RUANG KERJAKU



Berbicara ruang kerja, kupahami sebagai sebuah tempat aku melakukan aktifitas keseharian. Aku memiliki sebuah ruang yang sangat luas. Bahkan nyaris tak bertepi. Ruanganku beratap dan berdinding kaca, tak bersekat, sehingga transparan. Istimewanya dari ruangan itu, aku bisa memandang semua sudut dan semua aktifitas orang-orang yang kucintai tapi mereka tak dapat melihatku.

Berada di ruangan itu, aku serasa berada di alam bebas. Menghadap muka, maka permandangan pantai pasir putih dan laut biru menghampar menyejukkan. Bila aku merasa penat, aku akan berlari melintasi hamparan pasir putih. Bisa kurasakan hembusan angin mengusap lembut wajahku. Ketika kaki telanjang ini menjejak di hamparan pasir putih, kehangatan matahari di pasir, terasa seperti pijatan refleksi yang mengembalikan kesegaran, melancarkan peredaran darah setelah terlipat dan duduk lama. Camar yang terbang bagai hiasan tergantung di birunya langit.

Dari bagian belakang ruang kerja, aku dapat melihat, sebuah gunung menjulang tinggi. Sekelilingnya perbuktian yang rimbun ditumbuhi tanaman. Bahkan pohon-pohon kelapa yang tumbuh liar, dedaunannya kadang seperti memanggilku jika aku tengah melihatnya. Kicau burung di sela-sela gesekan daun dan bisikan angin, terdengar bagai simphoni alam yang menjanjikan kedamaina. Jika aku membalik badan dari posisi dudukku, aku bisa melihat hijaunya hutan tropis, bagai permandani yang membentang persis ke halaman belakang ruang kerjaku. Bahkan keharuman khas tanah dan hutan basah, kerap menyusup hidungku.

Bila aku ingin melakukan kontemplasi diri, kutelusuri jalan setapak sampai ke kaki gunung. Dinginnya udara, terasa menggigit di kulitku, namun aku menikmatinya. Sepanjang perjalanan tak putus rasa kagum dan ucap syukur yang keluar dari hati ini. Sungguh ajaib dan sempurna semua karya ciptaNya. Bila aku bekerja, aku memunggungi bagian ini. Aku bisa membayangkan jika ada yang melihat aku tengah bekerja maka aku terlihat seperti duduk berlatar belakangkan lukisan pegunungan.

Di sebelah kiri, adalah sebuah taman bermain. Di lengkapi ayunan, papan jungkat-jungkit, dan seluncuran. Sekeliling taman itu di tumbuhi tanaman bougenvile dengan aneka bunga warna-warni. Ada oranye, ungu, merah muda, merah tua juga putih. Satu pohoh dengan stek bisa menghasilkan bunga aneka warna. Tanaman ini istimewa walau tak mengeluarkan keharuman. Menurutku keistimewaan tanaman ini karena warnanya yang cemerlang. Berada di sekeliling bougenvile kurasakan mengundang untuk turut merasa riang. Biasanya aku leluasa melihat Bas dan Van bersenda gurau di taman itu. Di bawah sinar matahari, rambut dan kulit mereka tampak bersinar. Di selingi gelak tawa yang terdengar gurih di telingaku. Tawa mereka terdengar bagai lagu yang paling merdu di telingaku. Menggelitik relung hati, sehingga tanpa memaksa, bisa membuat aku ikut tertawa.

Dari tempatku duduk, aku bisa melihat suamiku yang sedang membaca buku atau koran. Sesekali ia biasanya berdiri mendekatiku dan menunjukan atau mengatakan seputar informasi yang dibacanya. Biasanya kami akan terlibat dalam pembicaran yang seru. Pernah satu waktu, ketika kami sedang adu argmentasi, Bas datang mendekat. Kami tidak menyadarinya sampai Bas bertanya dengan lugu ” Apakah Papa dan mama sedang bertengkar?”

Kami sama-sama tersentak medengar pertanyaan Bas. Aku dan papanya secara bergantian berusaha menjelaskan apa yang kami lakukan dengan bahasa yang mudah dipahami Bas. Walau aku tak tahu apakah Bas paham dengan apa yang aku dan papanya jelaskan, namun sinar ceria di wajahnya mengganti bayangan kelabu yang sempat memayungi wajah Bas. Dan itu yang penting bagiku. Aku tidak ingin Bas salah memahami situasi yang di lihatnya.

Di sebelah kanan ruang kerjaku, ada sebuah ruang pertemuan keluarga. Walau tak ada hajatan, secara bergantian keluargaku atau keluarga suamiku datang dan mengisi ruang tersebut. Selain bertukar cerita, makan-makan sambil nonton film yang diputar pada sebuah DVD player, kami juga suka melakukan aktivitas menari poco-poco atau sesekali berkaraoke.

Ruang kerjaku, bersifat fleksibel. Dengan seizinku siapa saja bisa masuk. Namun yang pasti, lebih asyik kalau aku berada sendirian. Tapi aku tahu dengan pasti, keberadaan orang-orang yang kucintai dan mencintaiku, sehingga aku punya keleluasaan, tanpa beban dalam beraktifitas di sana.

Ruang itu adalah benakku, sepotong ruang pemikiran yang ukurannya disesuaikan dengan hati dan jiwaku. Karenanya kukatakan, ruang kerjaku adalah ruangan yang tak bertepi dan tak bersekat. Dari situ, semua aktifitasku kulakukan dan melahirkan semua karyaku. Karya yang merupakan refleksiku pada semua yang kukagumi dan kucintai. Terutama pada DIA yang menjadikan aku ada dan berarti. (Icha Koraag, 6 Des 2006)

1 comment: