YAICI dan IBI Jabar Gelar Seminar Nasional Penguatan Peran Edukasi Bidan Cegah Gizi Buruk




Seminar Nasional bertajuk Penguatan Peran Edukasi Bidan Untuk Masyarakat dalam Rangka Mencegah Terjadinya Gizi Buruk. Kerjasama Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia (YAICI) bersama Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Provinsi Jawa Barat. Di gelar secara hybrid dan diikuti sekitar 2000 Bidan se Jabar. 

Gubernur Jabar Ridwan Kamil  berhalangan hadir dan diwakilkan Staf Ahli Gubernur Jawa Barat Bidang Ekonomi dan Pembangunan, dr. Berli Hamdani Gelung Sakti, MPPM., Dalam sambutannya menjelaskan rata-rata penurunan stunting dalam 3 tahun terakhir di Jawa Barat sebesar 1,35% per tahun. Tahun 2021, prevalensi stunting di Jawa Barat termasuk dalam kategori tinggi. “1000 HPK itu merupakan masa-masa yang paling menentukan dalam tumbuh kembang seorang balita. Jadi setiap tahapan dalam siklus kehidupan juga akan berpengaruh pada penurunan stunting itu sendiri.” 

Menurut saya diperlukan kemampuan literasi yang mumuni untuk menyampaikan informasi kepada masyarakat tentang perlunya memberikan makanan bergizi pada anak dan balita.   Menyiapkan Generasi Emas Indonesia 2045, adalah sebuah keharusan. Apapun tantangannya termasuk pemenuhan gizi balita dan anak. Indonesia baru saja menerima penghargaan karena mampu swasembada pangan. Karena Indonesia mampu dalam 3 tahun terakhir tidak impor beras. Sayangnya beras yang diolah menjadi nasi masih memerlukan kawan-kawannya agar bisa memenuhi kebutuhan makanan bergizi. Berdasarkan panduan isi piringku, selain nasi perlu bahan makananan yang mengandung protein, baik dari hewani maupun nabati. juga vitamin dan mineral dari sayuran dan buah. Informasi ini sudah banyak yang tahu dan mudah di dapat. apalagi para petugas kesehatan (Nakes)



Bicara anak stunting berarti bicara gizi anak. Bicara gizi anak kita bicara bagaimana para tenaga kesehatan menyampaikan informasi yang baik dan benar. Komunikasi yang baik dan efektif sehingga pesan diterima masyarakat dengan mudah untuk dipahami. 

Bicara anak stunting bukan sekedar deretan angka atau penurunan tugas dari pemerintah pusat ke bawah. Bicara stunting adalah bicara tanggung jawab dan Masa depan bangsa. Menyiapkan generasi emas 2045 tak akan terwujud, jika persoalan pemenuhan kecukupan gizi tidak tercapai.

Persoalannya bukan cuma pada kemampuan secara ekonomi. Karena gizi yang baik tidak harus makanan mahal. Tapi bagaimana memberikan informasi yang bisa dengan mudah dipahami, mengenai gizi yang baik untuk kesehatan dan tumbuh kembang anak. Mengacu pada persoalan stunting secara umum dan berdasarkan penelitian, YAICI  banyak informasi yang diterima di masyarakat tapi salah dipahami sehingga menimbulkan banyak persoalan dalam pemenuhan gizi yang baik.



Seminar ini diselenggarakan dalam rangka mendukung percepatan penurunan stunting hingga 14% yang menjadi prioritas pemerintah di tahun 2024. Edukasi dilakukan dalam bentuk Seminar Nasional secara hybrid dan diiuti sekitar 200 Bidan se Jabar. Menurunkan angka stunting dari 24% menjadi 14%, bukan pekerjaan mudah. walau masyarakat memiliki akses informasi yang lebih leluasa saat ini, tetapi tdiak semua memahami aneka informasi yang ada dan mamu menerapkan dengan baik dalam hidup sehari-hari.

Ketua IBI provinsi Jawa Barat, Ibu Hj. Eva Riantini. Amd. Keb., S.Sos.,M.Kes, dalam sambutannya menyampaikan bidan merupakan tenaga profesional serta lini terdepan yang bertanggungjawab memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Peran dan strategi bidan dalam mewujudkan Generasi Emas tahun 2045 yang sehat, cerdas, dan berkualitas yaitu salah satunya melalui upaya penurunan stunting. “Didalam Undang-Undang no. 4 tahun 2019 pasal 46 dijelaskan bahwa tugas bidan meliputi pelayanan kesehatan ibu dan anak, reproduksi perempuan, serta keluarga berencana. Peran bidan menjadi luas, karena bidan adalah figur fasilitator bagi keluarga untuk melakukan pencegahan dan penanganan stunting sejak dini. Terutama diawal 1000 HPK.”

Ketua harian YAICI, Arif Hidayat mengatakan, upaya-upaya pencegahan stunting berupa edukasi gizi yang menyasar langsung ke masyarakat perlu terus menerus di lakukan. “Bidan adalah profesi yang dekat dengan masyarakat, sudah sepatutnya memberikan edukasi gizi yang tepat kepada masyarakat. Bidan sebagai tenaga kesehatan yang banyak membantu persalinan, tentu juga sangat dekat dengan masa 1000 HPK,”

Perwakilan PDUI Jawa Barat. Alma Lucyati, M.Kes, M.Si, MH.Kes., menyampaikan materi dengan sangat menarik dan atraktif. termasuk ucapannya yang terkadang menyentil para peserta seminar. Seperti, apakah dua hadphone di tangan anda sudah diguakan secara optimal dalm menyampaikan informasi kepada masyarakat atau jangan-jangan hanya digunakan hanya untuk kepo mantan? Ucapan yang banyak disampaikan dalam bahasa dan logat Sunda yang kental, mengundang banyak gelak tawa.

Dokter Alma menyebutkan prioritas seluruh pihak terutama bidan terkait dalam pencegahan stunting yaitu dengan memprioritaskan remaja, ibu hamil, maupun bayi dan baduta. “bidan harus paham peraturan seputar kesehatan terutama soal gizi, terlebih saat memberikan edukasi aasupan gizi yang optimal, lengkap dan seimbang. melalui berbagai kegiatan inovatif. Hal ini juga untuk mencegah agar balita di tahun 2023/2024 saat diukur, rendah dibawah 14%.” 

Psikolog Klinis Dewasa, Khalida Yurahmi, S.Psi., M.Psi., menitik beratkan bagaiman bidan menjadi teman pada pasien. memberi kesempatan pasien bercerita, bukan memotong dan langsung mengarahkan si paseien harus begini dan begitu. karena pasien yang merasa nyaman bersama bidannya akan mudah mencerita persoalan kesehatannya baik dirinya maupun keluarganya. Ini memudahkan nakes mendapat informasi yang bisa digunakan untuk memetakan situasi dan menyusun program yang tepat gua dan tepat sasaran.

Jadi masalah stunting bisa terjadi berawal dari permasalahan kondisi psikologis (cemas dan depresi) pada calon ibu atau ibu muda. “saat menemukan pasien yang gugup saat melakukan pemeriksaan, bisa dengan komunikasi terapeutik. Bidan harus bisa memahami psikologis calon ibu atau ibu hamil, dimana nantinya mereka bisa melahirkan anak yang sehat dan cerdas.”

Penulis dan Pegiat Literasi, Maman Suherman, Memulai dengan megangkat sebuah kaleng kental manis dan bertanya, apakah kita membaca informasi dalam label kemasan ini? Bukankah dalam ajaran agama islam, ada perintah untuk iqra, iqra dan iqra yang bermakna bac, baca dan baca. Bagimana mau menyapaikan informasi jika si pembawa pesan tidak suka membaca. Memang minat baca masyarakat Indonesia rendah tapi sebagai pembawa pesan, membaca menjadi sebuah keharusan.

Literasi gizi di kalangan ibu rumah tangga perlu dilakukan. Terutama saat membaca komposisi yang tertera pada susu yang akan dibeli. “kita bukan musuhin produk susu yang beredar di masyarakat, namun kental manis yang mereka jual itu sangat berbahaya untuk anak-anak. Karena kandungan komposisi yang ada didalamnya itu lebih banyak gulanya.”  Kang Maman jugamengingatkan kepada para bidan untuk selalu membaca label kemasan sebelum membeli suatu produk.

Saya jadi berpikir, Bidan dan tenaga kesehatan lainnya perlu dikuatkan dalam hal literasi agar mampu memberikan informasi secara baik dan benar dengan bahasa yang mudah dipahami. Bisa jadi para nakes ini sudah memiliki ilmu tentang kesehatannya tapi masih kurang dalam ilmu literasi. Bagaimana memformulakan pesan dengan bahasa sederhana, memang tidak mudah tapi kemauan yang besar akan membuka jalan. Yuk ah kita sama-sama membangun literasi agar tercipta komunikasi yang baik, benar, mudah dan tidak membingungkan para ibu rumah tangga dalam menentukan pola makan dan bahan makanan bergizi bagi anak-anaknya, sehingga anak-anak bisa tumbuh kembang dengan baik.


Blogger asal bandung dan Jakarta
yang ikut hadir


#BidanEdukasiKentalManis

2 comments: