SORBON AIDIT DALAM KENANGANKU

SORBON AIDIT DALAM KENANGANKU

Aku boleh bangga, menjadi salah satu dari sekian kenalan Om Sobron yang mengenal beliau secara pribadi. Sama seperti para penggemar tulisan beliau, hal pertama yang mendorongku menyurati (mengirimkan email) terdorong rasa ingin tahu karena nama belakang beliau.

Ya, nama belakangnyalah yang memotivasiku untuk mengenal lebih jauh dengan alasan, pastinya beliau bisa menjadi sumber informasi yang layak dipercaya dari seorang DN AIDIT. Aku yakin nama DN AIDIT dan kiprahnya masih menjadi teka-teki. Dalam rangka mencari potongan teka-teki bangsa ini, makanya aku mengirimkan email kepada Om Sobron.

Jujur, aku merasa sangat exited waktu melihat ada balasan email. Antara rasa deg-degan dan takut. Takut Om Sobron tersinggung dengan pertanyaanku sekaligus takut kalau aku dianggap ingin tahu urusan orang.

Ternyata ketakutanku tak beralasan, beliau menjawab dengan baik dan terbuka. Selanjutnya email kami terus saling berbalasan bukan lagi membicarakan DN Aidit karena mengenai DN Aidit, Om Sobron mengatakan aku bisa membacanya di Aksara Sastra dan Panorma Indonesia yang khusus memuat tulisan Om Sobron. Di sana banyak tulisan beliau mengenai DN Aidit. Bukan hanya kenangan, kekaguman atau kehilangan Sobron terhadap DN Aidit tapi semua hal yang berkaitan dengan hidup seorang Sobron dapat dibaca.

Pada akhirnya email kami cenderung membicarakan dunia tulisa menulis dan perkembangan Indonesia maupun dunia. Bahkan perkenalanku dengan Sobron Aidit, mampu mebuatku ’meracuni” pemikiran suami, saudara-saudara sekandungku juga ibuku dan teman-temanku mengenai stigma PKI. Karena mereka termasuk aku, begitu percaya pada dogma PKI itu sadis dan anti Tuhan.

Lewat saksi hidup Sobron Aidit, aku banyak mendapat informasi yang baru. Yang membuat aku merubah ”mind set” selama ini yang sudah terkooptasi mengenai stigma PKI. Aku terlahir di tahun 1965. Aku merasa mempunyai tanggung jawab moril pada makna tahun kelahiranku. Tahun kegelapan bangsa Indonesia.! Aku tidak tahu harus kemana dan bagaimana mencari informasi untuk melengkapi potongan sejarah bangsa yang hilang.

Ku katakan potongan sejarah yang hilang karena selama ini, aku hanya mendapatkan versi pemerintah. Informasi versi pelaku atau saksi mata hanya bisa di dapat lewat gerilya (Jalan bawah tanah) Dan itupun terbatas bisa di didapat oleh mereka yang punya akses ke informasi tersebut.

Dalam salah satu emailnya
Sobron Aidit wrote:
Icha sayang,-
Bang Amat ( nama DN.Aidit itu dikalangan keluarga dan di kampungya dipanggilAhmad - Bang Amat )punya anak lima bukannya tiga.Ibaruri di Pari sIlya Maelani di Paris - dua-duanya di Perancis sebagai dokter kedua-duanya.
Iwan digelari juga sebagai Iwan Bungsu - salah seorang pendiri WANADRI diBandung itu - dia dari ITB dan seorang insinyur yang bekerja di AS - lalu diCanada dan kini di MalaysiaLalu si kembar Ilham dan Irfan - tinggal di Bali dan di Bandung. Kembaran ini yang satu insinyur dan yang satunya droup-out dari Fakultas Kedokteran. Kami dan mereka yang di luarnegeri tadinya jauh sebelum 65,-

nah sesudah itupaspor kami dicabut semua oleh KBRI di bawah penguasa-baru yang bernamaORBA-SUHARTO-ABRI. Dan kami tidak bisa pulang dan dilarang pulang. Misalnya saya - sudah bekerja di Tiongkok dan hidup di Tiongkok sejak tahun 1963 ,tidak tahu apa-apa tentang peristiwa 30 Sept 1965 itu,- Dan juga termasuk orang yang tidak boleh pulang buat tinggal di Indonesia.

Yang boleh hanya datang ( sebagai turis ) tetapi tidak boleh pulang!Jadi diantara kami tidak seorangpun yang melarikan diri. Yang terjadi yalah kami semua tidak boleh pulang lantaran hanya dituding sebagai orang yang terlibat pembrontakan PKI dan keluarga PKI - hanya itu saja dan itupunsamasekali tidak melalui pengadilan dan pemeriksaan apapun.

Saya kontak terakhir dengan Bang Amat pada bulan Agustus di Beijing 1965,ketika dia lewat sambil mau pulang ke Indonesia dari lawatannya di UniSovyet - Aljazair dan beberapa negara. Dia memimpin rombongan delegasi MPR -karena dia adalah Menteri Koordinator Kenegaraan, Dia dibunuh dan diterorserta ditembak begitu saja sekitar Boyolali - sampai kini tidak tahu di manakuburannya!

Kami mau ziarah - tapi tidak ada dan tidak tahu dimana diadimakamkan,-Itulah Icham yang baik. Kalau ada kesempatan dan kamu sedia serta ikhlas danrela ketemu saya, pada waktunya akan saya ceritakan padamu - yang takmungkin saya ceritakan dalam posting milist seperti yang biasa sehari-harisaya tuliskan - ya nggak Cha?
Salam hangat dan akrab saya buat Icha,-
sobron di rumah di Holland,- 8 Juni 06,-

Dan banyak lagi cerita beliau tentang kehidupan pribadi dan keluarganya.
Karena itu beruntunglah aku yang banyak mendapatkan informasi langsung dari Seorang Sobron Aidit. Bukan Cuma seputar informasi Trgaedi 1965. Sobron bagiku benar-benar seorang Pujangga, seperti apa yang beliau cita-citakan. Dalam 3 kali pertemuan di depan khalayak (Dalam peluncuran dan diskusi buku) Sobron mengatakan, “ia adalah orang berbahagia karena sejak usia sepuluh tahun sudah sangat tahu cita-citanya ingin menjadi pujangga.”

Karena itu bagiku, Sobron juga seorang guru sastra, terlepas beliau diakui atau tidak oleh orang lain.. Bagiku beliau adalah pujangga atau sastrawan yang banyak memberikan makna kehidupan dalam tiap tulisannya. Karya Sobron tidak hanya indah karena tutur bahasanya, tapi juga hidup dan bernyawa.

Dalam satu obrolan santaiku dengan suami di ranjang, kami mendiskusikan sosok seorang Sobron Aidit. Menurut suamiku, beliau adalah manusia langka. Jika aku dan banyak orang hanya mengenal nama HB Yasin, Ajip Rosidi, Chairil Anwar dari buku-buku pelajaran sekolahh, maka Sobron hidup, berhubungan bahkan berteman dengan tokoh-tokok tersebut.
Artinya, aku memahami, Sosok Sobron sebenarnya setara dengan para tokoh tersebut hanya karena ia menyandang nama Aidit dibelakang namanya, sehingga banyak orang memandang dengan kacamata yang berbeda. Kemampuan dan kepiawannya dalam mengolah kata dan rasa menjadi sebuah karya sastra tidak diakui, karena orang memandangnya sebagai sastrawan terlarang.

Hadirnya dunia komputer dan internet sangat membantu beliau mempublikasikan karyanya. Ketika Sobron belum mengenal komputer, beliau sempat membawah naskah tulisan yang beratnya berpuluh-puluh kilogram. Ketika diberi tahu bahwasannya tulisan tersebut dapat di tuangkan dalam sebuah benda kecil yang bernama disket. Sobron terpana.

Dengan bantuan keponakannya Ibaruri (Putri Sulung DN Aidit) Sobron diperkenalkan dengan Komputer dan internet. Sobron langsung merasa bebas merdeka bagai burung. Dengan koneksi internet ia bebas menulis dan mengirimkan ke banyak milis. Sehingga ia juga merasa sebagai member sejuta milis. Siapa yang tidak pernah baca tulisan Sobron Aidit? Terlepas dari suka atau tidak suka yang pasti Sobron boleh bangga karena tulisan di baca. Di caci, di hina, di maki atau di puji selalu menjadi semangat baginya untuk terus menulis.

Sobron terpacu menulis karena ia sempat kehilangan beberapa masa dalam kehidupannya, sehingga Sobron merasa belum atau bahkan tak pernah ada kata cukup untuk menuliskan riwayat pengalaman hidupnya agar di baca dan diketahui orang.

Sama seperti orang yang kenal dekat dengan beliau, aku merasa sangat kehilangan. Ketika membaca SMS dari Bung Heri Latief, Moderator Sastra Pembebasan yang mengabarkan kepergian Sobron Aidit, aku tak bisa menangis. Bukan karena Sobron tak pantas di tangisi tapi kesedihan itu sangat mendalam, sehingga air matapun tak dapat mengalir. Hanya terasa kekosongan dan rasa dingin yang menjalar di seluruh tubuh ini.

Padahal aku dan Sobron tengah merajut janji, menurut rencana Sobron akan datang dengan adiknya, Pak Asaahan ke Indonesia dalam waktu dekat ini. Kami sudah berjanji akan bertemu, ngobrol dan makan-makan. Sosok Sobron yang juga dikenal sebagai pendiri Restaurant Indonesia di Paris sangat lekat dengan dunia masak memasak dan makanan enak.
Namun demikian beliau tetap sangat mencintai makanan Indonesia. Ketika terakhir beliau datang ke Indonesia Sept-Nov 2006, beliau belum sempat menikmati kredok. Sehingga aku berjanji kalau Sobron daang kembali ke Indonesia, aku akan mengajak makan Kredok, bukan di Restaurant Sunda tapi di kaki lima, yang di jual di gerobal pinggir jalan.

Sayang janji itu tinggal cita-cita. Walau persahabatan kami masih seumur jagung, tapi aku sanggup menulis berpuluh-puluh lembar dalam mengenang seorang Sobron Aidit. Kini Jasadnya sudah membujur kaku, ia yang tak bisa dan tak akan pernah bisa pulang ke Indonesia hanya bisa datang. Dan itu cukup mengobati kerinduannya akan tanah leluhurnya.

Jika aku tak salah membaca info, rencananya jasad belaiu akan di kremasi, separug abunya di wasiatkan untuk di tabur di dekat makan istrinya di Beijing, sedangkan separuhnya lagi, minta di taburkan di dekat makam ibundanya. Ibunda yang selalu dipertanyakan, bahagiakah memiliki anak-anak yang dilahirkan namun menjadi anak-anak yang dibuang negerinya sendiri. Padahal anak-anak itu turut mengukir sejarah dalam perjalanan bangsa Indonesia.
Selamat jalan Sobron Aidit
Semoga istri, Ayah-bundamu
Juga Bang Amat dan semua teman-temanmu
senang menyambut kepulanganmu.
Kini kau sudah tiba di rumah.

Jakarta, 13 Februari 2007
Icha
Yanga masih merasa tak percaya!

4 comments:

  1. Anonymous12:28 AM

    Mbak Elisa yang baik,

    Saya sangat tersentuh membaca tulisan Anda ini. Seperti terhadap tulisan-tulisan yang terdahulu, saya mohon yang ini juga dikirim ke KabarIndonesia agar lebih banyak orang yang membacanya. Di Milis Sastra Pembebasan sudah terposting, tapi karena itu sebuah Milis, pengunjungnya terbatas hanya anggota milis tersebut. Sedangkan KabarIndonesia adalah Koran Online yang bisa diakses oleh siapa saja.
    Sekalilagi, postinglah juga disana.

    Terimakasih banyak.

    ReplyDelete
  2. Anonymous12:28 AM

    Mbak Elisa yang baik,

    Saya sangat tersentuh membaca tulisan Anda ini. Seperti terhadap tulisan-tulisan yang terdahulu, saya mohon yang ini juga dikirim ke KabarIndonesia agar lebih banyak orang yang membacanya. Di Milis Sastra Pembebasan sudah terposting, tapi karena itu sebuah Milis, pengunjungnya terbatas hanya anggota milis tersebut. Sedangkan KabarIndonesia adalah Koran Online yang bisa diakses oleh siapa saja.
    Sekalilagi, postinglah juga disana.

    Terimakasih banyak.

    ReplyDelete
  3. Salam kenal ya mbak Elisa. Terus terang saya senang sekali membaca tulisan-tulisan anda. Setiap saya membaca postingan anda, hati saya tersentuh dan terkesan sekali.

    Terus nulis ya....
    Selamat beraktifitas.
    Salam dari USA

    ReplyDelete