Masihkan berita di media mainstream bisa dipercaya?


Lama saya tidak menganalisa berita. Sejujurnya, saya malas membaca berita. Karena saya merasa, pemberitaan yang ada terkesan asal. Padahal dalam jurnalistik, definisi berita itu jelas. Berita terbagi dua, berita pendapat dan berita peristiwa. Berita  pendapat, adalah berita beradasarkan ucapan/pendapat baik perorangan atau atas nama intitusi yang benar-benar diucapakan. Sedangkan berita peristiwa adalah berita berdasarkan peristiwa yang benar-benar terjadi.

Dalam jurnalistik, kebenaran adalah fakta sedangkan fakta belum tentu sebuah kebenaran. Ini yang menurut perhatian saya, seringkali diabaikan. Opini reporter menjadi sesuatu yang biasa dalam sebuah berita. Sehingga menimbulkan bias. Seolah si reporter menggiring pembaca pada opini yang diinginkan.

Berita meninggalnya seorang bocah perempuan akibat tersengat listrik di pusat perbelanjaan kawasan senayan Jakarta, menjadi duka semua ibu. Ibu mana yang tidak hancur jiwa raganya, jika anak yang kita kandung lalu lahirkan, meninggal dengan cara yang tragis? Kematian serupa dengan kelahiran. Sesuatu yang pasti namun waktunya yang tidak pasti.

Bukan mau sok berfilsafat, sebenarnya hakekat lahir, kita menuju kematian. Hakekat hidup adalah beribadah, disela waktu ibadah itulah kita melakukan aktifitas keseharian. Sebagai ibu, saya paham dan bisa merasakan duka sang ibu dari anak yang meninggal karena tersengat listrik.

Pemberitaan masih terus ramai di media cetak dan online. Ini perlu, agar masyarakat ikut mengawasi peristiwa ini untuk diselesaikan secara hukum. Persoalannya akan berbeda jika media sudah berpihak. Secara tidak langsung media punya peran besar membentuk opini masyarakat. Berita yang di muat di sini dengan judul: Ibunda Amanda Menangis Tak Dapat. Respon Baik Ahok. Membaca judul tersebut, hal pertama yang terlintas dalam benak saya adalah, apakah Ahok yang notabene Gubernur Jakarta, tidak punya perasaan?

Astaga! Betapa terkejutnya saya karena isi dan judul tidak seperti yang tersurat dalam isi berita. Ternyata ada "opini" si reporter. Si reporter menyimpulkan Respon Ahok Tidak baik kartena tidak memenuhi keinginan Ibu korban, yaitu mencabut ijin tempat korban tersengat listrik. Padahal dalam berita tersebut, si reporter menuliskan apa yang menyebabkan Ahok tidak bisa memenuhi pemintaan Ibu korban, karena Ahok menunggu hasil penyelidikan. Sampai pada bagian ini, sebenarnya persoalan antara ibu korban dan Ahok sudah jelas. Walau Ahok Gubernur Jakarta, tidak berarti Ahok bisa dengan seenaknya mencabut ijin STC (Tempat korban tersengat listrik) tanpa mengetahui duduk persoalan yang sebenarnya.

Jika hasil penyelidikan pengelola STC terbukti lalai sehingga mengakibatkan korban meninggal, lalu tidak mendapatkan sanksi, saya akan berdiri di samping ibu korban untuk menuntut diberikan sanksi atas kelalaian pihak pengelola. Memang tuntutan apapun tidak akan mengembalikan nyawa korban namun demikian bisa mencegah ada korban lain.
Tulisan ini sekedar menuangkan keprihatinan saya, jika reporter yang ada seperti penulis berita di atas. Tidak salah rasanya akalau akhirnya informasi dari blog-blog pribadi menjadi alternatif sumber informasi. Karena jika blog pribadi melakukan penggiringan opini, sah-sah saja. Namanya juga blog pribadi.

No comments:

Post a Comment