Wafatnya The God Mother.

 


Menuliskan ini berat sekali. Kami menjulukinya The God Mother. Perempuan yang terlahir untuk menjadi Ibu bagi kami, 11 anak perempuan, 24 cucu dan 11 cicit. Mama saya baru saja meninggal, 14 Des 2020 dalam usia 91. Beliau menghembuskan napas terakhirnya dalam tidur. Cara kematian yang memang kami harapkan. Almarhumah Mama tidak ada sakit, beliau meninggal karena usia tua. Mungkin, karena Mama tidak sakit, tidak minum obat, aroma tubuhnya harum. Padahal biasanya bau mulut itu nggak enak banget. Tapi, Mama mengeluarkan aroma “enak” yang saya sendiri nggak paham. Berkali-kali saya sampaikan ke adik dan kakak, Kok Mama nggak “bau” ya?

Kami, kakak beradik sangat mensyukuri diberi kesempatan merawat dan membersamai Mama, hingga mau menjemput. Tapi sungguh tak mengira, meninggalnya Mama, mengisap 90 % oksigen dan energi dalam diri kami, anak-anaknya. Ada rasa kosong, sakit yang ngak bisa dijabarkan. Saya pikir, nggak akan ada yang bisa mengetahui rasa itu, sebelum Ibu atau siapapun, orang yang tercinta, meninggal.



Kondisi Mama mulai menurun sejak 28 November.  Saat itu, Kami kakak-beradik cek-cok. Sebagian ingin Mama di bawa ke rumah sakit dan sebagian menolak. Yang menolak bersikeras mama, ngga apa-apa. cuma melemah. Yang biasanya makan nasi, kini yang masuk harus dihaluskan. Persoalannya Mama tidak suka makan halus, akibatnya menolak makan. Dicoba dengan biscuit dan ensure. Masuk. Tapi jumlahnya tetap nggak cukup. Juice buah juga masuk. Saya termasuk yang mengkhawatirkan kondisi melemahnya Mama.



Selama pandemic covid19, saya sangat mengandalkan website kesehatan Halodoc. Soalanya, kami tidak bebas ke puskesmas atau ke rumah sakit. Makanya Halodoc menjadi rujukan. Halodoc menyediakan layanan konsultasi online dengan dokter, pengantaran obat dan lab. Mau praktis bisa unduh aplikasinya dari telepon genggam. Halodoc merupakan sebuah aplikasi dan situs web asal Indonesia yang bergerak di bidang kesehatan.

Sudah tiga bulan, kami, kakak beradik membuat jadwal jaga Mama. Secara keseluruhan rumah kami masih dalam satu lingkungan. Cuma dua yang jauh dari Tangerang. Satu kakak di Bekasi dan satu adik di Kelapa gading. Lainnya cuma sepelemparan batu.



Tanggal 10 Des, Mama kian melemah. Saya meyakini melemahnya Mama karena asupan makannya yang sangat kurang. Saya bilang pada kakak dan adik yang datang ke rumah Mama, bahwa saya memutuskan akan membawa Mama ke Rumah Sakit. Minimal di RS bisa diinfus. Kami segera menyiapkan kartu BPJS, KTP, Kartu keluarga dan telepon RS yang salah satu pengelolanya kenalan baik kakak saya. Kami masih bersiap, ketika salah seorang adik saya yang juga dokter, marah besar. Adik saya minta, jangan bawa ke RS, tunggu sampai dia datang. Setibanya Adik yang datang bersama suami (dua-dua dokter) langsung mengecek kondisi Mama. Mereka bersikeras Mama ok-ok. Kami menghubungi RS dan menginformasikan tidak jadi membawa Mama.

Pertimbangan tidak membawa Mama ke RS. Pertama karena covid19, kedua besar kemungkinanan Mama akan di swab dan nanti Mama tidak bisa dijaga/ditunggu. Maka yang tertinggal hanya doa-doa berharap yang terbaik buat Mama.

11 Des, kami memutuskan untuk memberi pelayanan perjamuan terakhir dan ibadah penguatan. Airmata kami tumpah, berat sekali rasanya. Mama, sosok keras yang humoris. Bersama Mama adalah penuh tawa sukacita dan kegembiraan. Mama anak kedua dari 6 bersaudara, berlatar belakang pendidikan sekolah guru, Mama adalah guru SMP untuk bidang bahasa inggris dan matematika. Mama, perempuan hebat, di usia 80 tahun masih mengerjakan soal matematika bersama cucu-cucu, Mama tanpa alat tulis hanya di benaknya. Dengar soal kuadrat, akar, X-Y, sudah bikin keriting rambut tapi Mama sangat santai. Beberapa cucu masih menerima pelajaran bahas Belanda dari Mama.

Tanggal 13 Des, sejak pukul 03.00 dinihari kesadaran Mama mulai menurun. Yang jaga Mama, kondisinya juga kian lelah. Maka saya memutuskan datang gantian berjaga hingga jaga malam. Mama masih bisa makan regal dengan ensure. Masih sempat kami memindahkan ke kursi roda, memandikan, lalu membawa ke teras. Sementara seprei diganti. Sore menjelang, semua kakak beradik datang.

Saat memberi makan malam malam, Mama mulai jarang bicara. Suara Mama berkata; genoeg/cukup. Niet doen/Jangan. Te weinig/terlalu sedikit. Waarom/mengapa? Makin jarang terdengar

Satu-satu anak menyapa Mama, hanya mata Mama yang bergerak. Lalu Mama mengulurkan kedua tangannya dan kami menyambut memeluknya. Pukul 10.00 Mama mulai tidur. Pukul 11.00, sebagian adik-kakak saya pada pulang. Pukul 11.30 salah satu kakak di Bintaro yang tadi belum datang telepon, saya mengatakan its ok. Datang besok pagi saja.

14 Des. Jam 00.45 Di kamar Mama, tinggal saya dan satu adik. Satu kakak di luar. Anak saya dan anak adik saya di kamar atas. Saya ke luar kamar, menemui kakak. Kakak bertanya, bagaimana kondisi Mama, saya jawab tidur. Jam. 01.00 saya kembali masuk ek kamar Mama. Mencium pipi, kening, mulut dan matanya lalu saya mengusap keningnya, Mama tidak bereaksi. Saya memegang nadi di pangkal leher Mama ada dua denyut lalu berhenti. Saya masih shock dan terdiam, adik di sebelah Mama mengangkat kepala mendekat ke Mama. Saya bilang, sudah nggak ada. Adik saya bersikeras,  masih masih lihat mama bernapas. Refelek kami melihat jam 01.08. kalau 8 detik kami diskusi, Berarti Mama menghembuskan napas terakhir tepat pk. 01.00.

Ada perasaan aneh yang menyelinap dan menggedor dada ini tapi saya tak bisa berbuat apa-apa. Selanjutnya adik dan kakak saya mulai bergerak berkirim kabar. Saya masih duduk di samping Mama dengan memegang tangan Mama. Berkali-kali saya cium tangannya masih hangat. Kami bersebelas, berjanji akan menjaga silturahmi, bisik saya di telinga Mama.



Pemikiran saya melayang. Dan mulai berandai-andai. Andaikan di bawa ke RS, akankah Mama masih ada? Pandemi covid19, sungguh menghancurkan banyak harapan orang. Saya meyakini Mama tidak meninggal karena Covid19. Tapi saya tetap sedih dengan kondisi pandemic ini. Seandainya tidak ada pandemic covid19, pastianya Mama bisa di rawat di RS. Walau saya dan adik-kakak tetap mensyukuri merawat Mama di rumah hingga ajal menjemput.

Saya tetap percaya, vaksin adalah salah satu yang dapat memutus mata rantai pandemic covid19. Vaksin Sinochem adalah vaksin yang dapat digunakan untuk mengatasi covid19. Jangan takut atau jangan ragu. Sambil menunggu vaksin didistribusikan, ada baiknya untuk tetap menrapkan protokol kesehatan. Ingat 3 M, mencuci tangan dengan air mengalir dan sabun, manjaga jarak (Hindari kerumunana) tetap selalu memakai masker.

2 comments:

  1. Turut berdukacita sedalam-dalamnya. Semoga almarhumah diterima di sisi-Nya, buat keluarga yang ditinggalkan semoga diberikan ketabahan. Aamiin.

    ReplyDelete
  2. semoga semuanya baik baik saja ya.. tabah ya sis :)

    ReplyDelete