meninggal tak boleh memberikan pelayanan terakhir (Menguburkan) karena perbedaan agama. Menggelitik sekaligus terasa mengejek. Bagaimana mungkin hubungan anak dan orangtua terputus hanya karena perbedaan agama?

Kemanusiaan yang adil dan beradab.
Dipertontonkan pada kehidupan keseharian, rasa kemanusiaan itu nyaris nggak ada. Entah hati manusia kini terbuat dari apa. diperlihatkan "perasaan' sudah mati. Hidup menjadi tawar, menyakiti perasaan orang lain hanya candaan. Urusan sakit hati/tersinggung, ya diabaikan. main hakim sendiri tanpa mencari tahu sebab menjadi pengesahan, bahwasannya siapa saja bisa menghakimi. entah siapa yang memberi hak tersebut. Rasa kemanusiaan nyaris hilang dalam sendi kehidupan masyarakat sekarang.. Lu-lu, gue-gue. Nggak ada urusan. Maka tak heran kalau gesekan-gesekan kerap terjadi dan berakhir dengan kerusuhan.

Persatuan Indonesia.
Kian sulit diwujudkan. Perbedaan kian menjadi nyata dan menjadi alasan untuk tidak bersatu. Ungkapan pelangi indah karena warna-warni, karena itu pelangi. Kalau beda warna kulit, bentuk mata atau gaya bahasa, itu sesuatu yang harus diwaspdai. Perbedaan menjadi alasan untuk membangkitkan batasan-batasan. Persatuan Indonesia cuma slogan. dibangun di atas mimpi-mimpi.

Bahkan untuk sebuah prestasi, perbedaan pribumi dan non pribumi bisa menjadi pemecah belah. bahwasannya tidak ada orang asli Indonesia karena kita ketrunan Mongolia, Arab, Tionghoa, Eropa bahkan India, cuma catatan sejarah.

Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat dan kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan.
Cuma omong kosong. Kenyataannya, suara tunggal, kemauan seseorang jauh lebih tinggi daripada kepentingan khalayak. apalagi jika punya kuasa dan punya uang. A, katanya, maka seluruh rakyat akan ikut berpendapat A. Musyawarah tinggal kenangan atau cita-cita apalagi mufakat.

Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Urusan hukum manusia, belakangan. Proses pengadilan bisa ada dan bisa tidak ada. Rasa kemanusiaan menjadi tawar. Hubungan antar sesama manusia nyaris hilang. Silaturahmi, saling jaga, saling menolong, gotong royong yang sudah kita kenal, rasa dan lakukan, tinggal menjadi cerita. karena hal itu menjadi sesuatu yang susah bahkan terkesan aneh kalau dilakukan.

Bicara keadilan sosial, perangkat terendah dalam masyarakat adalah Rukun Tetangga (RT) bagaimana mungkin pengurus RT bisa nggak kenal warganya? Sebagai pengurus RT atau perangkat desa, wajib mengenal dengan baik warganya. Sehingga tidak mudah disusupi orang asing dengan paham radikal, misalnya.

Atau, tidak ada lagi, warga yang sakit hingga meninggal tak terdeteksi. ibarat proyek intiplasma. dalam sel terkecil tinmgkat RT. setiap warga wajib tahu dan mengenal, kiri-kanan dan depan-belakang rumahnya. Dengan begitu silaturahmi antar warga turut menjadi salah satu benteng ketahanan masyarakat.

Mengenal pribadi sesama tetangga, lewat arisan, siskamling/ronda bersama, kerja bakti, membersihkan lingkungan akan mencegah hal-hal yang tidak diinginkan. Kerukunan antar anggota keluarga dalam masyarakat harus menjadi dasar kebersamaan, sehingga perbedaan keyakinan/agama/suku dan lain-lain bukan sesuatu yang harus dicurigai.

Menonotn Film LIMA, saya diingatkan kembali, sebagai warga negara, sejauh mana saya sudah ikut mengimplementasikan nilai-nilai PANCASILA dalam kehidupan keseharian. Jujur, tingginya eskalasi perbedaan, membuat saya membentengi diri. Bahkan sebagian menjadi cuek dan apatis. Yang penting saya nggak dicolek. keluarga saya aman, yang lain I dont care.

Lewat film LIMA, saya diingatkan tanggung jawab saya sebagai warganegara. Kerukunan dan keberlangsungan kebersamaan adalah dengan menerima perbedaan sebagai bagian dalam kehidupan. Berbeda bukan bencana dengan berbeda kita saling melengkapi. Menghormati dan menghargai, bisa menjadi langkah awal menerima perbedaan itu. Indonesia warna-warni.


Produser: Lola Amaria
SutradaraAdriyanto Dewo, Harvan Agustriansyah, Lola Amaria, Tika Pramesti, Shalahuddin Siregar
Penulis: Sinar Ayu Massie, Titien Wattimena
Pemeran: Prisia Nasution, Yoga Pratama, Baskara Mahendra, Tri Yudiman, Dewi Pakis

Anak Perempuan Bertolak Belakang dengan Maminya, Mitos atau Fakta?



Ibu saya memiliki 11 anak semuanya perempuan. Apakah kami selalu bertentangan? Sebaliknya kami menjadi anak-anak yang sangat menghormati dan menyayangi Ibu, sehingga kami rela melakukan apa yang Ibu inginkan. Apalagi Ayah selalu mengingatkan: Kalian boleh tidak hormat pada saya tapi jangan sekali-kali kalian menyakiti Ibu yang sudah mengeluarkan kepala kalian ke bumi. Ya itu pesan yang kami-Kakak beradik selalu ingat.

Menonton film Me  VS Mami, dari awal penonton sudah diajak tertawa. Me diperankan Iris Bella sebagai Mira.  dan Mami bernama Maudi diperankan Cut Mini. Sebagai pendatang baru, Iris Bella lumayan baik memerankan Mira, anak gadi yang sudah mahasiswi, merasa tahu dan bisa sehingga selalu protes karena Sang Mami justru melihat kebalikanya.

Sosok Cut Mini, sebagai single mother, menguasai seluruh scene sehingga bisa dibilang Me VS Mami adalag filmnya Cut Mini. Berhari-hari suara Cut Mini masih terdengar di telinga saya. Pada saat jumpa Pers, Bang Ody C Harahap mengatakan asyik dan seru syuting dengan Cut Mini. Di gas sedikit langsung panas. Tapi tidak begitu buat saya selaku penotno. segala sesuatu yang berlebihan nggak enak.

Film yang bakal tayang mulai 20 Oktober ini sebelumnya sudah pernah disinetronkan 3 episode. Produser cerdas melihat potensi dilayar lebarkan. Dan hasilnya, dari awal, pertengahan hingga akhir, penonton diajak tertawa lepas. Tapi ini bukan film komedi. Sutradara cerdas memilih konflik anak perempuan dan ibu. Bukan berarti konflik anak lelaki dan bapak, nggak ada. Ini bisa jadi inspirasi untuk dibuat film juga.

Konflik anak perempuan dan Ibu di mana-mana sama. Ibu sebagai orangtua merasa paling tahu apa yang dibutuhkan anak perempuan demi kebahgiaannya. Ibu lupa bahwasannya anak perempuan ini bukan fotocopi dirinya pun bukan miliknya. Si anak perempuan ini individu merdeka yang memiliki kemauan sendiri.


Mira dan Sang mami yang selalu berbeda pendapat, suatu hari harus melakukan perjalanan ke Sumatera Barat karena Uci Hayati, Nenek dari Ayah Mira ingin bertemu Mira. Maudi sang Mami awalnya keberatan pergi namun ketika Mira ingin pergi sendiri, Maudi langsung mengatakan akan menemani. Maka perjalanan pulang kampung, terbangun konflik yang dimulai dari ego masing-masing.

Kekesalan-kekesalan kian menggunung, di selingi sosok pemuda yang entah bagaimana selalu ada dan dekat dengan Mira dan Maminya. Siapa sih  pemuda ini? Lalu apa kaitannya dengan lelaki misterius yang selalu mengatur pemuda tersebut. Kasih tahu nggak ya? Kalau dikasih tahu ntar nggak seru lagi.

Saat jumpa pers saja, kami terhibur dengan celetukan Cut Mini,  Dimas si pemuda misterius dan Bang Ody selaku sutradara. Scene Cut Mini terasa terlalu banyak, sehingga dipertengahan, saya nyaris bosan. Namun saya tetap bertahan menyaksikan dan nggak menyesal menyaksikan hingga akhir. Film ini memberikan permandangan indah alam Sumatera Barat. Sehingga mengusik rasa, ingin mengunjunginya. Indonesia memang indah.

Film keluarga yang belum tentu terjadi pada semua orang tapi layak ditonton sebagai pembelajaran, menghargai hubungan anatar anak dan orangtua.





Judul : Me And Mami
Genre : Drama, Komedi , Family
Sutradara : Ody C Harahap
Penulis Skenario : Vera Varidia
Produser : Danny Saputra
Rumah Produksi : mnc pictures



Pemain :

Dimas Aditya
Iris Bella
Cut Mini
Mike Lucock
Gading Martin
Selvi Kitty
Pierre Gruno
Anwar Bab

Wonderfull Life: Karena Anakmu Bukanlah MilikMu

Film keluarga ini, mulai 13 Oktober 2016, serempak diputar di bioskop. Film berdurasi singkat, hanya 1 jam 19 menit, meninggalkan pesan yang sangat mendalam. 

Walau sebagai orangtua yang melahirkan, kita tetap tidak bisa menganggap anak kita sebagai milik kita.

Memang sulit bagi para orangtua terutama Ibu/perempuan untuk menerima, bahwasannya apa yang sudah dikandung, dilahirkan dan diperlihara sesungguhnya sebuah kepribadian yang hidup dan berkembang dan mempunyai semua hak atas nama individual. Sulit bahkan terasa sakit jika ibu/perempuan harus mengakui kalau tidak mengenal anak yang dikandung, dilahirkan, dipelihara, diasuh dan dibesarkan adalah individu yang bisa mempunyai kemauan atas diri dan hidupnya.

Sebagai orangtua, kita cenderung merasa lebih tahu dan merasa lebih pintar dari yang kita sebut anak. Konyolnya lagi, kita, lagi-lagi sebagai orangtua merasa yang paling tahu mengenai apa yang dibutuhkan dan diinginkan anak kita, dengan dalih untuk dan demi kebahagiaan si anak.
 Bukankah Semua anak terlahir sempurna? Lingkunganlah yang tidak sempurna karena memberikan standar sama. Padahal tiap anak adalah unik dan tidak ada yang sama.

Konflik-konflik inilah yang diramu dalam Film Wonderfill Lfe, sebuah kisah dari buku yang ditulis Amalia Prabowo dan  ditulis berdasarkan kisah nyata bersama sang Putra Agil yang Berkebutuhan Khusus.

Agil memiliki Disleksia. Menurut wikipedia disleksia adalah gangguan dalam perkembangan baca-tulis yang umumnya terjadi pada anak menginjak usia 7 hingga 8 tahun. Akibat gangguan ini, Agil sulit mengikuti pelajaran di sekolah. Agil lebih suka menggambar. Kondisi Agil menjadi perhatian serius orangtua Amalia terutama Sang Ayah yang percaya Agil menderta penyakit.

Cerita ini memberi pesan, bagaimana penerimaan kita pada anak kita adalah kunci komunikasi dari hati. Setiap anak adalah istimewa dan sebagai orangtua kita harus bisa menerima anak kita apa adanya karena setiap anak terlahir sempurna.



Judul: Wonderful Life 

Genre / Jenis Film: Drama, Family
Sutradara Film: Agus Makkie
Rumah Produksi Film: Visinema Pictures, Creative &  Co
Penulis Naskah skenario / Novel Film: Jenny Jusuf, Amalia Prabowo
Durasi Film: 1 jam 19 menit
Tanggal Rilis / Tayang Film: 13 Oktober 2016 (Indonesia)

Pemain Wonderful Life 

Atiqah Hasiholan berperan sebagai Amalia
Sinyo berperan sebagai Aqil
Lydia Kandou
Alex Abbad
Abdul Rasiti
Putri Ayudya
Arthur Tobing
Didik Nini Twowok