Bukan Jamannya Membungkam Lagi


http://21forpertiwi.blogspot.com/2012/07/mengintip-museum-sepatu-imelda-marcos.html


 
Mendengar negara Philipina ada dua hal yang terlintas dalam benak saya yaitu perompak dan Imelda Marcos. Tidak nyambung yah? Tapi begitulah ingatan saya. Kedua orangtua saya berasal dari Sulawesi Utara. Ayah almarhum purnawirawan TNI AD dan Mama saya seorang guru. Sejak kecil saya selalu mendengar cerita Mama saya tentang kehebatan Opanya (Kakek buyut saya) yang usia masih belasan tahun tapi ikut melawan perompak yang berasal dari Philipina. Kota Menado memang kota yang terletak di tepi pantai. Sehingga perompak merupakan salah satu ancaman yang menggangu keamanan dan keselamatan rakyat. Bahkan pulau-pulau kecil di ujung utara Menado sangat dekat dengan Mindano, salah satu wilayah Philipina. Bisa di tempuh dengan perahu layar.


Kalau Imelda Marcos, sering kami gunakan sebagai bahan jahil “menggoda” Mama saya. Tahun ini Mama saya berusia 84 tahun, memiliki koleksi sepatu, sandal dan tas lebih dari 50 pasang. Padahal kan kakinya cuma dua. Koleksi baju, lebih dari lima lemari. Ini beneran loh. Sebulan lalu saya dapat telepon dari adik saya yang masih tinggal dengan Mama saya, mengabarkan kalau Mama saya sakit. Maka pagi-pag setelah anak-anak dan suami berangkat, saya meluncur ke rumah Mama.


Sapaan saya pertama ketika bertemu: “Hai, apa kabar Imelda Marcos?”. Mama saya tersenyum dipembaringan. Lalu melambaikan tangan dan meminta saya memijat lengannya.

“Kelihatannya capai banget? Habis ngapain sih?” Tanya saya. Adik saya yang menjawab. “Bagaimana tidak akan sakit, seminggu ini memindahkan baju ke lemari yang baru tapi tidak mau di bantu. Alasannya nanti Mama tidak tahu letaknya. Jadi kalau mau cari baju dengan model dan warna tertentu jadi bergantung sama orang lain”. Ya, amplop! Itulah Mama saya.



Balik ke tema #10daysforASEAN mengenai kebebasan berpendapat di Philipina. Beberapa hari lalu media di Philipina memberitakan ditembaknya seorang penyiar radio. Bisa di baca di sini: Mungkin karena pemberitaan ini juga  panitia #10daysforASEAN menjadikan tema hari kedelapan.

Sumber: radarambon.co



Kebebasan berpendapat harusnya dilindungi undang-undang. Tapi memang tidak mudah. Indonesia saja selama di masa pemerintahan Orde Baru, 32 tahun,  dibungkam dengan paksa. Banyak pelanggaran Hak Azasi Manusia (HAM) dalam proses pembungkaman itu. Seiring waktu perkembangan komunikasi politik dan sistim politik yang ada, pelan-pelan reformasi terjadi juga.  1998 sebagai tahun bermulanya reformasi di Indonesia termasuk reformasi kebebasan berpendapat. Gerakan yang mulanya desakan lapar rakyat jelata, di teriakan kaum akademisi (mahasiswa) akhirnya menjadi sebuah gerakan nasional yang di dukung berbagai pihak, mulai dari warga biasa, kaum akademisi sampai para pengusaha.



Empat Pilar demokrasi yaitu eksekutif, legislatif,  yudikatif, dan pers. Pers sebagai kekuatan keempat mempunyai fungsi sosial sebagai pengontrol. Jadi bisa dibayangkan, bagaimana kalau pers dibungkam. Masyarakat tidak akan mengetahui apa yang terjadi di tiga pilar demokrasi lainnya. Walau banyak masyarakat di Indonesia mengatakan kebebasan berpendapat di Indonesia sudah lepas kontrol, namun kenyataannya, informasi pers berhasil menarik perhatian masyarakat untuk mengawal setiap kasus pelanggaran (Ham, Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) Dengan pers terus menerus memberitakan, membuat masyarakat mendengar, melihat, berpendapat pada ahirnya peduli lalu menuntut dan mendorong agar setiap permasalahan yang diselesaikan.


Pers pula yang mendidik masyarakat untuk mengerti hak dan kewajibannya sebagai warganegara. Dulu ketika pers di kontrol, tidak ada warga yang berani menuntut apa yang menjadi haknya. Misalnya pelayanan kesehatan. Sampai keluar jargon “Orang miskin tidak boleh sakit”. Dengan berbagai pemberitaan pers, akhirnya kelompok-kelompok masyarakat sadar dan berusaha bersatu untuk mewujudkan apa yang menjadi haknya. Termasuk lahirnya banyak UU yang memberikan perlindungan seperti UU Konsumen yang memberikan perlindungan masyarakat sebagai konsumen dan semua ini dijamin pemerintah beradasarkan hukum



Tahun  60-an Philipina sudah termasuk Negara maju yang hampir menyamai Jepang. Kedekatan dengan Amerika nyaris membuat pemerintahan Philipina mencontoh sistem di Amerika. Sayangnya pada bagian penerapam demokrasi, justru bertolak belakang. Pemerintah Philipina sangat anti di kritik. Itu pula yang membuat pemerintah gagal memberikan kesejahteraan bagi rakyat. Negara Philipina berkali-kali di landa resesi ekonomi. Bahkan kondisi politik yang tidak stabil karena milier ikut berpolitik, membuat Negara ini beberapa kali dalam keadaan darurat militer.



Walau demokrasi sudah diterapkan pasca lengsernya Ferdinad Marcos, kenyataannya para pemimpin di philipina belum mampu memberikan jaminan kesejahteraan sosial, kesejahteraan ekonomi juga hak azasi bagi rakyatnya. Terkesan para elit di Philipina membiarkan demokrasi menjadi permainan dan tidak ikut mendorong agar segera terwujudkan kesejahteraan masyarakat termasuk semua urusan masyarakat berdasarkan persamaan hak politik. Tidak jauh beda dengan Indonesia yang memerlukan rakyat hanya menjelang pemilu, sesudahnya tinggal janj-janji kosong.



Menurut saya karena Philipina sebagai salah satu Negara yang kuat dan maju dibanding Negara ASEAN lainnya, maka ASEAN sebagai organisasi yang menaungi 10 negara, harus mampu melakukan pendekatan sosial berdasarkan tujuan ASEAN sebagai organisasi.  Tujuan utama ASEAN adalah untuk meningkatkan kerjasama antar komunitas Asia Tenggara.

Adapun tujuan ASEAN sebagai organisasi regional adalah sebagai berikut : Sumber dari sini 



   1. Mempercepat pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial dan kebudayaan melalui usah-usah bersama berdasarkan semangat kebersamaan, perekutuan, dan hidup damaidi kalangan bangsa di Asia Tenggara.

   2. Memajukan perdamaian dan stabilitas regional dengan jalan saling menghormati keadilan tata tertib hukum dalam hubungan antar Negara di Asia Tenggara.

   3. Meningkatkan kerjasama secara aktif dan saling membantu dalam hal-hal yang menjadi kepentingan bersama dalam bidang ekonomi, sosial, kebudayaan, teknik, ilmu pengetahuan, dan administrasi.

   4. Memberikan bantuan satu sama lain dalam fasilitas-fasilitas latihan dan penelitian di sektor-sektor pendidikan, profesi, teknik, dan administrasi.

   5. Bekerja sama secara efektif dalam memanfaatkan potensi pertanian dan industri, perluasan perdagangan, perbaikan fasilitas-fasilitas komunikasi.



Saya yakin, ASEAN sebagai sebuah organisasi akan mampu melakukan pendekatan pada Philipina untuk menerapkan demokrasi secara benar. Minimal menuju proses demokrasi. Turut mejaga kedamain di wilayah Asia Tenggara memang  penting tapi tak kurang penting juga mendorong di tiap-tiap Negara anggota ASEAN agar menghentikan kekerasan atas nama HAM. Kebebasan berpendapat selain bagian dari proses demokrasi juga merupakan hak azasi setiap warganya. Pemerintah Philipina harus diingatkan pada hal itu. Kebebasan berpendapat melalui pers adalah sebuah kekuatan kontrol sosial agar pemerintahan berjalan dijalur yang benar.

No comments:

Post a Comment