Pro Kontra Soeharto dalam Iklan Partai Politik.

Pemilu 2009 memiliki masa kampanye yang cukup panjang. Dan sudah di mulai dari sekarang. Banyak cara yang digunakan untuk menarik simpatisan. Sekarang ini, yang nyata di depan mata jika kita keluar rumah adalah spanduk, poster, leaflet terpasang dan tertempel dimana-mana. Ada gambar ketua partai, calon legislative, ada juga tokoh panutan.

Berbicara tokoh panutan, bisa siapa saja. Bisa tokoh yang karyanya dan pemikirannya diakui masyarakat banyak walau pemerintah tidak memberi gelar pahlawan. Misalnya Mantan Gubernur DKI Alm. Ali Sadikin. Gambar beliau menjadi latar belakang spanduk salah satu calon legislative untuk daerah pemilihan Jakarta.

Sebuah partai politik peserta pemilu 2009, mempublikasikan iklan televisi dengan menjadikan Soeharto sebagai salah satu tokoh panutan. Diiklankan sebagai Pahlawan dan Guru Bangsa sejajar dengan Soekarno, Bung Tomo, Kihajar Dewantara, Wahid Hasyim dll. (Saya lupa siapa lagi). Dan ini menjadi pro kontra yang cukup menarik perhatian sejarahwan maupun masyarakat umum, sehingga ada stasiun televisi yang beberapa kali menurunkan dialog mengenai pro kontra ini.

Pertama barangkali kita perlu menyamakan persepsi terlebih dahulu. Apa sih yang dimaksud dengan pahlawan. Menurut saya (Orang lain mungkin bisa berbeda). Pahlawan adalah sosok yang perbuatan dan pemikirannya dijadikan suri tauladan atau diteladani...

Harus diakui langkah yang diambil salah satu partai Politik peserta pemilu dengan menjadikan Soeharto sebagai salah satu tokoh dalam iklan saat hari pahlwan sebagai sebuah langkah yang berani.

Karena kalau menggunakan pengertian pahlawan sebagai sosok yang perbuatan dan pemikirannya diteladani. Apakah Soeharto termasuk sosok seperti itu?

Saya tidak mengatakan keliru dengan menjadikan Soeharto sebagai sosok yang memberi inspirasi. Karena setiap manusia berhak menjadikan siapa saja sebagai sosok inspirasinya. Yang menjadi pertanyaan saya dan banyak masyarakat lainnya adalah apakah tidak ada sosok lain lagi yang bisa lebih memberi inspirasi?

Cuma kadang-kadang masyarakat kita menjadi masyarakat yang hipokrit dan kerap menggunakan standar ganda. Saya ambil contoh yang ekstrim. Walau Soeharto sudah dihujat bahkan daftar kesalahannya sudah banyak dipublikasi dengan berbagai versi, kroni dan keluarganya tetap hidup bebas dan merdeka. Bandingkan dengan keluarga anggota PKI. Yang kalau bisa dibasmi sampai ke anak cucu, tetangga kiri kanan tujuh rumah dan sanak saudara sedarah dari tujuh garis keturunan, rasanya PKI masih belum termaafkan.

Namun harus diakui, langkah partai politik tersebut adalah langkah politis. Berdasarkan survey, pengikut Soeharto masih cukup banyak dan mereka memiliki hak untuk memilih. Mungkin iklan tersebut bertujuan menarik simpatik pengikut Soeharto. Dan ini sah-sah saja.

Bahkan dalam obrolan santai saya dengan beberapa kawan, tindakan tersebut dianggap menabur angin. Maknanya apa, silahkan pahami bertdasarkan pemahaman sendiri-sendiri. Namun ada beberapa hal yang menjadi catatan saya pribadi.

2 Alasan yang dikemukakan mengapa menggunakan Soeharto sebagai salah satu ikon iklannya dan saya catat.
Keinginan menghentikan dendam sejarah.
Untuk maju ke depan harus menghentikan perdebatan dan keributan seputar status Soeharto. Bangsa ini tidak akan maju kalau memikirkan luka lama. Bahkan para pengikut partai yang mengiklankan Soeharto sebagai pahlawan dan guru bangsa adalah sebagian dari generasi muda yang melengserkan Soeharto di tahun’98 sekaligus pendukung agenda reformasi. Namun mereka beranggapan, jasa Soeharto tetap membuat Soeharto layak disejajarkan dengan guru bangsa yang lain.

Dengan semangat baru, menghindari yang negative dan melanjutkan yang positive dari Soeharto.
Partai tersebut di televisi mengatakan Harus diakui dalam masa kepemimpinan Soeharto, cukup banyak keberhasilannya. Misalnya harga beras dan bensin tidak mahal.

Persoalannya tidak sesederhana seperti melihat hitam putih atau baik dan buruk. Apa yang sudah ditorehkan Soeharto dalam sejarah bangsa ini, lebih banyak yang kelam atau abu-abu. Banyak yang dengan sengaja di kaburkan/diburamkan. (Misalnya Surat Super Semar) Banyak yang sengaja di timbulkan banyak versi. Sehingga tidak bisa dilihat hanya hitam dan putih. (G30S/PKI). Dan yang masih menjadi tanda tanya saya pribadi, apa yang melatar belakangi Soeharto menjadi Soekarno tahan rumah hingga meninggal? Itu perbuatan yang dijadikan tauladan?

Adakah Ketua partai politik peserta pemilu 2009 yang usianya di bawah 30 tahun? DN Aidit selaku ketua PKI, bukankah patut diacungkan jempol. Dan bisa menjadi inspirator. Dalam usia yang terbilang muda kalau saya gak keliru sekitar 26 th. Beliau sudah menjadi ketua partai terbesar dan pemenang pemilu 1955. Padahal jangankan menjadi sosok panutan, menyebut nama DN Aidit masih banyak yang alergi alias takut karena penghidupan dogma Soehartoi bahwa DN Aidit dan PKI adalah musuh bangsa Indonesia.

Memang Soeharto dan DN Aidit dua tokoh yang berbeda nasib karena politik. Siapa pahlawan dan siapa penjahat tergantung sudut pandang yang melihat. Namun persamaan keduanya adalah di usia muda sudah memegang tampuk kepemimpinan.
Satu militer, satu dari partai politik. Militer dan politik terkadang bagai dua sisi mata uang, yang bertolak belakang namun satu. Namun bisa pula bersatu seperti setangkup roti, berhimpitan tapi tetap menjaga jarak karena terhalang mentega dan selainya. (Ini perumpamaan suka-suka saya)

Tapi yang perlu diwaspadai adalah kecenderungan masyarakat bangsa ini yang menjadi pelupa. Baik pelupa karena factor usia mau pelupa yang dipaksakan. Barangkali benar kalau ada yang mengatakan bangsa Indonesia adalah bangsa pelupa. cenderung melupakan sejarah. Padahal Soekarno mengatakan JASMERAH-JAngan Sekali-sekali MElupahkan Sejarah! (20 Nov 2008. Hari ulang tahunku!)

No comments:

Post a Comment