Kisahku: Berterima kasih pada bulan !

BERTERIMA KASIH PADA BULAN!



Minggu lalu, listrik di tempat tinggalku padam. Menurut PLN yang aku baca di koran, disebabkan kerusakan pada travo di satu wilayah yang menyebabkan pasokan listrik ke daerah Petukangan (tempat tinggalku) terpaksa di putus. Pemadaman listrik yang cuKup lama sungguh membuatku kesal. Padam sejak aku pulang kerja sekitar pukul tujuh sampai pukul 23.30.

Sungguh menyiksa, aku jadi membayangkan masyarakat di pelosok nusantara yang karena memang belum ada sarana listrik mungkin terbiasa. Tapi kami di Jakarta, listrik bukan hanya berarti penerangan tapi listrik berarti masak nasi, berarti air bersih, berarti pendingin, berarti hiburan dll.

Tanpa listrik, aktivitas rasanya lumpuh. Aku membiarkan Bas tidak belajar karena memang tidk memungkinkan. Selain aku takut pada lampu minyak tanah, di luar rumah orang ramai berkumpul. Mungkin karena panad dalam rumah sehingga memilih mencari angin di luar rumah.

Untungnya pada malam ini, bulan bersinar penuh, seperti purnama. Frisch mengeluarkan kolam plastik punya Van lalu menjadikan tempat tidur dengan meletakkan bantal-bantal. Saat menina bobokan Bas dan Van di kolam itu sambil dikipas-kips papanya, kami ngobrol. Van sebetulnya yang memulai. Mungkin Van merasa aneh tidur beratapkan langit langsung dan berpenerangan bulan serta bintang.

Biasanya kalau sudah mulai pukul 21.00 aku mulai ribut melarang anak-anak keluar dengan alasan masuk angin. Tapi malam ini, kubiarkan anak-anak hanya mengenakan celana dalam dan singlet tidur di luar rumah. Aku tahu aku tidak konsisten tapi tidak mungin bertahan di dalam rumah.

”Ma, apakah kita akan terus tidur di sini?” tanya Van
“Sementara ini, iya. Karena di dalam gelap dan panas sekali” Jawabku
”Apakah bulan tidak akan mati seperti lampu kita?” tanya Van lagi
”Ya tidak Van, bulan itu ciptaan Tuhan tidak akan mati!” kali ini Bas yang menjawab
”Iya mama?” tanya Van seakan tidak percaya penjelasan Bas.
”Benar, sayang. Bulan tidak akan mati, bulan akan hilang dan digantikan matahari. Itu pertanda hari mulai pagi. Karena bulan cuma muncul kalau malam. Supaya kita tidak kegelapan.” Jawabku. Kata-kata itu meluncur begitu saja dari bibirku.
”Aku mau bobo mama” Ujar Van sambil menguap lebar-lebar.
”Aku juga” sambung Bas.
”Siapa yang berdoa?” tanya papanya.
”Aku!” Jawab Van.

Kulihat Van melipat tangannya di atas dada dan terdengar doa dari bibirnya
”Tuhan terima kasih, Terima kasih untuk Kakak Anes, terima kasih untuk kakak Bas, terima kasih untuk papa, terima kasih untuk mama, terima kasih untuk mba (pembantu kami) terima kasih untuk blekong (anjing kami Bleki). Terima kasih untuk bulan dan bintang. Sekarang jaga kakak anes, jaga kakak Bas, jaga papa, jaga mama, jaga mba, jaga Blekong. Jaga bulan dan bintang supaya besok bersinar lagi. Amin”

Kalimat-kalimat yang sederhana meluncur begitu saja. Aku tidk tahu apakah Van mengerti dengan apa yang diucpkan dalam doanya. Tapi satu hal hatiku tersentak, belum pernah aku mengucap doa terima kasih untuk bulan dan bintang. Malam ini anakku berterima kasih untuk sesuatu yang di luar jangkauan pemikiranku.

Bulan dan bintang, bagian dari ciptaan Tuhan yang memang mempunyai fungsi masing-masing. Salah satunya menerangi bumi dan malam ini ketika kami sangat membutuhkan penerangan, kehadiran bulan dan bintang terasa bagai bantuan yang luar biasa. Padahal sehari-hari kala listrik tidak padam, bulan dan bintang hanya ditatap saat berada jauh dari sesama.

Saat menyendiri, saat mencoba mencari makna hidup. Bulan dan bintang menjadi pemicu pengucapan syukur yang tak ada habisnya. Bahkan menjadi kata-kata yang kerap disebut dalam syair lagu dan puisi namun sekedar kata tak bermakna. Tapi kini di hadapanku, Bas dan Van lelap tertidur beratapkan langit dan berpenerangan bulan serta bintang.

Aku baru tersadar, sesungguhnya mengucap syukur dan berterima kasih dalam segala hal perlu dilakukanan setiap saat bukan hanya dikala kita merasa perlu. Karena sesungguhnya Sang pencipta selalu memenuhi kebutuhan yang tidak pernah kita tahu, kita perlu atau tidak. Tapi Tuhan tahu kita perlu! Dan malam ini dalam hati aku berdoa, memohon ampun karena prilaku dan cara berpikirku. Aku ingin kembali seperti anak-anak yang tidak berpikir untung dan rugi tapi kala datang berdoa, setiap hal mereka syukuri. Aku ingin seperti mereka, mensyukuri bulan dan bintang yang setia menerangi bumi setiap malam. (13 Oktober 2006)

No comments:

Post a Comment