Renungan: PERHIASAN KEHIDUPAN

PERHIASAN KEHIDUPAN


Kita lahir telanjang, orang tua dan orang-orang disekeliling kita yang membungkus kita dengan pakaian. Hal itu menunjukan, Tuhan menciptakan kita tanpa bungkusan apa-apa. Perjalanan kehidupan kita di dunia yang membuat kita membungkus semua hal dengan bungkusan yang kadang-kadang penuh kepalsuan.

“Mengapa kita berpakaian?” Jika pertanyaan itu ditujukan pada anak-anakku ketika mereka masih berusia satu atau dua tahun, mereka akan menjawab “supaya tidak sakit!”. Karena itu ajaran yang aku tekankan. Jika mereka usai mandi, lalu berlari ke luar kamar mandi, kadang langsung ke depan tv di ruang tamu.

Aku yang sudah menyiapkan pakaian mereka bergegas menyusul. Biasanya kedua bocah ini langsung asyik menonton Tom & Jerry tanpa memperdulika handuk yang sudah tidak membungkus tubuh mereka.Setengah kesal biasanya aku akan berkata “ Ayo nak, kemari pakai pakaian dulu, nanti masuk angin bisa sakit!”

Tapi sejak Van sudah berumur 3 tahun dan pratis Bas berumur 6 tahun, aku menekankan mengapa harus pakai baju supaya tidak malu. Kini Bas dan Van, jika ada tamu tidak akan berani keluar, bila mereka hanya mengenakan singlet dan celana dalam saja.

Seiring bertambahanya usia, banyak hal yang kita pelajari. Berpakaian yang menutup tubuh saja tidak cukup. Pakaian diperlukan tetapi juga harus bersih dan kondisinya baik. Lalu pertimbangan kenyamanan bahan baju. Lalu ke tingkat yang tidak terlalu perlu tapi selalu dipertimbangkan, yaitu mode. Apakah baju ini sesuai dengan trend?

Apa yang tidak terlalu perlu, bisa terbalik menjadi yang paling menentukan. Ketika kita membeli baju maka trend mode yang menjadi penentu. Fungsi baju sebagai penutup agar sopan dan tidak sakit sudah tidak menjadi pertimbangan utama.

Padahal baju hanyalah sepotong perhiasan fisik yang tak akan kita bawa serta saat waktu pulang tiba. Namun kehidupan di dunia membuat kadang kita lupa akan arti pakaian yang sesungguhnya. Dimata Tuhan, jangankan merk baju perbedaan warna kulit saja tidak berarti apa-apa.

Pernahkah kita merenungkan pakaian kehidupan yang sesungguhnya? Yang tak akan lekang di tinggal trend? Senyum penuh kasih yang memberi kehangatan setiap hati, kasih sayang tulus yang memberi kenyamanan setiap insan, perhatian yang tak putus menghidupkan harapaan setiap individu dan iman setiap nurani menjadi kunci pembuka pintu surga.

Itulah pakaian kehidupan yang sesungguhnya yang memberikan kehangatan bukan hanya pada hati kita tapi juga pada hati orang-orang disekeliling kita. Bukalah jendela hatimu lebar-lebar, biarkan kehangatan yang dipancarkan menembus setiap jendela hati yang juga mau terbuka. Ketika kehangatan, kenyamanan dan ketenangan memenuhi setiap hati, maka aroma kedamian akan tersebar di seluruh sudut dunia.

Dan itu bisa kita mulai dari hati kita. Satu pelita hati menyala pasti akan memberi sedikit cahaya. Tapi jika ratusan, ribuan atau jutaan pelita hati yang menyala tidak hanya menghangatkan tapi juga akan menerangi. Pada saat itulah segala kegelapan akan sirna dan tak akan kembali karena pelita-pelita lain siap menyala dan menghangatkan. Tanggalkan semua pakaian yang penuh kepalsuan, sudah saatnya kita mengenakan pakaian kehidupan yang sesungguhnya. Pakaian kehidupan yang layak di mata sang Pencipta. (Icha Koraag 14 Nov 2006)

1 comment: