Tunggu kami ya, Mak



Sekitar  jam 12.00, Aku sekeluarga berpamitan pada Emak hendak pulang ke Jakarta. Kami hanya bisa menemani Emak bersahur di Bogor  puasa hari pertama. Hingga  menjelang pulang, Emak masih bertahan puasa. Perempuan Sholeha ini yakin Allah akan menguatkan fisiknya karena Emak memang berniat puasa semata karena dan untuk Allah. Suamiku mengingatkan Emak untuk segera membatalkan puasa, seandainya Emak mulai lemas atau kurang sehat. 

Emak menangkup wajah suamiku dengan kedua tangannya dan berkata: “Kamu pikir Emak anak kecil? Emak tahu apa yang harus Emak lakukan”. Suamiku hanya tersenyum dan mencium kedua tangan Emak.  Dari bola mata dan senyum suami, aku menangkap kekhawatirannya akan kondisi Emak. Walau tidak terlalu sehat, Emak tidak menghabiskan waktu dengan berbaring. Emak tetap melakukan olahraga dengan berjalan di tempat dan gerak badan ringan.

Sabtu siang kami pulang karena Minggu pagi, kami juga harus beribadah. Ada rasa haru yang membuncah setiap kali melihat suamiku memeluk ibunya. Suamiku yang berpostur tinggi besar, tetap bocah kecil bagi ibunya. Aku memeluk Emak dan memohon maaf karena harus pulang. Aku berdoa agar Emak tetap sehat. Emak pun melakukan yang sama, ditelingaku ia berpesan untuk selalu ikhlas dalam merawat suami dan anak-anak. Apa yang dilakukan dengan ikhlas akan menjadi ringan, apalagi dilakukan dengan penuh rasa bahagia. Emak juga berpesan pada kedua anakku untuk rajin belajar, rajin berdoa dan selalu patuh pada orang tua. Bas dan Van mengangguk penuh takzim mencium tangan Emak. Emak membalas dengan mencium ubun-ubun keduanya.

Aku baru mau dua tahun belakangan menjadi istri dan ibu full time. Dua tahun yang awalnya kurasa sangat berat. Aku memutuskan berhenti bekerja sebagai pegawai full time setelah 18 tahun berkarir. Aku telah kehilangan masa kanak-kanak yang dikenal dengan istilah Golden Time dari kedua anakku. Di saat seharusnya aku mendampingi anak-anak baik, belajar ataupun merawat jika sakit, aku justru ada di pelosok desa di salah satu kawasan Indonesia. 

Emak tahu betul, selama ini yang mengasuh dan mengurus anak-anak adalah suamiku yang juga anaknya. Biasanya suamiku akan memboyong kedua anak kami ke Bogor jika aku berdinas lebih dari tiga hari. Di bawah pengawasan Emak, suamiku bisa bekerja dengan tenang dan yakin anak-anak akan baik-baik saja. Si bungsu masih bayi merah yang belum tiga bulan ketika harus kutinggalkan. Payudaraku bengkak karena penuh susu, dengan menahan rasa sakit dan airmata penyesalan, terpaksa aku pompa dan buang. Karena tempat keberadaanku tidak memiliki kulkas yang bisa digunakan untuk membekukan ASIku. Lewat telepon Emak terus menghibur dan menuntun apa yang harus aku lakukan agar aku tidak demam. Emak juga melarang aku memikirkan si bungsu agar si bungsu tak rewel.

Minggu pagi  kami beribadah. Secara khusus aku berdoa semoga ibadah kami hari ini diterima Tuhan. Aku  berdoa khusus untuk kesehatan Emak, kesehatan kami sekeluarga dan berdoa bagi para muslim yang menjalani ibadah puasa agar dijauhkan dari godaan. Aku berharap Tuhan menjaga dan memelihara kami, hingga kami bisa bertemu lagi dengan Emak. Tunggu kami ya Mak! Begitu anak-anak libur, kami akan segera mengunjungi Emak lagi.

No comments:

Post a Comment