BERSERAH DIRI

Beberapa hari terakhir ini, aku mengajar dan melatih Van menulis angka dan huruf. Ia sudah mengenal angka dan huruf tapi belum bisa menuliskan secara baik dan benar. Cara yang aku gunakan, pertama dengan memberi contoh.

Aku menuliskan di buku dan Van memperhatikan. Lalu aku akan memegangi tangan Van yang memegang pensil dan membantunya menuliskan di buku. Otot motorik Van belum terbentuk dengan baik. Karenanya aku masih rajin membiasakan Van mewarnai buku bergambarnya.

Melatih Van menulis Sungguh bukan pekerjaan yang mudah apalagi selalu ada perlawan dari Van. Ini bisa kurasakan dari otot-otot tangannya yang mengencang setiap kali aku membimbing menulis. Selama Van mengencangkan otot-oto tangannya maka hasil tulisannya menjadi tidak baik karena gerakan tangannya menjadi kaku.

Berulang-ulang aku katakana agar Van mau melemaskan tangannya. Berkali-kali Van mengiyakan tapi tetap tidak melemaskan tangannya. Dalam hati aku terus menerus berdoa mohon diberikan kesabaran.

Lama dan perlahan, akhirnya Van mulai melemaskan otot-otot tangannya. Seiring otot tangan Van yang melemas, gerakan tangan kami jadi searah dan mempermudah aku dalam mengarahkan gerakan untuk menulis.

Berulang-ulang kami melakukannya di selingi bercanda, berpelukan dan berciuman, akhirnya Van bisa menuliskan angka 1, 2 dan 3 dengan benar.

Saat menatap Van yang bersemangat menulis aku jadi teringat dengan diriku sendiri. Diriku tak ada bedanya dengan Van yang belajar menulis ketika mencoba belajar menapaki kehidupan. Sebagai umat beriman, selalu aku berseru memanggil dan mengucap syukur kepada Dia dalam sudah atau senang.

Aku tahu, Tuhan mau membimbing dan mengarahkanku ke jalan yang baik dan benar asal aku menyerahkan diriku. Sesungguhnya menyerahkan diri artinya berpasrah dan tidak memberikan perlawanan. Selama aku memberikan perlawanan, selama itu pula arah jalanku tak seperti yang Tuhan inginkan. Karena yang aku inginkan belum tentu baik bagiku tapi yang Tuhan inginkan pasti baik bagiku.

Kala kesadaran semacam ini menyentakku, ada gairah dan semangat baru yang merasuki sanubariku. Sesungguhnya ketika aku berniat berpasrah diri kepada Tuhan maka pada saat itu seharusnya aku meniadakan perlawanan. Sehingga tak akan timbul benturan yang kerap ku kira kemarahan Tuhan padaku padahal hanya karena aku mengeraskan hati. (Icha Koraag 15/3-2007)

No comments:

Post a Comment