(Obrolan santai) PEMADAMAN LISTRIK BERGILIR,…..LAGI?

Rasanya penderitaan rakyat Indonesia tidak pernah berakhir. Setelah krisis ekonomi berkepanjangan, lalu di susul krisis moral, krisis kepercayaan hingga lahir istilah krisis multifactor.

Krisis energi sudah terasa sejak lima tahun terakhir. Tapi sekarang lebih terasa lagi. Jakarta dapat keistimewaan karena ibukota Negara, sehingga yang berkepentingan mengusahakan tidak ada pemadaman bergilir.

Di daerah jangankan beberapa hari belakangan, beberapa bulan lalu ketika, saya melakukan safari dinas di 18 kota di seluruh Sulawesi, setiap menjelang sore, kegelapan mulai membayang di sebagian tempat.

Di tengah kesusahaan pasti ada kesukaan. Pedagang diesel boleh berbahagia, karena industri perhotelan, restaurant dan orang mampu yang terbiasa dengan pendingin udara terpaksa harus memiliki. Demikian juga pedagang produsen dan lilin. Warga tak mungkin melalui malam hanya dengan mengandalkan sinar bulan. Bahkan salah satu warga yang bertemu saya di Menado, nyaris naik ojek ke kantor PLN. Maka terjadilah percakapan berikut.

“Untuk apa tante pergi ke PLN?” Saya bertanya
“Saya ingin ketapel kantor PLN!” Ujarnya dengan emosi.
“Loh, kalau nanti tante di tangkap karena merusak kantor pemerintah?” Tanya saya lagi.
“Kalu pemerintah boleh suka bikin rakyat susah tapi kalu rakyat bikin rusak kantor pemerintah, boleh ditangkap?” Kini ia balik bertanya.
“Bukan boleh di tangkap, apa tante pikir kalau tante katapel kantor PLN, lalu listrik jadi menyala?” Tanya saya sambil tersenyum.
“Ya memang tidak, tapi paling tidak kesal hati ini bisa di lampiaskan!’ Ujarnya sambil mempermainkan batu ditangannya.
“Lebih baik tante pulang, jaga anak-anak di rumah. Siapa tahu listrik tidak lama lagi akan menyala!” Saya berusaha menenangkannya.
“Besok-besok, PLN ganti nama jadi Perusahaan Lilin Negara. Siksa sekali listrik mati dari pukul 3 sore, sampai sekarang sudah pukul 9 malam lewat, belum juga menyala!” Ujarnya. Kali ini tak seemosi semula. Lalu ia berjalan berbalik arah.
Bukan hanya tante tersebut yang saya temui saja yang jengkel, pastinya masih banyak lagi rakyat yang menderita.

Usai makan malam, saya bersama pasangan menonton berita di tv. Isinya memberitakan, rencana pemerintah untuk memindahkan jadual aktivitas industri ke Sabtu dan Minggu. Karena Sabtu dan Minggu, beban listrik tidak sebanyak Senin sampai Jumat. Pasangan saya langsung berkomentar.
”Ini konyol!’ Ujarnya.
“Setuju!” Jawabku
“Pemerintah pikir, industri besar, Sabtu dan Minggu libur. Coba lihat yang nyata-nyata saja. Hotel dan resraurant justru Sabtu dan Minggu beban listrik lebih besar.”Ujar suamiku.

“Masalahnya pemerintah kurang kerjaan jadi memikirkan yang gak perlu dipikirkan. Coba lihat kawasan perkantoran Sudirman, Thamrin, Gatot Soebroto, Kuningan dll. Jam kantor kan usai 17.30.

Harusnya pengelola gedung di tuntut konsekuen untuk mematikan listrik setelah jam tersebut. Kebanyakan yang masih tinggal itukan mereka yang mengulur waktu pulang karena macet. Akhirnya jadi menggunakan computer atau menggunakan telephone

Kalau perkantoran di matikan listrik pukul 17.30. Biarlah yang mau mengulur waktu karena macet atau ada meeting seusai jam kerja mereka melakukan ditempat-tempat tertentu yang memang listriknya punya ijin menyala hingga larut malam.
Dampak lainnya, memaksa para manajer dan supervisor mengontrol stafnya lebih serius supaya pekerjaan cepat selesai, berarti tidak lembur dan memaksa karyawan untuk tidak betah tinggak dikantor sesudah jam kerja. Perusahaan juga boleh berhemat karena gak ada yang lembur, atau menggunakan computer dan telephone.

Sehingga tidak ada lagi alasan para istri/suami yang bekerja terlambat pulang karena masih menyelsaikan pekerjaan di kantor. Artinya menghilangkan satu alasan untuk berdusta.” Ujarku panjang lebar.

“Bukan Cuma itu, pemerintah juga tida pernah memberikan penekanan kepada sector industri elektronik untuk memproduksi barang elektronik dengan kapasitas volt yang kecil. Kalau kita krisis energi, pemerintah harus lebih memperhatikan produksi barang-barang elektronik dong. Apa gunanya BPPT dan LIPI.

Harusnya pemerintah merangsang produsen elektronik untuk memproduksi dengan beban listrik serendah mungkin. AC saja sudah ada yang hanya berdaya 350 watt artinya, rumah dengan beban listrik 1350 saja sudah bisa menggunakan AC. Dulu mereka yang memakai AC di rumah minimal beban listriknya 2250 watt

Selain itu, harga tariff dasar listrik yang mahal, membuat sebagain orang berpikir untuk apa bayar kalau sering byar pet. Mendingan mencuri, seandainya listriknya padam sementara, gak merasa rugi Padahal mencuri listrik beresiko tinggi untuk celaka.” Ujar suamiku.

“Sudah deh pa, mendingan tidur. Nonton berita malah bikin sakit kepala. Gak usah di pikirin. Kalau kamu sakit, kita malah rugi. Pemerintah saja gak memikirkan nasib rakyat’ Ujarku sambil mematikan tv.

Sesaat mataku menyesuaikan dengan gelapnya kamar. Kami terbiasa tidur tanpa lampu. Pikirku melayang, sampai kapan krisis energi berakhir. Walau pemerintah mengatakan sampai 2010, tapi tidak ada jaminan pasti, selama pemerinta membuka peluang investor asing menguasai sector-sektor potensial dan lobi-lobi politik hanya memperkaya segelintir orang, rasanya rakyat masih harus tabah dan sabar. Ah aku tak mau memikirkannya. Aku mau tidur! (Kamis, 10 Juli 2008)

1 comment:

  1. mudah2n kinerja PLN jadi lebih baik.salam kenal

    ReplyDelete