Kisahku: Papi dan seputar September 65


Kisahku: Papi dan seputar September 65

Alm. Papiku adalah purnawirawan TNI AD dan punya cukup banyak bintang jasa. Selain bintang jasa agresi militer Belanda I dan II, ada juga Bintang kesetiaan 8 dan 16 tahun. Mungkin kalau tidak pensiun ada juga bintang kesetiaan 24 th.

Tiap bintang jasa selalu ada dua, satu besar dan satu kecil. Kalau aku tidak salah yang besar di kenakan kalau di lapangan sedangkan yang kecil kalau di kantor/di markas. Nah bintang-bintang itu dijahit berjejer jadi satu. Sekitar 6 atau 7 bintang. Lucunya ada satu bintang yang di biarkan terlepas. warna perunggu dan pitanya biru strip putih.

Ketika aku mempelajari Daftar riwayat hidup alm papi. ternyata bintang tersebut adalah Bintang Satya Penegak. (Penumpas atau pengancur PKI) yang diperolehnya th 65 atau 66. Yang menggelikan buatku, tahun 61, alm papi sudah pensiun. Dinas terakhir di KODAM XIII Merdeka Manado. Loh kok bisa-bisanya punya Bintang Satya Penegak.

Aku berusaha mencari tahu jawabnya dengan kembali membuka percakapan dengan mami. Alm. Papiku tidak pernah cerita kalau beliau punya Bintang Satya Penegak! Karena cerita seputar aktivitas militer nyaris tidak pernah ada di rumah kami. Menurutku mungkin ini disebabkan alm. Papi sudah pensiun dan semua anaknya perempuan. Dan seingatku tak ada satu pun kawan alm. Yang pernah datang dengan pakaian dinas ke rumah.

Tapi ada satu tetangga kami, yang sudah jauh lebih tua dari alm. papiku. Seorang jaksa yang bekerja di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Namanya Prof Ismail. Kami memanggilnya Om Ismail tapi mami dan papiku menyebutnyta Overste Ismail yang akhirnya aku ketahui itu berarti Letnan Kolonel Ismail. (Aku baru saja nelephone nanya sama mami artinya Overste dan spelingnya) .Kalau sekarang jadi Ajun Komisaris Besar. Dan hanya dengan Om Ismail inilah papiku selalu melakukan hormat dengan mengangkat tangan kanannya dan meletakan di kening sebelah kanan dengan posisi miring sebelum mereka berjabat tangan.

Hal paling mudah membicarakan th 65 adalah memancing suasana kelahiranku. Karena walau aku lahir hampir dua bulan setelah peristiwa G 30 S PKI, menurut cerita mami, suasana masih sangat mencekam. Oh yah, kami tinggal di Perumahan CV Jayabhakti (ex Perusahaan Dagang Belanda yang diambil alih militer) tepatnya di Cidodol, Kebayoran Lama. Itu adalah daerah dengan mayoritas penduduk Betawi dan keturunan Tiong Hoa.

Alm Papiku adalah kepala keamanan untuk wilayah Kebayoran Lama. Sampai sini, aku tidak tahu siapa yang memberikan atau mengangkat papiku pada posisi tersebut. Tapi menurut mamiku, ada kemungkinan wewenang itu diberikan pimpinan CV Jayabhakti dengn tujuan melindungi kompleks Jayabhakti. Nah kalau akhirnya meluas jadi meliputi Kebayoran Lama dan sekitarnya, saya tidak tahu. bisa jadi inisitive papiku (Mengingat beliau prajurit lapangan walau sudah pensiun) dan mungkin pula permintaan warga, karena di kompleks kami hanya papiku yang pensiunan TNI dan pada waktu itu, aku berani jamin papiku masih gagah karena beliau pensiun dini. Usianya belum lagi 40 th.

Suasana sangat mencekam, di kompleks kami ada beberapa ibu yang sedang hamil. Setelah Sept. Sampai Januari ada sekitar 5-6 anak yang lahir (Mereka jadi teman main seumurku) Menurut cerita mami, hari-hari setelah Sept 65 adalah hari-hari yang tidak menentu. Komplek perumahan tempat kami tinggal hanya ada 30 rumah dan bentuknya sepeti botol artinya hanya ada satu jalan keluar dan masuk. Keluar dari Perumahan kami langsung Perumahan Sekretariat Negara lalu Perumahan Hankam.

Nah untuk menjaga keamanan keluar masuk ke tiga perumahan tersebut diujung jalan besar selalu ada penjaga dibawah komando alm. Papiku. Ini buatku juga menggelikan, wong ada kompleks hankam kok papi yang jadi koordinatornya. Dan berdasarkan informasi dari mami, alm papi satu-satunya yang mendapatkan Bintang Satya Penegak di kawasan kebayoran Lama. Bukan aku bangga, aku merasa aneh. Wong papi ku sudah tidak bersenjata dan menurut mamipun tidak ada pecah perang di Kebayoran Lama. Jadi kira-kira untuk apa yang Bintang itu diberikan?

Masih menurut mamiku, Kebayoran lama pada waktu itu menjadi salah satu tempat pelarian/persembunyian orang-orang yang di tuduh terlibat organisasi PKI.

Namun yang aku tahu menurut mami, Alm papi mampu menjaga situasi di wilayah Kebayoran Lama menjadi kondusif. Soalnya demi keamanan diterapkan jam malam dan sistem sandi yang selalu berganti setiap 24 jam. Jadi warga harus tahu sandi apa untuk bisa melewati pos penjagaan. Kalau penjaga menyebutkan Amir maka warga harus menjawab Umar. Amir dari Amir Machmud (Mantan Mendagri) dan Umar dan Umar Wirahadikusuma (Mantan wapres) Itu salah satu sandinya. Pada waktu itu mereka (Amir dan Umar) masih berdinas aktif di militer.

Jujur biasanya kami tertawa kalau mendengar cerita seperti itu. Kebayang tidak, orang mau melahirkan harus menjawab sandi dulu untuk keluar perumahan. Kendaraan waktu itu cuma becak. Kadang ada juga yang tidak ingat sandinya lalu masuk lagi ke kompleks tanya dulu sama tetangga baru keluar lagi.

Menurut mamiku, papiku mendapat Bintang Satya Penegak walau di surat keterangan tertera sebagai penumpas G 30 S PKI, alm. Bukanlah orang yang terlibat mengeksekusi PKI dan simpatisannya. Alm. Mendapatan Bintang tersebut karena berhasil menenangkan massa yang terpancing emosi dan mampu mengendalikan warga untuk tidak terprovokasi sehingga tidak main hakim sendiri.

Waktu itupun papi tidak memegang senjata sama sekali. Karena memang sudah pensiun 4 tahun sebelum peritiwa tersebut. Legalah rasanya hati ini, menemukan informasi bahwsannya alm papiku tidak teribat sebagai eksekutor. Dan menurut mami, mengapa bintang satya Penegak tidak digabung, karena menurut alm. Orang akan berprasangka salah jika melihat Bintang tersebut.

Sementara alm papiku, masih menurut mami, tidak pernah beranggapan Partai Komunis Indonesia sebagai sesuatu yang patut ditakuti. Beliau meyakini setiap ideologi menjadi baik atau buruk bergantung pada persepsi dan penerapannya dalam kehidupan keseharian baik dalam organisasi internal maupun eksternal ke masyarakat.

Persoalannya menjadi berbeda ketika diinstruksikan dan disosialisasikan PKI sebagai sesuatu yang harus dijauhi bahkan harus ditumpas tanpa diberi penjelasan penyebabnya. Akhirnya generasiku menjadi generasi yang buta terhadap sepenggal sejarah bangsa dan negara. Dan pada waktu itu, papiku yang hanya pegawai rendahan tetap harus patut pada perintah pimpinan.

Pendapat bawahan tidak diperlukan/ karena mengemban tugas tersebutlah, setuju atau tidak setuju menganggap peristiwa 30 Sept 65 sebagai dosa PKI, papiku tetap harus menegakkan keamanan untuk sebagian masyarakat sipil. Jiwa prajurit yang harus selalu patut pada komandan tidak bisa dihilangkan. Karena ketika papiku bertindak sebagai komandan pletonpun, ia mempertaruhkan jiwanya untuk keselamatan anak buahnya, urusan bertaruh nyawa dan membuat mami saya nyaris menjadi janda dengan empat anak, itu resiko yang harus dtanggung istri prajurit. (Kenyataannya papiku sehat dan terlahir anak-anak yang lain hingga aku menjadi 11 bersaudara)

Kini alm. Papiku sudah berbaring dalam peraduan abadinya di TMP Kalibata. Setiap kali mengenang papi, selalu saja air mata ini ingin mengalir. Penyesalan memang selalu datang terlambat. Dulu didikannya yang keras dan kelewat disiplin sering aku anggap sebagai obsesinya sebagai prajurit. Dulu kalau berhadapan dengan papi untuk bercerita tentang kegiatan sekolah atau tentang pelanggaran aturan (Mandi sore lewat dari jam 17.00 misalnya) Kami harus berdiri dengan sikap sempurna! Jika papi memberi nasehat dan diakhiri dengan kata tanya, mengerti? Maka kami harus serempak menjawab mengerti!

Kini, kala kerinduan mengusap tepi hati ini, yang tersisa tinggal kepedihan dan penyesalan. Beliau tidak sempat melihat anak-anaknya mentas dari pendidikan tinggi dan terjun ke masyarakat sebagaimana cita-citanya dulu. Bahwa pada pundak kami, beliau meletakan harapan agar menjadi batu penjuru dimanapun kami berada. Sesuai tekadnya sebagai prajurit, melayani sebagai abdi masyarakat. Ak aku jadi banyak melamun! Besok kalau aku pulang ke mami, aku akan memfoto bintang-bintang jasa papiku, khususnya Bintang Satya Penegak (Penumpas PKI) (Icha 30 Sept 2006)

No comments:

Post a Comment