Tinggi Badan, Indikasi Kemampanan Gizi Suatu Bangsa

“Sinergi Pengetahuan Lokal dan Keahlian Global bagi Perbaikan Gizi Anak Bangsa”, adalah tema yang diangkat Sarihusada pada acara diskusi Nutritalk, yang digelar bulan Maret di hotel JW Mariot, Jakarta.



Sarihusada selaku penggagas diskusi bulanan yang diberi nama Nutritalk, selalu memegang komitmen untuk terus mendukung perbaikan gizi masyarakat terutama ibu dan anak di Indonesia. Menghadirkan pembicara Dr. Martine Alles,  Direktur Development Physiology &  Nutrition Danone Nutricia Early Life Nutrition, Belanda dan Prof.  Dr Ir. Hardinsyah, Guru Besar Tetap Ilmu Gizi Fakultas Ekologi Manusia (FEMA)  Institut Pertanian Bogor (IPB). Peserta diskusi dibawa untuk memahami hasil penelitian di Eropa, khususnya di Belanda.

Belanda telah mencatat perubahan pertumbuhan generasi yang positif sejak tahun 1858. Hal ini ditandai dengan peningkatan rata-rata tinggi badan, dari sekitar 163 cm pada awal abad sembilan belas sampai dengan sekitar 184 cm pada akhir abad dua puluh.

Padahal angka 163 cm, adalah angka tinggi rata-rata orang Indonesia sekarang,...hiks. Kesannya kita tertinggal banget ya. Tapi itu kenyataan dan faktanya pertambahan tinggi suatu generasi sangat erat kaitannya dengan asupan gizi yang dikonsumsi. Artinya dari sini, kita bisa melihat kenyataan kalau asupan gizi rata-rata masyarakat Indonesia memang masih kurang.

Saya sempat berdiskusi dengan beberapa peserta diskusi, yang kebetulan banyak kaum ibu. Melihat apa yang dipaparkan kedua pembicara, menjadi perhatian serius. Karena, benar adanya tumbuh kembang anak tanggung jawab Ayah dan Ibu tetapi Ibu tetap dianggap sebagai penanggung jawab utama. Ibulah orang yang dianggap dan diharapkan berinteraksi lagsung setiap hari dengan anak. Karenanya pengetahuan tentang gizi sehat harus dipahami para orangtua, khususnya ibu.





Forum diskusi semacam Nutritalk sangat besar manfaat dalam meningkatkan pengetahuan para orangtua. Karena lewat forum semacam ini, informasi mengenai kandungan gizi dan kebutuhan gizi bagi keluarga terus diperbarui ;lengkap dengan hasil penelitian. Siapa yang mengira bangsa Belanda, bisa menjadi bangsa yang masyarakatnya bertumbuh dengan baik, salah satunya lewat pembagian susu gratis di sekolah-sekolah. Susu termasuk asupan gizi penting yang terbukti memberikan hasil nyata pada pertumbuhan dan perkembangan anak-anak.

Namun  juga perlu diperhatikan susu saja juga tidak cukup. Saat anak sudah berusia 12 bulan, anak perlu mendapatkan asupan makanan dengan kandungan gizi lengkap yang tidak bisa dipenuhi hanya dari susu.
Pembicara kedua, Guru Besar Fakultas Ekologi Manusia IPB ini.Prof. Hardinsyah M.S mengatakan masalah gizi di Indonesia masih memprihatinkan. Bisa dilihat dari jumlah balita bertubuh pendek atau stunting, yang disebabkan oleh kekurangan gizi. Data pada tahun 2013 menunjukkan balita yang menderita stunting mencapai 37,2 persen atau 8,8 juta balita di Indonesia.


Maka jelaslah, Pemenuhan gizi seimbang terutama bagi calon ibu hamil, ibu hamil, ibu menyusui dan balita terus diperlukan. Terutama difokuskan pada pemenuhan zat gizi yang masih kurang atau defisiensi seperti protein, asam lemak esensial, zat besi, kalsium, yodium, zink, vitamin A dan D, serta asam folat.

Selain tinggi badan, bangsa Belanda juga mengalami peningkatan berat badan lahir. Jika pada periode 1989 - 1991 rata-rata berat badan lahir adalah 3370 gram, pada periode 2004 - 2006 rata-rata berat badan lahir meningkat menjadi 3430 gram.

Hmmm, saya memiliki dua anak. Anak pertama lahir dengan berat cuma 2600 gr lewat tindakan operasi. Soalnya sejak kandungan berusia 20 minggu, sudah diketahui placenta menutup jalan lahir. Anak kedua, lumayan besar yaitu, 3500 gr. Kini keduanya sudah berusia 15 dan 12 tahun dengan tinggi yang untuk ukuran rata-rata orang Indonesia dianggap cukup tinggi.

Tapi jujur nih, dengan akses pengetahuan dan informasi yang sudah sangat mudah, kenyataannya saya tetap dihadapi pada persoalan “susah” makan. Padahal sejak mereka mendapatkan MPASI, saya mengenalkan dengan bermacam-macam bahan makanan. Kenyataannya ketika mereka sudah usia seperti sekarang tetap saja masih pilih-pilih makanan.

           1000 hari pertama
Dimulai sejak dinyatakan ada kehidupan dalam rahm ibu hingga bayi lahir dan berusia 2 tahun. Semakin cepat diketahui kehamilan. Maka kondisi ibu dan bayi akan makin cepat bisa ditindaklanjuti agar keduanya sehat hingga ibu melahirkan bayi.

Mungkin bagi masyarakat perotaan, akses menuju fasilitas kesehatan tingkat I dalam hal ini puskesmas tidaklah susah. Baik tarnsportasi maupun saranan jalanannya. Tidak demikian bagi masyarakat lain yang tinggal jauh di luar Jabodetabek, bahkan di luar pulau Jawa. Sarana jalan dan kendaraan yang tidak memadi, pun puskesmas yang kurang lengkap baik perlatan maupun tenaga ahlinya, membuat 1000 hari pertama menjadi sebuah program yang memerlukan dukungan semua pihak agar ibu dan bayi bisa diselamatkan.

Selama bayi dalam kandungan, melalui ibu, bayi harus mendapat asupan gizi yang bisa membantu pertumbuhannya dalam rahim. Untuk ibu dibutuhkan gizi yang baik agar kondisinya sehat dan bugar sehingga bisa membawa bayi dalam kandungannya dengan selamat hingga hari melahirkan.

Semua pihak harus membantu dan memfasilitasi, baik keluarga (orangtua dan pasangan) serta lingkungan masyarakat sekitar. Pemerintah mengkampanyekan Bidan siaga, suami siaga, semua itu demi menyelamatkan ibu dan bayi. Jadi bukan sekedar asupan gizi.

Pun dengan pengetahuan gizi. Makanan bergizi tidak harus mahal. Tidak harus ikan salmon dan brokoli, banyak bahan makanan murah dengan kandungan gizi yang baik. Ikan bawal, ikan kembung bahkan ikan lele juga bagus kok. Bayam, kangkung dan sawi hijau, kandungan gizinya nggak kurang dibanding brokoli.


Saya sudah coba, kedua anak saya lebih memilih bayam dan kangkung ketimbang brokoli. Kalau ikan ya, emang sih keduanya memilih salmon dan gindara ketimbang bawal, kembung atau ikan lele. Tapi itu soal rasa. Kalau ada rejeki, tidak salah sesekali menyiapkan makanan dengan bahan yang anak-anak sukai, karena yang utama, kita memberikan yang terbaik bagi anak-anak kita.  

No comments:

Post a Comment