Kisahku: Ngambek!

Naik Becak motor di Gorontalo


NGAMBEK!

Aku adalah orang yang temperamental. Karenanya sulit bagiku dalam menerima kritik apalagi jika kritik merendahkan atau mencela. Aku mempunyai kegemaran menulis, sejak kelas tiga SD, baik sajak atau cerita. Aku ingat, mami dan papiku akan memanggilku jika ada keluarga atau kenalan mereka yang datang. Aku diminta menunjukkan kebolehanku dengan membacakan sajak atau cerita yang aku buat.

Bertahun-tahun aku selalu menjadi juara satu pembacaan sajak di perumahan tempat tinggalku. Mulanya aku masuk kategori kelas 1,2,3 seiring bertambah usia kategoriku juga naik. Jadi kategori kelas 4,5,6. lalu ketika kategori SMP di gabung dengan SMA. Rasanya kalau aku tidak lupa, Ketika aku SMA lomba baca sajak/puisi akhirnya di tiadakan karena tahun ke tahun tetap aku juaranya. Di SMP, SMA sampai di perguruan tinggi paling cuma juara 2 atau 3. belum pernah juara 1. tapi kemampuanku belum teruji di ajang yang lebih luas dari perumahan dan sekolah karena waktu itu aku tidak tahu kemana atau bagaimana mengikuti lomba di tingkat yag lebih tinggi.

Jujur waktu mamai dan papiku menunjukan kebolehanku, perasaanku biasa-biasa saja. Artinya sikap mami dan papiku kurasakan biasa saja. Menulis kesukaanku dan membacakan apa yang aku tulis adalah wajar saja. Padahal kalau aku mengingatnya sekarang, itu adalah bentuk pernghargaan mami, papiku pada perbuatanku. Sehingga mereka ingin menunjukan hal tersebut pada kenalan mereka. Pastinya, mereka bangga juga kali yah?

Semakin aku sering membacakan sajak dan cerita yang aku tulis, maka setiap bulan saat papiku menerima uang pensiun, aku menerima satu buah paket. Berisi 2 buku tulis besar tapi bukan buku tulis sekolah, bolpoint 4 buah, prangko senilai Rp. 25. sebanyak 10 buah, dan amplop juga 10 buah. Paket seperti itu aku terima terus sampai aku minta dihentikan karena aku sudah bisa mendapatkan honor dalam bentuk uang dari tulisanku.

Dan ketika aku ulang tahun, aku menerima buku kecil yang bergambar lucu-lucu, yang kemudian aku gunakan sebagai buku catatan harian. Kegemaranku menulis meningkat menjadi kegemaran bersurat-suratan dan mengirim karangan ke Rubrik anak di Sinar Harapan. Atau ke majalah Kawanku. Waktu itu kalau dimuat, imbalannya buku cerita. Wah aku semakin semangat 45 dalam menulis. Kalau aku renungkan sekarang, betapa mami dan papiku mendukung kegiatanku. Kawan penaku ada Di Palembang, Bengkulu, Solo, Semarang, Cirebon dll. Berlangsung hingga aku kuliah.

Sampai satu ketika aku menerima kritik dari seseorang yang sangat kucintai. Karena aku sangat mencintainya sedangkan isi kritiknya mencela karyaku, maka aku memutuskan berhenti berkarya. Judul ceritanya aku ngambek. Aku gak terima! Waktu itu aku berpikir, jika orang yang kucintai mengkritik karyaku seperti itu, berarti karyaku memang tidak bermutu.

Waktu itu aku beranggapan harusnya pacarku memujiku. Kawan-kawanku memuji loh kok pacar sendiri malah mencela. Pacarku bilang: ”Aku mengatakan seperti itu, karena aku tahu kemampuanmu lebih dari itu. Kamu bisa membuat karya yang lebih baik dari itu!” Tapi aku mengeraskan hatiku. Mungkin anda yang membaca tulisan ini akan memakiku Bodoh! Persis itulah perasaan yang kini aku rasakan. Betapa bodohnya keputusanku waktu itu. Tulisanku hanya menjadi catatan harian yang ku simpan rapat-rapat.

Orang yang kucintai tidak pernah tahu, ucapannya telah memaksaku membekukan isi kepalaku untuk merenung dan menuangkan renunganku dalam rangkaian kata-kata. Sampai akhirnya aku marah dengan sistem manajemen di tempart kerjaku. Setiap hari aku menulis dan menulis. Di rumah aku menulis dan menulis. Lalu tanpa sadar aku sudah menulis lagi.

Satu hal yang aku sadari, Tuhan tidak mengambil talenta yang pernah dianugrahkan padaku. Dan dengan talenta itu aku terhibur. Terlebih dari itu, dengan talenta menulis, aku dapat mengungkapkan apa yang kurasa dan kupikirkan pada manjemen. Persoalan selesai dan aku terbangun dari tidur panjang menulis. Karenanya sebelum aku terlelap lagi, aku ingin terus menulis dan menulis hingga jemariku dan kepalaku tak lagi dapat kompromi dalam mengungkap rahasi ilahi lewat tulisan. Terima kasih Tuhan, Engkau masih mengizinkan aku menulis. (Icha Koraag 7 Sept 2006)

2 comments:

  1. Hi Icha, terus menulis! Aku aja senang dng kata-kata Icha :"Aku NgeBlog maka aku terhibur" Tulisan Icha bagus dan penuh kedalaman rasa, terus menulis dan membuat foto krn foto-foto juga berbicara. Misalnya ttg Mama Bunga, kalau ada fotonya lebih bagus lagi... Ayo Icha, tulis terus, Bravo Bravissimo!!!!

    ReplyDelete
  2. Anonymous12:27 AM

    Hello Icha,
    Akhirnya saya temukan cara untuk post comment tanpa harus menjadi member, sebagai anonymous :=)
    Senang saya membaca baca tulisan kamu yang bisa menunjukkan perasaan kamu sebagai penulis dan ikut membawa sipembaca ke laur cerita kamu.
    Terus ngeblog ya, biar kamu terhibur dan juga yang membaca...
    Salam hangat,
    Audy

    ReplyDelete